...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Keterangan Ahli Komnas Perempuan dalam Perkara No. 83/PUU-XVII/2019 Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (31 Agustus 2020)

Siaran Pers Komnas Perempuan

Keterangan Ahli Komnas Perempuan dalam Perkara No. 83/PUU-XVII/2019 Judicial Review di Mahkamah Konstitusi

Meneguhkan Pelaksanaan Kewajiban Konstitusional Negara Pada HAM Perempuan Pekerja Migran Indonesia

Jakarta, 31 Agustus 2020

 

Komnas Perempuan telah menyampaikan pendapat dan rekomendasi kepada Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara No. 83/PU-XVII/2019 untuk menolak permohonan uji materi Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, dan Pasal 82 huruf a, serta Pasal 85 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) yang diajukan oleh Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) pada persidangan yang digelar Kamis, 31 Agustus 2020.

Komnas Perempuan dalam persidangan diwakili oleh Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani menyampaikan perspektif Hak Asasi Perempuan dalam tata Kelola migrasi pekerja perempuan, pengalaman korban dan upaya-upaya yang dilakukan Komnas Perempuan untuk mendorong penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi perempuan oleh berbagai pihak, termasuk dalam peraturan terkait perlindungan pekerja migran.

Komnas Perempuan telah melakukan advokasi kebijakan untuk peningkatan perlindungan hukum terhadap pekerja migran melalui perubahan Undang-Undang 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKI) menjadi Undang-Undang 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Meskipun masih terdapat  kekurangan di sejumlah isu, namun UU PPMI mengandung sejumlah kemajuan diantaranya : perspektif perlindungan dan non-diskriminasi yang lebih eksplisit dari sebelumnya pada pekerja migran dan keluarganya, kepastian hukum untuk memutus mata rantai impunitas bagi pelaku kekerasan dan pelanggaran hak-hak  pekerja migran melalui pengawasan dan pemidanaan terhadap pelaksanaan penempatan dan pelindungan. Juga, kontrol terhadap peran swasta dalam tata kelola migrasi melalui pengetatan persyaratan pendirian dan skema perlindungan untuk akses ganti rugi bagi pekerja migran yang mengalami perselisihan melalui deposito. Kemajuan-kemajuan ini patut diapresiasi, terutama karena berpotensi memutus mata rantai ketertautan perekrutan dan penempatan pekerja migran Indonesia dengan praktik perdagangan orang.Pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kerentanan perempuan pekerja migran pada kekerasan dan diskriminasi terjadi di tiap tahapan migrasi, termasuk eksploitasi tenaga kerja dan berada pada kondisi seperti perbudakan. Dengan demikian, UU PPMI adalah salah satu bentuk pemenuhan kewajiban konstitusional negara dalam memenuhi hak konstitusional pekerja migran Indonesia, khususnya hak atas pekerjaan yang layak dan hak untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam kesempatan pemberian keterangan ahli tersebut, Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa Indonesia telah terikat pada sejumlah Konvensi Internasional terkait perempuan pekerja migran yaitu; 1) Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families-ICMW) yang telah disahkan melalui UU Nomor 6 tahun 2012; 2) Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang disahkan melalui UU Nomor 7 tahun 1984 beserta Rekomendasi Umum Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW Committee) Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 26 tahun 2008 tentang Perempuan Pekerja Migran serta 3) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui UU No. 5 Tahun 1998. 

Selain ketiga Konvensi tersebut diatas, dalam kaitannya dengan bisnis dan HAM, Indonesia seharusnya mengacu pada 3 (tiga) pilar penyelenggaraan standar HAM dalam bisnis. Yaitu: Pertama, pilar pelindungan atau tanggung jawab negara untuk memastikan penikmatan hak asasi manusia dalam pelaksanaan usaha. Kedua, pilar penghormatan yaitu kewajiban perusahaan untuk menjunjung tinggi HAM dengan upaya mencegah dan mengurangi risiko pelanggaran HAM di dalam dan akibat pelaksanaan usahanya. Ketiga, pilar pemulihan untuk memastikan akses pemulihan yang efektif bagi korban baik yudisial maupun non-yudisial.

Dengan kerangka perlindungan di atas, Komnas Perempuan berpandangan bahwa :

  1. Pasal  54 ayat (1) huruf a (dan Pasal 57 UU PPMI) merupakan bagian dari kewajiban pemerintah sebagai pemangku kewajiban hak asasi manusia (duty barrier) untuk memastikan keterlibatan pihak swasta sesuai dalam tata kelola migrasi dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.
  2. Pasal 54 Ayat (1) huruf (b) UU PPMI merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam mengatur dan memastikan perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan migrasi tenaga kerja untuk menyediakanmekanisme pemulihan yang efektif bagi pekerja migran yang menjadi korban. Deposito merupakan alternatif jaminan jika P3MI lalai dalam melakukan kewajibannya atau melakukan pelanggaran, sehingga pekerja migran bisa mendapatkan akses pemulihan; dalam hal ini ganti rugi melalui deposito tersebut.
  3. Pemidanaan yang tercantum pada Pasal 82 huruf a dan Pasal 85 huruf a merupakan langkah maju untuk memberikan kepastian hukum dan membuka akses keadilan bagi pekerja migran. Pengaturan ini juga menegaskan upaya menutup celah perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi melalui rekrutmen dan penempatan tenaga kerja.
  4. Pasal pemidanaan dalam UU PPMI merupakan perwujudan berbagai hak konstitusional warga negara dalam hal ini pekerja migran, yang tidak terbatas pada hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layakdalam hubungan kerja, hak atas rasa aman dan untuk bebas dari diskriminasi.

Di akhir Keterangan Ahli, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada Hakim Mahkamah untuk menolak seluruh permohonan, dan menyatakanPasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, dan Pasal 82 huruf a, serta Pasal 85 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI)tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Keterangan Ahli selengkapnya dapat dibaca di tautan https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2020/Keterangan%20Ahli%20Komnas%20Perempuan%20terhadap%20JR%20UU%20PPMI_F%20(1).pdf

 

Kontak Narasumber

Andy Yentriyani

Siti Aminah Tardi

Tiasri Wiandani

Theresia Iswarini

Satyawanti Mashudi

 

Kontak Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)

 

Silahkan mengunduh;

Keterangan Ahli Komnas Perempuan terhadap JR UU PPMI

Pendapat Ahli Komnas Perempuan

 

Sumber Foto:

https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16546&menu=2


Pertanyaan / Komentar: