”Guru sebagai Pilar Bangsa: Menghargai Peran, Menjamin Kesejahteraan, dan Mengakui Kerja Perawatan”
Jakarta, 6 Oktober 2025
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi dedikasi para guru yang menanamkan nilai hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender, toleransi, serta kerja perawatan di ruang pendidikan. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti), terdapat sekitar 3,19 juta guru di Indonesia pada Semester I TA 2024/2025 dengan rincian guru perempuan sebanyak 2.185.396 (72%) dan guru laki-laki sebanyak 834.384 (28%). Data ini menunjukkan besarnya peran guru, khususnya perempuan, dalam menggerakkan dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan jumlah mayoritas perempuan, profesi guru juga mencerminkan ketidaksetaraan gender di dunia kerja. Guru perempuan kerap menghadapi beban ganda—tugas profesional di sekolah dan tanggung jawab domestik di rumah—yang jarang dihitung sebagai kerja produktif. Laporan CATAHU 2024 Komnas Perempuan mencatat bahwa perempuan pekerja di sektor pendidikan, termasuk guru, rentan mengalami diskriminasi berbasis gender, pelecehan seksual, hingga kekerasan dalam relasi kerja. Hal ini mempertegas bahwa perjuangan kesejahteraan guru tidak bisa dilepaskan dari perjuangan melawan kekerasan berbasis gender di ruang pendidikan.
Ironisnya, banyak guru masih berstatus honorer dengan gaji jauh di bawah kebutuhan hidup layak, bahkan di bawah upah harian buruh kasar. Kondisi ini menunjukkan lemahnya perhatian negara terhadap kesejahteraan guru, padahal Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menegaskan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan dan penghidupan yang layak. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menekankan bahwa guru berhak atas penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial.
Devi Rahayu, Komisioner Komnas Perempuan, menegaskan: “Kesejahteraan guru bukan sekadar tuntutan, melainkan kewajiban konstitusional negara. Tanpa guru yang sejahtera, mustahil pendidikan berkualitas dapat terwujud.”
Komnas Perempuan menegaskan bahwa negara harus menunaikan kewajibannya sesuai dengan instrumen internasional, yaitu: pertama, CEDAW Pasal 11 menjamin hak perempuan untuk bekerja dalam kondisi adil, aman, dan setara. Kedua, SDGs Tujuan 4 dan 5 mengaitkan pendidikan berkualitas dengan kesetaraan gender. Ketiga, ILO Convention 190 menegaskan hak pekerja untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Hari Guru Sedunia bukan sekadar seremoni, melainkan momen advokasi global. Komnas Perempuan menegaskan bahwa negara wajib mengakhiri praktik diskriminasi dan pemiskinan struktural terhadap guru, khususnya guru perempuan. Menghormati guru berarti menegakkan HAM, menghargai kerja perawatan, dan menjamin masa depan bangsa. Memperingati hari Guru Sedunia 5 Oktober ini Komnas Perempuan menyerukan kepada pemerintah dan pihak lembaga pendidikan non pemerintah untuk:
Daden Sukendar, Komisioner Komnas Perempuan, menegaskan: “Guru adalah garda terdepan bangsa. Tanpa guru yang dihormati dan disejahterakan, masa depan pendidikan Indonesia akan rapuh.”
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)