”Pengesahan dan Ratifikasi Konvensi International untuk
Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa Merupakan Upaya Negara
Menghapuskan Penyiksaan dan Impunitas Pelaku”
Jakarta, 29 Agustus 2024
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan pentingnya untuk segera mengesahkan dan meratifikasi Konvensi International untuk Pelindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Ratifikasi konvensi ini akan memberikan jalan terang bagi kepastian hukum para korban penghilangan paksa dan keluarganya. Hingga saat ini, penghilangan paksa merupakan satu dari 13 (tiga belas) kasus pelanggaran HAM yang berat yang masih “tersandera” di Kejaksaan Agung. Bila dicermati maka telah lebih dari 3 (tiga) dekade terjadi peristiwa penghilangan paksa terhadap warga negara yang berdampak pada korban dan keluarganya, namun tak kunjung mendapat kepastian hukum dan hak-hak pemulihannya atas dampak tersebut. Oleh karena itu mendesak agar DPR RI segera mempercepat pembahasan RUU dimaksud yang telah tertunda selama 2 (dua) tahun lamanya.
Komnas Perempuan, sebagai lembaga nasional HAM, telah menyampaikan rekomendasi terkait desakan pengesahan tersebut kepada Kantor Staf Presiden, DPR RI, Kementerian Hukum dan HAM pada 2022 hingga 2024 dan pandangan kepada Komisi I DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Juli 2023. Masukan-masukan juga telah disampaikan oleh masyarakat sipil, akademisi maupun ahli, namun hingga kini rancangan undang-undang tersebut tak kunjung disahkan.
“Semakin lama tidak disahkan, ini berarti tidak hanya korban yang tak kunjung mendapat kepastian hukum dan hak-hak pemulihannya, tapi juga semakin mengukuhkan impunitas pelaku karena negara abai terhadap hak-hak konstitusional warganya,” kata Mariana Amirrudin, Wakil Ketua Komnas Perempuan.
Kerentanan korban penghilangan paksa juga muncul pada risiko penyiksaan karena mereka ditempatkan di lokasi yang tidak diketahui. Para korban penghilangan paksa juga berisiko tinggi mengalami risiko penyiksaan atau pelanggaran HAM lainnya, seperti kekerasan seksual atau bahkan pembunuhan.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan Theresia
Iswarini, tahun 2024
merupakan momentum penting bagi Pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan
ratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa karena tahun ini adalah tahun ke-25
pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan.
“Seluruh dampak yang dialami korban dan keluarganya persis sama dengan dampak yang dialami para korban penyiksaan. Mereka kehilangan anggota keluarganya, kesulitan mendapatkan keadilan hukum, tidak mendapatkan pemulihan dan terus mengalami stigma,” ungkap Theresia Iswarini.
Komnas Perempuan menaruh perhatian khusus pada situasi perempuan keluarga korban penghilangan paksa yang juga mengalami dampak spesifik atas peristiwa tersebut, tidak hanya psikologis tapi juga sosial karena peran gendernya. Korban dan keluarganya kerap menghadapi ketidakpastian keberadaan dan nasib anggota kerabatnya yang dihilangkan. Mereka seringkali belum mendapat keadilan karena menunggu kabar yang tak pasti selama bertahun-tahun. Situasi ini akhirnya mempengaruhi kehidupan korban dan keluarganya dan berdampak lebih lanjut pada kualitas hidup baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
Di level global, isu ini juga terus mendapat perhatian dan diperingati sebagai hari Anti Penghilangan Paksa setiap tahunnya pada tanggal 30 Agustus. Pada peringatan tahun 2024 ini, selain mendorong ratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, Komnas Perempuan juga mendesak negara menyelenggarakan pemulihan segera bagi korban dan keluarga penghilangan paksa, khususnya perempuan. Layanan pemulihan tersebut termasuk layanan kesehatan, rehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap korban penghilangan paksa dan anggota keluarganya. Guna mewujudkan hal itu, maka peran serta lebih banyak pihak termasuk media dan masyarakat dibutuhkan untuk bersama mengkampanyekan menentang penghilangan paksa.
“Hal ini
tentunya sebagai bentuk dukungan mencegah keberulangan penghilangan paksa di
Indonesia dan menghapus segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap
perempuan,” pungkas Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan.
Narahubung:
Elsa
Faturahmah (081389371400)