...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat 2025

“25 Tahun  RUU Masyarakat Adat tertunda, Perkuat Agenda Pengakuan dan Perlindungan Hak dan Peran Perempuan Adat dalam RUU Masyarakat Adat”

 

Jakarta, 10 Agustus 2025

 

Peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia yang jatuh setiap 9 Agustus merupakan agenda global masyarakat dunia untuk mengingatkan pentingnya keberadaan, peran, dan hak-hak masyarakat adat yang harus diakui serta dilindungi oleh negara. Konstitusi Indonesia telah memerintahkan perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

“Penundaan pembahasan RUU Masyarakat Adat selama 25 tahun telah berdampak pada semakin kompleks dan berlapisnya persoalan yang dihadapi masyarakat adat, khususnya perempuan adat,” tegas Dahlia Madanih, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

“Berdasarkan data pengaduan Komnas Perempuan tahun 2024, terdapat sedikitnya sembilan (9) kasus yang dilaporkan kelompok perempuan adat terkait konflik agraria, tata ruang, dan sumber daya alam,” sambung Komisioner Yuni Asriyanti.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kasus-kasus ini menunjukkan pola kekerasan yang kerap terjadi dan berlangsung dalam durasi panjang, antara lain perampasan wilayah adat yang berkaitan erat dengan siklus kehidupan dan spiritualitas perempuan adat, beban ganda yang harus ditanggung saat kehilangan sumber penghidupan, termasuk upaya memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi keluarga di tengah konflik, dampak kesehatan serius akibat kerusakan lingkungan dan pencemaran yang ditimbulkan oleh konsesi eksploitasi sumber daya alam, serta kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM (PPHAM) dan masyarakat adat yang memperjuangkan hak ulayatnya.

“Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendesak Pemerintah untuk segera menghentikan praktik perampasan wilayah adat dan kriminalisasi terhadap perempuan adat,” tegas Yuniasri, Komisioner Komnas Perempuan.

Komisioner Chatarina Pancer Istiyani mengungkapkan, bahwa perempuan adat memikul persoalan berlapis akibat kehilangan ruang kelola adatnya, antara lain terampas dari sumber pangan keluarga, kehilangan ruang berkarya sebagai pengrajin tenun atau anyaman, serta terputus dari pengetahuan tradisional seperti pengobatan herbal dan bahan ritual. Alih fungsi wilayah adat tidak hanya memutus rantai ekonomi keluarga, tetapi juga merusak keterhubungan spiritual yang diwariskan turun-temurun.

Chatarina menambahkan, “Perempuan adat bukan hanya penjaga hutan dan sumber pangan, tetapi juga penjaga kehidupan dan kebudayaan bangsa. Mengabaikan hak mereka berarti mengabaikan masa depan kita bersama.”

Menanggapi kompleksitas dan berlapisnya persoalan yang dihadapi perempuan adat tersebut, Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih mendesak percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat, serta memasukkan 15 Agenda Pengakuan dan Perlindungan Perempuan Adat. Agenda tersebut antara lain: menghentikan perampasan tanah dan kriminalisasi, memulihkan hak perempuan adat melalui keadilan ekologis dan gender, melindungi warisan budaya, serta memastikan pemenuhan kewajiban negara sesuai konstitusi dan standar HAM internasional, termasuk Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).

 

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)


Pertanyaan / Komentar: