Jakarta, 5 Desember 2025
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menghadiri Sidang ke-41 Komite Pekerja Migran (Committee on Migrant Workers/CMW) Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berlangsung pada 1–11 Desember 2025 di Palais Wilson, Jenewa. Kehadiran Komnas Perempuan merupakan bagian dari tugas Lembaga HAM nasional (LNHAM) untuk memantau, mendokumentasikan, dan menyampaikan situasi hak asasi perempuan pekerja migran Indonesia, termasuk temuan-temuan terkait kekerasan, diskriminasi, perdagangan orang, serta hambatan akses keadilan di seluruh siklus migrasi.
Sebelumnya Komnas Perempuan telah mengirimkan laporan tertulis kepada Komite CMW yang disusun berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, pengaduan kasus dan konsultasi bersama organisasi pekerja migran dan organisasi masyarakat sipil lainnya di tingkat nasional dan sejumlah wilayah di Indonesia. Dalam proses penyusunan laporan ini Komnas Perempuan juga melakukan konsultasi dengan Pemerintah.
Dalam sesi public meeting CMW, delegasi Komnas Perempuan diberikan waktu untuk menyampaikan poin-poin penting laporan independen mengenai implementasi Konvensi Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (ICRMW) secara lisan (oral intervention) kepada Komite CMW.
Sondang Frishka, Komisioner Komnas Perempuan selaku Ketua Subkomisi Advokasi Internasional, mengawali penyampaian oral intervention dengan memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan upaya-upaya perlindungan terhadap perempuan pekerja migran (PPMI), termasuk pengesahan UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pengembangan SOP layanan untuk pekerja migran di Perwakilan RI di luar negeri, dan upaya-upaya yang telah menyelamatkan pekerja migran dari hukuman mati.
Komisioner Yuni Asriyanti melanjutkan dengan memberikan penekanan khusus pada berbagai bentuk kerentanan yang dialami PPMI sepanjang siklus migrasi, diantaranya terkait dengan 1.368 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja migran, kesenjangan regulasi perlindungan, praktik penempatan dan pengawasan agen yang tidak memadai, situasi perlindungan di negara tujuan, termasuk akses keadilan dan pemulihan, serta isu-isu krusial seperti perdagangan orang, kekerasan berbasis gender, kriminalisasi korban, hingga perlindungan anak migran yang kerap terabaikan.
Komisioner Rr. Sri Agustini menyampaikan bahwa dalam oral intervention tersebut Komnas Perempuan menegaskan kembali sejumlah rekomendasi yang sebelumnya juga sudah disampaikan dalam laporan tertulis antara lain pentingnya memperkuat perlindungan perempuan pekerja migran dalam konteks global yang semakin kompleks, termasuk penguatan pencegahan eksploitasi dan kekerasan, pengawasan terhadap agen penempatan, layanan konsuler, perlindungan dari hukuman mati, serta pemenuhan hak-hak dasar perempuan migran dan keluarganya. Kehadiran ini juga menjadi kesempatan untuk mendorong Pemerintah memenuhi kewajiban-kewajiban internasional dan memastikan kebijakan migrasi yang responsif gender dan berbasis HAM, diantaranya:
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)
