Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Internasional Menentang Hukuman Mati 2025

today6 jam yang lalu
13
Okt-2025
58
0

Langkah Kemanusiaan untuk Mengakhiri Hukuman Mati

10 Oktober 2025

Pada peringatan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali menegaskan bahwa hukuman mati merupakan bentuk penghukuman yang bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan hak asasi manusia yang paling mendasar dan absolut bagi manusia yaitu hak hidup.  Di Indonesia, hak untuk hidup sendiri dijamin oleh UUD NRI 1945 dan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan The United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (biasa disebut dengan CAT) melalui UU No. 5 Tahun 1998 yang menegaskan tentang hak hidup dan pengakuan atas hak untuk bebas dari penyiksaan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights).

“Hak untuk hidup adalah conditio sine qua non bagi pemenuhan seluruh hak asasi manusia lainnya. Negara tidak boleh menjadi pihak yang mengambil kehidupan seseorang atas nama hukum,” tegas Sondang Frishka, Komisioner dan Ketua Tim Advokasi Internasional Komnas Perempuan. 

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 yang akan berlaku tahun depan, pidana mati tidak lagi menjadi pidana pokok. Implementasi perubahan ini perlu segera dilakukan, termasuk melalui penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komutasi Pidana Mati yang harus memperhatikan kerentanan perempuan dan kelompok rentan. Hak untuk hidup adalah hak konstitusional yang dijamin UUD 1945 dan berbagai instrumen HAM internasional seperti Deklarasi Universal HAM  dan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, yang menegaskan kewajiban negara melindungi hak hidup tanpa diskriminasi. Sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB 62/149 tahun 2007, Komnas Perempuan menyerukan moratorium hukuman mati sebagai langkah menuju penghapusannya sepenuhnya. 

Merujuk pada data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) per Oktober 2024 mencatat terdapat sekitar 400 terpidana mati di Indonesia, 11 orang diantaranya adalah perempuan. Sementara itu, data Direktorat Pelindungan WNI mengungkapkan statistik kasus hukuman mati yang masih berjalan (on-going cases) yaitu 157 orang terdiri dari 111 kasus narkoba dan 46 kasus pembunuhan. Hasil pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa masa penantian eksekusi atau death row phenomenon menimbulkan penderitaan psikologis yang mendalam bagi perempuan terpidana mati. Para penyintas menggambarkan penantian panjang, ketidakpastian, serta kehilangan sosial dan emosional sebagai bentuk perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi (ill-treatment), yang memenuhi unsur penyiksaan sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT).

Berdasarkan data Amnesty International, pada akhir 2024 setidaknya 113 negara telah menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan, 9 negara menghapusnya, dan 23 negara tidak lagi melaksanakan hukuman mati dalam praktiknya. Sementara itu, 54 negara di dunia masih mempertahankan penerapan hukuman mati.

“Berdasarkan hasil Pemantauan Komnas Perempuan terhadap pidana mati perempuan tahun 2024, dampak pelaksanaan hukuman mati merupakan penyiksaan yang tidak hanya dirasakan oleh terpidana mati, tetapi juga keluarga dan pihak-pihak yang ada di sekitar terpidana mati. Stigma, diskriminasi, penderitaan dan kesedihan, serta ketakutan dialami oleh keluarga dari perempuan terpidana mati," tambah Komisioner Rr. Sri Agustini.

Sebagai bagian integral dari perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, jaminan perubahan hukuman atau komutasi pada kategori pidana mati tidak dapat dikecualikan. “Komutasi adalah bentuk nyata dari penghormatan negara terhadap kehidupan dan martabat manusia. Ini merupakan langkah konkret untuk mengoreksi ketidakadilan struktural, terutama bagi perempuan dan kelompok rentan.” jelas Komisioner Sondang Frishka.

Dari temuan dan komitmen tersebut, pada peringatan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati 2025, Komnas Perempuan menyerukan:

  1. Pemerintah dan DPR RI untuk menghapus pidana mati dari sistem hukum nasional, serta mengadopsi kebijakan komutasi dalam KUHP dan RUU Narkotika.

  2. Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM untuk meningkatkan perlindungan hukum dan bantuan psikososial bagi perempuan pekerja migran Indonesia yang berhadapan dengan ancaman hukuman mati di luar negeri.

  3. Masyarakat sipil dan media massa untuk memperkuat kesadaran publik bahwa penghapusan hukuman mati adalah bagian dari perjuangan kemanusiaan dan keadilan gender.

“Peringatan ini bukan sekadar ajakan moral, tetapi panggilan nurani bagi negara untuk menghentikan praktik penghukuman yang melanggar martabat manusia, dan menegakkan keadilan yang berpusat pada pemulihan, bukan kematian.” tutup Maria Ulfah Anshor, Ketua Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa penghapusan hukuman mati merupakan komitmen moral bangsa terhadap kemanusiaan dan kesetaraan gender. Peringatan ini menjadi pengingat bahwa keadilan sejati hanya dapat terwujud ketika negara menghentikan praktik penghukuman yang merendahkan martabat manusia, serta memberikan ruang bagi pemulihan, bukan kematian.

 

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan