“Gerak Bersama
untuk Menguatkan Kesehatan Perempuan”
Jakarta, 12
November 2024
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) berpandangan bahwa Negara penting melakukan upaya
sistematis untuk menguatkan kesehatan perempuan sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Hal ini sesuai mandat UUD NRI pasal 28 H (1) yaitu untuk hidup sejahtera lahir dan batin,
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta untuk memperoleh
pelayanan kesehatan serta Pasal 34 ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara bertanggung
jawab atas penyediaan pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak. CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan) juga menekankan pentingnya hak kesehatan perempuan dan upaya
pemenuhannya oleh Negara. Hak atas kesehatan mencakup antara lain hak untuk
mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak.
“Akan tetapi kondisi saat ini belum
memperlihatkan pemenuhan hak atas kesehatan yang optimal, seperti masih
terbatasnya akses dan layanan kesehatan secara umum, dan layanan kesehatan yang
diperuntukkan khusus bagi perempuan,” kata Retty Ratnawati, Komisioner Komnas
Perempuan.
Hal ini terindikasi dari masih
tingginya angka kematian ibu (2022) yaitu 207 per 100.000 kelahiran hidup yang
menunjukkan bahwa derajat kesehatan yang setinggi-tingginya belum bisa
dinikmati oleh perempuan di Indonesia. Angka kekerasan terhadap perempuan yang
berdampak pada kesehatan perempuan juga tinggi. Berdasarkan catatan tahunan
Komnas Perempuan, 24.529 kasus kekerasan seksual terjadi sepanjang tahun 2018
hingga 2023. Diantara kasus tersebut, 23% atau sebesar 5.654 kasus merupakan
kasus perkosaan. Kondisi ini diperberat dengan adanya kekerasan di ruang
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis. Pada Catahu 2022, terdapat
pengaduan secara langsung ke terjadinya kekerasan yang berasal dari 6 (enam)
ruang layanan medis dengan pelaku kekerasan adalah 4 (empat) orang dokter. Dampak
lain juga muncul pada kesehatan jiwa perempuan. Sebagai contoh, hasil
pemantauan Komnas Perempuan (2021) di RSJ Abepura menemukan sekitar 50%
perempuan yang dirawat di RSJ adalah korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).
Sayangnya, layanan kesehatan perempuan
masih menghadapi tantangan terkait akses dan sarana prasarananya. Jumlah Unit
Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) misalnya
hingga Juni 2024 adalah 333 unit dari 514 kabupaten/kota. Jumlah ini
belum diiringi dengan ketersediaan tenaga profesional seperti konselor,
psikolog klinis, pekerja sosial dan pendamping hukum. Sementara pada isu
kesehatan jiwa, Kementerian Kesehatan (2022) menyatakan bahwa fasilitas layanan
kesehatan jiwa di Indonesia masih belum merata. Hanya sekitar 50% dari 10.321
Puskesmas di Indonesia yang mampu memberikan layanan kesehatan jiwa, sementara
hanya 40% rumah sakit umum memiliki fasilitas pelayanan jiwa. Terdapat sekitar
1.053 psikiater di Indonesia, yang berarti satu psikiater melayani sekitar 250.000 penduduk. Ini jauh
di bawah standar WHO yang merekomendasikan rasio 1 psikiater untuk setiap
30.000 penduduk.
Kondisi demografi Indonesia yang luas
dan berbentuk kepulauan juga memberikan persoalan tersendiri. Hingga kini
layanan kesehatan di wilayah daratan belum optimal apalagi di daerah kepulauan,
wilayah terpencil dan tertinggal lainnya.
“Daerah-daerah ini menghadapi
tantangan-tantangan yang lebih berat lagi dalam hal sarana, prasarana, sumber
daya manusia dan kondisi alam yang ekstrem serta sulit dikendalikan. Akibatnya pemenuhan
akses dan layanan kesehatan, terutama bagi perempuan makin terjauhkan karena
jarak yang jauh atau melalui transportasi
air menuju ke pusat layanan kesehatan,” kata Theresia Iswarini,
Komisioner Komnas Perempuan.
Menurut Iswarini, jauhnya akses dan
layanan kesehatan ini berdampak lebih lanjut bagi perempuan korban kekerasan
berupa pemiskinan struktural.
Kondisi ini sesungguhnya telah
diingatkan oleh Pelapor Khusus Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak atas
Kesehatan kepada Indonesia, Dainius Puras (Seri Dokumen Kunci Komnas Perempuan:
2019). Pelapor Khusus merekomendasikan kepada Negara Pihak agar: (1) kebijakan,
program, dan layanan kesehatan didasarkan pada pendekatan berbasis hak asasi
manusia, dengan penekanan kuat pada prinsip-prinsip kesetaraan,
non-diskriminasi, transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas; (2) menangani
angka kematian ibu dan anak di bawah usia 5 tahun (balita), antara lain dengan
merujuk pada Strategi Global dari WHO untuk kesehatan perempuan, anak-anak dan
remaja (2016–2030); (3) menghormati, melindungi dan memenuhi hak kesehatan
perempuan dan anak perempuan dengan menghilangkan hambatan terhadap hak-hak
kesehatan seksual dan reproduksi mereka, mengakhiri kriminalisasi aborsi,
memastikan akses ke layanan aborsi, dan memberikan informasi, layanan, dan
produk kesehatan seksual dan reproduksi, khususnya pendidikan seksual yang
komprehensif, sensitif terhadap usia dan inklusif di sekolah menengah; dan (4)
memastikan perlindungan komprehensif bagi perempuan terhadap semua bentuk
kekerasan berbasis gender dengan menangani, tanpa penundaan, celah yang ada di
dalam undang-undang dan dalam praktik, untuk memastikan kesetaraan substantif
dan kemampuan perempuan menikmati hak atas kesehatan dan hak terkait.
Dalam rangka memperingati Hari
Kesehatan Nasional tahun 2024 yang bertema “Gerak bersama Sehat Bersama” ini,
Komnas Perempuan merasa penting untuk
memaknainya sebagai suatu gerak bersama dalam memenuhi akses layanan kesehatan
bagi semua termasuk perempuan terutama perempuan korban kekerasan berbasis
gender. Gerak bersama ini juga mengingatkan agar perhatian diberikan pada
wilayah kepulauan maupun tertinggal, terdepan dan terluar (3T) Juga mendorong
negara memenuhi hak atas kesehatan bagi perempuan secara berkualitas dan
komprehensif.
“Hal ini sebagaimana Rekomendasi Umum
CEDAW Nomor 24 yang menyatakan bahwa perempuan berhak mendapatkan layanan dan
akses kesehatan ini pada seluruh siklus hidupnya, mendapatkan layanan promosi,
dan mengeliminasi semua diskriminasi
untuk mendapatkan standar kesehatan yang tinggi,” pungkas Satyawanti
Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan.
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)