...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Lanjut Usia Nasional 29 Mei 2024

“Cegah Diskriminasi  dan Kekerasan Berlapis terhadap Perempuan Lansia”

 

Jakarta, 31 Mei 2024

 

Faktor usia lanjut membuat seseorang memerlukan penyikapan tertentu dari keluarga, masyarakat maupun negara terutama karena kondisi fisiknya  mulai menurun. Secara khusus perempuan lansia yang karena  gendernya dan kondisi lanjut usia (lansia) memiliki kerentanan berlapis. Karenanya, dalam rangka peringatan Hari Lansia Nasional 2024, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak seluruh pihak untuk turut mencegah diskriminsi dan kekerasan berlapis terhadap perempuan lansia. Ajakan ini juga mengingatkan bahwa pelindungan, pemenuhan serta pemajuan hak-hak lansia, termasuk dalam kondisi bencana alam akibat  perubahan iklim dan konflik sosial bersenjata, adalah bagian dari hak-hak asasi manusia.


Tanggal 29 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai hari lanjut usia 2024 sebagai bentuk apresiasi dan pengakuan akan peran stratergis lansia dalam keluarga, masyarakat maupun negara disertai penghormatan akan hak-hak asasinya. Hal ini mengingat kontribusi dari perempuan lansia sejak ia muda dalam keberlangsungan kehidupan, termasuk mewariskan pengetahuan maupun tradisi budaya dan agama kepada generasi selanjutnya, juga peran-peran produktif dan reproduktif.


Pemerintah menetapkan tema Hari Lansia Nasional tahun 2024 bertajuk “Lansia Terawat, Negara Bermartabat”. Pada 2023, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah lansia mencapai 22,6 juta jiwa atau 11,75% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan jenis kelaminnya, 52,28% lansia merupakan perempuan, yang lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki yang sebesar 47,72%. Besarnya proporsi lansia perempuan daripada lansia laki-laki ini menunjukkan bahwa angka harapan hidup perempuan yang lebih tinggi. 


Komisioner Retty Ratnawati menyampaikan bahwa sebagai manusia, lansia mengalami ageism yaitu stereotipe negatif atau positif, prasangka dan/atau diskriminasi terhadap orang tua berdasarkan usia kronologis mereka. Atas dasar persepsi mereka sebagai "tua" "renta” atau “uzur”, lansia dianggap tidak lagi produktif.  Apalagi ketika mereka mengalami persoalan kesehatan. 

 

“Stereotipe negatif terhadap perempuan lansia kemudian berkontribusi pada pengucilan sosial yang minimbulkan perasaan kesepian di antara perempuan lansia,” terangnya. 

 

Lebih lanjut Retty menjelaskan bahwa lansia kerap distereotipekan dengan pelupa atau pikun yang sebenarnya merupakan salah satu gejala dari demensia. Demensia merupakan penyakit degeneratif yang bisa disebabkan oleh antara lain penyakit Alzeihmer, Parkinson atau diabetes melitus yang tidak terkontrol. Kalau disebabkan karena ada mikrotrombus atau semacam sumbatan di pembuluh darah kecil yang ada di otak, maka sumbatan ini mempengaruhi kemampuan mengingat yang bisa ditanggulangi dengan pemberian obat jenis trombolitik setelah di diagnose tepat dengan menggunakan MRI  (Magnetic Resonance Imaging), ataupun ditambahkan terapi pelengkap lainnya bila diperlukan. 

 

“Kondisi ini menunjukkan urgensi layanan khusus kesehatan lansia,” tegasnya.

 

Sementara itu, Komisioner Rainy M Hutabarat mengungkapkan bahwa perempuan lansia juga rentan mengalami kekerasan. Dalam rentang tahun 2022 dan 2023, Komnas Perempuan mencatat 191 kasus kekerasan terhadap perempuan lansia, 158 di ranah personal, 30 di ranah publik, dan 3 lainnya di ranah negara. 


“Perempuan lansia yang hidup sendiri di perkotaan maupun pedesaan membutuhkan perlindungan khusus dari pemerintah. Komnas Perempuan mencatat kasus perempuan lansia yang wafat karena sakit seusai dirampok dan diperkosa  oleh lima laki-laki kota Sorong di rumah yang ia diami sendirian. Kasus ini dapat disebut femisida yang menunjukkan perempuan lansia yang hidup sendiri dan jauh dari keluarga memiliki kerentanan lebih berlapis dan membutuhkan perlindungan khusus dari pemerintah setempat dan komunitasnya untuk mencegah tindak kekerasan seksual, kriminalitas lainnya maupun mengakhiri hidupnya. Komnas Perempuan mengingatkan, kekerasan seksual terjadi pada semua usia dan kondisi baik geografis seperti kepulauan, wilayah terpencil dan tertinggal maupun konteks bencana dan konflik sosial bersenjata.”


Komisioner Siti Aminah Tardi menyampaikan bahwa kekerasan berbasis usia dan gender dapat mengakibatkan memburuknya kondisi kesehatan lansia. Lansia miskin akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan makanan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya karena keterbatasan sumber daya yang dimilikinya. Kondisi ini akan diperburuk ketika terjadi bencana baik bencana alam maupun krisis iklim. Komnas Perempuan telah melakukan kajian penganggaran dalam konteks penanganan bencana, dan memberikan saran agar kebijakan pengalokasian anggaran bencana mengadopsi prinsip perlindungan perempuan dan kelompok rentan, termasuk terhadap lansia.


“Pada saat bencana, lansia dengan keterbatasan fisiknya mengalami hambatan untuk menyelamatkan diri, demikian pula kondisi di pengungsian dapat memperburuk kondisi Kesehatan lansia,” ungkap Komisioner Siti Aminah. Untuk itu Komnas Perempuan merekomendasikan kepada Pemerintah memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus lansia dengan memastikan kemudahan akses lansia terhadap bantuan dan membantu proses pemulihan baik fisik maupun psikisnya. 


“Sistem pilah data berdasarkan gender, disabilitas dan usia akan sangat membantu penanganan kelompok rentan,” pungkasnya.

 

Narahubung: Elsa Faturahmah (+62 813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: