...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Pemasyarakatan

TINGKATKAN PERAN PEMBINAAN LEMBAGA PERMASYARAKATAN

 DENGAN PENDEKATAN SENSITIF GENDER DAN RAMAH PEREMPUAN SERTA ANAK”

 

Jakarta, 27 April 2023

 

           

Kondisi lembaga pemasyarakatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penegakan hak asasi manusia dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan peran pembinaan Lembaga Pemasyarakatan dengan pendekatan sensitif gender serta ramah pada perempuan dan anak. Pesan ini disampaikan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam peringatan Hari Pemasyarakatan, 27 April 2023.

 

Dalam sistem peradilan pidana terpadu, penanganan kekerasan terhadap perempuan (SPPT-PKKTP), keberhasilan penegakan hukum juga ditentukan oleh pola pembinaan yang dilakukan di dalam lembaga permasyarakatan, khususnya dalam memastikan pertanggungjawaban pelaku dan mencegah keberulangan. “Dalam konteks kekerasan terhadap perempuan, lembaga permasyarakatan memegang peranan penting untuk mengubah cara pandang  terpidana laki-laki dari relasi gender yang tidak adil dan cara perilaku dengan kekerasan menjadi membangun relasi gender yang lebih adil dan tidak menggunakan kekerasan." Dengan begitu, ketika terpidana menyelesaikan hukumannya, ia menjadi manusia baru, menaati norma sosial dan hukum, juga tidak lagi melakukan kekerasan terhadap perempuan,” jelas Komisioner Siti Aminah Tardi. Karenanya, perspektif gender perlu menjadi bagian proses pembinaan untuk terpidana kasus kekerasan seksual, perdagangan orang dan KDRT.

 

Hari Permasyarakatan Indonesia telah diperingati sejak 1964 dan dicanangkan sebagai perubahan sistem pembinaan narapidana berdasar sistem pemasyarakatan. Salah satu simbolnya adalah dengan mengubah istilah pemenjaraan menjadi permasyarakatan dan mengelaborasi tujuan pemasyarakatan untuk mencapai reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) melalui berbagai pembinaan khusus seperti keterampilan, pembentukan akhlak dan penguatan mental.  Upaya terus memperbaiki lembaga permasyarakatan terus dilakukan, di antaranya dengan merevisi undang-undang. Pada 2022, telah diundangkan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

 

Bagian penting dari upaya perbaikan kondisi Lembaga pemasyarakatan adalah mencegah terjadinya tindak penyiksaan atas dasar apa pun, sebagaimana menjadi amanat konstitusi dan secara khusus UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan, Penghukuman atau Perlakuan yang Kejam atau Tidak Manusiawi Lainnya. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah kondisi overcrowding atau kondisi tinggal yang berdesakan. Berdasarkan data Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjenpas Kemnhukham), sebagaimana dikutip dari hukumonline.com, pada 19 September 2022 terdapat 276.172 WBP atau kelebihan 109% dari kelayakan fasilitas penampungan. Sebanyak 13.615 adalah perempuan WBP dan di sejumlah daerah mereka tinggal berdesak-desakan.  

 

Dalam konteks pemajuan hak asasi manusia, Lembaga Pemasyarakatan juga perlu mengenali dan memenuhi kebutuhan khusus dari WBP, antara lain pada anak, anak binaan, perempuan dalam fungsi reproduksi, pengidap penyakit kronis, penyandang disabilitas dan lanjut usia. Secara khusus warga binaan perempuan memerlukan perhatian khusus ketika menjalani fungsi reproduksi dan perawatan anak. Karenanya, Komnas Perempuan mengapresiasi posisi UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan untuk memberikan kesempatan bagi anak untuk tinggal bersama ibu yang berstatus warga binaan sejak lahir hingga berusia 3 (tiga) tahun. Sebelumnya, mereka hanya sampai tinggal bersama sampai anak berusia 2 tahun. “Dengan jaminan ini berarti negara perlu menyediakan anggaran, sarana dan prasarana di lembaga pemasyarakatan untuk memastikan akomodasi yang layak dan ruang yang ramah terhadap perempuan dan anak, meningkatkan layanan kesehatan reproduksi dan mengupayakan pemenuhan hak anak untuk tumbuh kembang, termasuk dengan memberikan makanan tambahan sesuai petunjuk dokter atau ahli gizi “ ujar Komisioner Maria Ulfa Ashor.

 

Selain dalam pembinaan perlu mengubah cara pandang tentang relasi gender, memberikan afirmasi bagi perempuan dan anak, Komnas Perempuan juga mengingatkan pentingnya jaminan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok rentan yang ada dalam UU Permasyarakatan. “Negara perlu memberikan perhatian untuk menghadirkan sarana, prasarana dan ketersediaan obat untuk penyandang disabilitas intelektual, termasuk anak dari tahanan atau anak dari narapidana perempuan yang merupakan anak yang berkebutuhan khusus. Anak dapat ditempatkan pada unit layanan disabilitas. Artinya, lembaga permasyarakatan dapat memberikan layanan sesuai kebutuhan dan kekhasan warga binaannya, “pungkas Komisioner Rainy  Hutabarat.  Ia juga mengingatkan bahwa membangun lembaga permasyarakatan menjadi tugas bersama semua komponen bangsa, untuk mengembalikan fungsi-fungsi kemanusiaan seseorang.

 

Narahubung: 0813-8937-1400


Pertanyaan / Komentar: