Siaran Pers Komnas Perempuan
Memperingati Hari Pengungsi Sedunia
Penting Integrasi Perspektif Keadilan Gender dan Penggunaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Penanganan Pengungsi Luar dan Dalam Negeri
Jakarta, 20 Juni 2023
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pentingnya integrasi perspektif keadilan gender sejak perencanaan, pelaksanaan maupun dalam pengawasan pengungsi baik yang berasal dari luar negeri maupun di dalam negeri. Selain itu penggunaan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga penting dipertimbangkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual di pengungsian. Hal ini disampaikan Komnas Perempuan dalam memperingati hari Pengungsi Sedunia, di Jakarta, 20 Juni 2023.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, perspektif korban berbasis gender dan implementasi UU TPKS penting digunakan karena jumlah perempuan dan anak-anak pengungsi cukup banyak dan mereka mengalami kekerasan berbasis gender (KBG), termasuk kekerasan seksual, saat berada di negara asal, dalam perjalanan mengungsi, saat tiba dan saat berada di rumah pengungsian.
“Berdasarkan data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), per September 2021, jumlah pengungsi yang terdaftar di Indonesia mencapai 13.273 orang. Dari jumlah tersebut, 73% adalah orang dewasa dan 26% nya adalah perempuan dan 27% adalah anak-anak dengan pengungsi terbanyak berasal dari Afganistan. Sementara di dalam negeri, berdasarkan data lembaga Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC), Indonesia masuk dalam sepuluh negara dengan jumlah pengungsi internal terbanyak di dunia. Selama 2010-2021, jumlah pengungsi internal meningkat hingga enam kali lipat,” jelas Theresia.
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menyoroti kerentanan perempuan dan anak pengungsi luar dan dalam negeri yang kerap mengalami pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perkawinan usia anak, kehamilan yang tidak dinginkan, dan masalah gangguan psikologis lainnya akibat kekerasan seksual yang dialami.
“Sebagai wujud tanggung jawab negara, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden No.125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Pasal 27 Perpres tersebut mengatur pengungsi dengan kebutuhan khusus yakni sakit, hamil, penyandang disabilitas, anak dan lansia mendapatkan penanganan khusus sesuai kebutuhan. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak dalam Pasal 7 mengatur tentang perlindungan khusus anak juga dilakukan kepada anak dalam situasi darurat (bencana/konflik),” imbuh Alimatul.
Terkait dengan pengungsi dari luar negeri, Satuan Tugas Pengungsi dari Luar Negeri yang dikoordinasi oleh Menkopolhukam telah dibentuk. Sementara di level lokal, Satgas Pengungsi Luar Negeri dikoordinasikan oleh Kesbangpol dan diketuai oleh Dinas Sosial.
Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, menyampaikan, "Hingga saat ini Satgas Pengungsi Luar Negeri belum optimal dalam penanganan dan masih mengalami kebingungan di lapangan karena kendala operasional."
Andy menyebutkan, sebagai contoh, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), sebuah organisasi perempuan, menemukan dalam kajian mereka bahwa Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) tidak serta-merta menerima pengungsi penyintas kekerasan berbasis gender dari luar negeri, dengan alasan anggaran mereka khusus dialokasikan untuk penyintas Indonesia. Sementara di banyak tempat pengungsian internal, banyak kasus kekerasan seksual belum menggunakan UU TPKS sebagai alas hukumnya.
“UU TPKS ini penting disosialisasikan di tempat-tempat pengungsian agar mereka memahami bahwa ada kebijakan perlindungan terkait kekerasan seksual. Upaya sosialisasi ini perlu diinisiasi oleh pemerintah pusat dan daerah terutama instansi yang terkait dengan penanganan pengungsi ini. Diharapkan dengan sosialiasi UU TPKS ini upaya pelindungan korban kekerasan seksual semakin kuat dan sinergis,” pungkas Andy.
Narahubung: 0813-8937-1400