Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Perdamaian Internasional 2025 dan Menyikapi Kehadiran Presiden RI ke-8 pada Sidang Majelis Umum PBB Sesi ke-80

today6 jam yang lalu
22
Sep-2025
67
0

"Stop Genosida: Keadilan dan Perdamaian di Palestina, Afghanistan, dan Dunia"

Jakarta, 22 September 2025

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut Hari Perdamaian Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 September sebagai momentum untuk meneguhkan kembali komitmen bersama menciptakan dunia yang damai, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tahun ini, tema “Bertindak sekarang untuk dunia yang damai” (Act now for a peaceful world) menjadi sangat relevan dengan tantangan yang dunia hadapi. Bagi Komnas Perempuan perdamaian tidak akan tercapai tanpa keadilan. Perdamaian hanya akan tercapai dengan menghapus diskriminasi, kekerasan, dan penyingkiran terhadap kelompok rentan, terutama perempuan dan anak perempuan yang selalu menjadi korban paling terdampak dalam situasi konflik. Mereka mengalami kekerasan berbasis gender berlapis yang mencakup kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi yang meninggalkan jejak panjang bagi kehidupan dan martabat kemanusiaan.

Hari Perdamaian Dunia mengingatkan kita pada atas tragedi kemanusiaan yang masih terus berlangsung di berbagai belahan dunia, di Gaza Palestina, Sudan, Republik Demokratik Kongo, Afghanistan, Myanmar dan berbagai wilayah lainnya. Pada 16 September 2025, Komite PBB mengeluarkan laporan yang menegaskan bahwa kondisi di Gaza telah memenuhi unsur genocide. Fakta ini memperkuat urgensi penghentian kekerasan dan mendorong gencatan senjata segera (immediate ceasefire). Data yang dirilis Gaza’s Ministry of Healthmencatat bahwa sejak 7 Oktober 2023 hingga September 2025, sedikitnya 64.871 orang tewas dan 164.610 orang terluka, dengan perempuan dan anak-anak menjadi kelompok korban terbesar. Sejak Mei hingga Agustus 2025 saja, 1.760 warga Palestina dilaporkan tewas ketika berusaha mengakses bantuan kemanusiaan.

“Perempuan dan anak perempuan Palestina adalah kelompok yang paling rentan terdampak, mulai dari kehilangan anggota keluarga, pengungsian massal, hingga kekerasan seksual berbasis konflik,” tegas Sondang Frishka selaku Komisioner.

Komnas Perempuan memandang bahwa laporan tersebut harus ditindaklanjuti secara serius oleh komunitas internasional, termasuk Indonesia. Komnas Perempuan mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk secara tegas menyampaikan sikap Indonesia terhadap tindak lanjut laporan genosida di Gaza dalam pidatonya pada General Debate Sidang Majelis Umum PBB ke-80.

“Komnas Perempuan mendesak Pemerintah Indonesia dan komunitas internasional untuk meningkatkan upaya diplomasi perdamaian, mendorong penghentian genosida, memastikan akses kemanusiaan, dan menegakkan akuntabilitas terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Palestina,” sambung Komisioner Rr. Sri Agustini

Selain Palestina, Komnas Perempuan menyoroti situasi di Afghanistan, di mana kebijakan diskriminatif rezim yang berkuasa semakin membatasi hak-hak perempuan. UNESCO mencatat bahwa sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, setidaknya 1,4 juta perempuan kehilangan akses ke sekolah menengah, menjadikan Afghanistan satu-satunya negara di dunia yang melarang pendidikan bagi anak perempuan. Laporan ILO juga menyebutkan bahwa partisipasi perempuan dalam dunia kerja menurun drastis hingga 25% sejak 2021 akibat larangan bekerja dan akses pendidikan yang ditutup.

Situasi Afghanistan juga menunjukkan bahwa perdamaian tidak hanya berarti ketiadaan perang, tetapi juga memastikan hadirnya keadilan dan kesetaraan.

“Perdamaian bukan hanya soal penghentian konflik bersenjata, tetapi mensyaratkan keadilan yang artinya tentang terjaminnya hak-hak dasar dan partisipasi penuh perempuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik,” tegas Komisioner Yuni Asriyanti.

Dalam lingkup regional, serangan militer bernuansa genosida terhadap etnis Rohingya juga menimbulkan residu konflik berupa munculnya gelombang pengungsi luar negeri ke berbagai wilayah, salah satunya Indonesia. Ketidaksesuaian standar penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia dengan standar global menyebabkan berbagai masalah di dalam negeri seperti hate speech dan rasisme terhadap etnis Rohingya.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa perdamaian internasional harus berlandaskan pada penghentian segala bentuk kekerasan, termasuk genosida dan diskriminasi berbasis gender. Negara wajib memastikan perlindungan bagi perempuan dan anak perempuan di wilayah konflik, sejalan dengan prinsip Women, Peace, and Security yang diakui dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1325.

“Perempuan adalah penjaga perdamaian. Mengabaikan hak-hak perempuan di Palestina, Afghanistan, maupun di berbagai belahan dunia, berarti mengabaikan masa depan perdamaian yang berkelanjutan,” tegas Ketua Tim Advokasi Internasional Sondang Frishka.

Komnas Perempuan menyambut baik kehadiran Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto pada Sidang Majelis Umum PBB Sesi ke-80 di New York yang bertemakan “Better Together, 80 Years More for Peace, Development and Human Rights. Kehadiran Presiden dalam forum tersebut diharapkan dapat mendorong komitmen global untuk mengakhiri perang, diskriminasi, dan genosida, serta membangun tatanan dunia yang berkeadilan, setara, dan damai bagi seluruh umat manusia.

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan