...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Sumpah Pemuda Merawat Kebangsaan, Merayakan Keberagaman Mengenalkan Penutup Kepala Perempuan Nusantara (Jakarta, 29 Oktober 2021)

Siaran Pers Komnas Perempuan

 

Memperingati Hari Sumpah Pemuda Merawat Kebangsaan, Merayakan Keberagaman Mengenalkan Penutup Kepala Perempuan Nusantara

 

Jakarta, 29 Oktober 2021

 

Komnas Perempuan pada 28 Oktober 2021 menyelenggarakan Festival Penutup Kepala Perempuan Nusantara, yang bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda sebagai bentuk peran Komnas Perempuan mendorong segenap elemen bangsa untuk tetap merawat cita-cita kebangsaan yang dicetuskan oleh pemuda dan pemudi Indonesia dengan ragam latar belakang suku, etnisitas, bahasa, dan agama. Sumpah Pemuda menjadi refleksi bangsa untuk tetap merawat keberagaman sebagai jatidiri bangsa,  kokoh dalam membangun persatuan dan persaudaraan untuk kemajuan dan cita-cita bangsa. Sumpah Pemuda juga merupakan bagian dari kontribusi kelompok perempuan pada masanya, yang kemudian terus menggulirkan lahirnya Kongres Perempuan Indonesia pada bulan Desember 1928, untuk terus berkontribusi pada perjuangan kebangsaan.  

Spirit 93 Tahun Sumpah Pemuda terus menyala, sebagaimana Komnas Perempuan mengajak segenap elemen bangsa, terutama aparatur negara, para tokoh masyarakat dan generasi muda untuk kembali menggali, mengenali identitas kekayaan dan keragaman budaya bangsa melalui ragam busana, termasuk penutup kepala yang digunakan khususnya oleh Perempuan nusantara.  Indonesia lahir dari embrio keragaman yang dimilki yaitu dengan lebih dari 300 etnis dan 800 bahasa lokal dan dialek, menjadi identitas yang di cerminkan 270 juta jiwa penduduk.

Festival Penutup Kepala Perempuan Nusantara ini digagas oleh Komnas Perempuan sebagai salah satu bentuk kampanye kebhinnekaan sebagai upaya untuk merawat ingatan kolektif bangsa atas pengetahuan masyarakat  pada tradisi dalam menjaga kebhinekaan. Di Indonesia, penutup kepala merupakan khazanah budaya yang ada di nusantara dengan beragam nama dan fungsi, seperti rimpu dari kabupaten Dompu  tengkuluk dari Jambi, bulang simalungun dari Sumatera Utara, tikuluak tanduk dari Sumatera Barat, udeng/destar, turban, dan lainnya. Penutup kepala merupakan simbol dan atribut budaya yang mempunyai landasan filosofis dari daerah/adat yang ada, Sayangnya pengetahuan tentang ini di Indonesia sangat terbatas. Dalam keseharian di masyarakat, perempuan justru lebih banyak memperkenalkan secara tidak langsung ketika melakukan aktivitasnya misalnya saat upacara adat, berladang, berkebun, ke pasar dan lainnya. Penyelenggaraan Festival ini digelar sejak bulan Agustus hingga 28 Oktober, dengan partisipasi publik lebih dari 200 orang dari berbagai daerah di Nusantara.

Merawat karakter kebangsaan, merayakan keberagaman menjadi gerakan yang amat penting, untuk menyatakan bahwa bentuk-bentuk penyeragaman termasuk pewajiban busana berdasarkan ajaran salah satu agama sebagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Sungguh mengkhawatirkan, hal tersebut justru dilakukan oleh negara melalui berbagai kebijakan, dimana negara seharusnya berdiri di atas keragaman dan semua kelompok. Pengaturan kewajiban busana berdasarkan salah satu agama di ruang pendidikan, di pemerintahan, maupun di lembaga-lembaga swasta merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan melalui pembatasan hak berekspresi, dan hak berkeyakinan. Komnas Perempuan mencatat bahwa penyeragaman busana berdasar ajaran salah satu agama yang dilembagakan oleh negara mencerminkan rapuhnya aparatur negara dalam melaksanakan mandat konstitusi dan cita-cita bengsa. Atas nama “lokalitas dan moralitas” penyeragaman busana yang dikeluarkan oleh sejumlah daerah memberikan dampak traumatik panjang bagi banyak perempuan. Perintah “menyesuaikan” diri menjadi dalih bahwa keragaman telah diakomodir. Namun pada praketknya ‘menyesuaikan diri” berarti tunduk pada pengaturan yang mengunggulkan identitas tunggal kelompok “mayoritas”.

Komnas Perempuan sepanjang 2009-2020 mencatat bahwa pihak yang berbeda pandang mengenai aturan tersebut dapat merisikokan diri untuk mengalami diskriminasi dan pengabaian dalam layanan publik, memperoleh sanksi sosial berupa ejekan dan pengucilan, atau sanksi administratif jika bekerja sebagai pegawai, juga kemungkinan kekerasan dan persekusi. Akibatnya, banyak pihak yang berbeda pendapat memilih berdiam diri, tunduk pada aturan tersebut meski tidak sesuai dengan hati nurani. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan sebagai tanda “tidak ada yang berkeberatan” untuk menjustifikasi keberadaan kebijakan diskriminatif itu.

Festival Penutup Kepala Perempuan Nusantara merupakan cermin keragaman identitas perempuan nusantara yang tercipta atas karsa perempuan dalam interaksinya dengan lingkungan,  pada bumi yang dipijak dan langit yang dijunjungnya. Ada banyak makna filosofis dan kearifan yang dirawat para perempuan Nusantara melalui penutup kepala yang sangat beragam. Kita tidak bisa menutup bahwa perempuan dengan keberdayaannya berperan merawat identitas Nusantara dan jatidiri bangsa. Oleh karenanya pemaksaaan satu jenis tutup kepala/busana  berdasarkan ajaran salah satu agama, merupakan bentuk pencerabutan identitas dan pengeroposan jati diri bangsa, dan sebagai bentuk dari kekerasan terhadap perempuan, yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi perempuan sebagaimana telah diakui oleh negara melalui Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 1965 bahwa kekerasan terhadap merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Komnas Perempuan mendorong gerakan ini terus dirawat, dan disambut dengan baik oleh semua kalangan.

Komnas Perempuan memandang bahwa pemuda pemudi negeri ini dengan keragaman latarbelakang budaya, agama, ras, dan jenis kelamin, memiliki semangat dan tujuan yang  sama untuk merawat keragaman sebagai bagian penting untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Generasi muda adalah dinamisator peradaban yang penting dibekali pengetahuan sejarah dan budaya bangsa yang berasal dari terhimpunnya ingatan kolektif masyarakat akan akar-akar kebudayaan  untuk mengatasi tantangan peradaban, berbekal nilai kearifan tradisi pembentuk  karakter bangsa, mereka bukan semata generasi yang menjadi objek penikmat pearadaban yang semu, yang semata diadopsi dari budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan karakter dan kultur Nusantara yang berbhinneka. Mereka hakikatnya adalah calon pemimpin  masa depan bangsa memikul tanggung jawab untuk menjaga konstitusi, mencegah kekerasan terhadap perempuan dalam hal identitas dan kebebasan berekspresi, merawat keragaman dan berkontribusi untuk membangun perdamaian diatas pluralitas yang ada.

Dengan latar belakang tersebut, Komnas Perempuan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda tahun 2021, meyerukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat sipil, yaitu :

1.      Mendorong upaya-upaya pemajuan kebudayaan bangsa dalam kerangka merawat karakter bangsa menjadi nilai yang terus  diwariskan dari generasi ke generasi termasuk diantaranya  mengenalkan keragaman bentuk penutup kepala  Perempuan Nusantara., menjadi suatu gerakan kebudayaan bangsa; untuk digali, dikenali, dan disayangi, dalam mengimbangi upaya-upaya penyeragaman  budaya

2.      Mendukung tumbuhnya ekonomi kreatif yang berbasis pengembangan tradisi yang melibatkan perempuan sebagai subjek pada gerakan sosial kebudayaan bangsa.

3.      Melakukan koreksi dan peninjauan kembali kebijakan yang mengatur penyeragaman busana khususnya terhadap perempuan, di semua sektor dan lembaga

 

 

Narasumber

Veryanto Sitohang

Imam Nahei

Dewi Kanti

Mariana Amiruddin

 

Narahubung

Chrismanto P Purba (chris@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan / Komentar: