Siaran Pers Komnas Perempuan
Memperkuat Koordinasi dan Kerja Sinergis Para Pemangku
Kepentingan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan
Terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) di Kabupaten Sikka
Maumere, 22 April 2021
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) mengapresiasi komitmen para pemangku kepentingan SPPT PKKTP
di Kabupaten SIKKA untuk memperkuat kembali koordinasi dan kerja sinergis untuk memastikan
penanganan yang komprehensif terhadap perempuan korban kekerasan. Salah satu
langkah strategis untuk penguatan ini adalah revitalisasi Nota Kesepahaman
lintas pihak yang telah digagas sejak tahun 2006 dan hingga 2018 lalu.
Komitmen ini disampaikan pada Lokakarya yang
diselenggarakan oleh Komnas Perempuan, 21-22 April 2021. Para pemangku
kepentingan itu termasuk wakil dari
Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan dengan Pemerintah Daerah dan OPD
terkait, Truk F dan wakil-wakil dari lembaga berbasis komunitas (LBK) untuk
pendampingan korban, dan juga wakil akademisi. Secara khusus, dukungan untuk
penguatan koordinasi dan kerja sinergis ini juga disampaikan oleh Sekretaris
Daerah Kabupaten Sikka, Adrianus Parera, di dalam sambutan sekaligus membuka
secara resmi kegiatan ini.
Koordinasi dan kerja sinergis ini merupakan salah
satu prasyarat penerapan SPPT PKKTP demi memastikan akses perempuan korban atas
keadilan dan pemulihan terpenuhi. Secara singkat, SPPT PKKTP adalah upaya untuk
menyatukan proses hukum dengan layanan untuk pemulihan bagi perempuan korban. Konsep
ini telah dikembangkan sejak tahun 2000 oleh Komnas Perempuan bersama dengan
tiga institusi penegak hukum – kepolisian, kejaksaan dan pengadilan/Mahkamah
Agung, dan didukung oleh kelompok masyarakat sipil penyelenggara layanan bagi
perempuan korban kekerasan. Konsep ini berangkat dari pengalaman penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan
dimana seringkali kebutuhan korban diabaikan untuk memperoleh dukungan
pemulihan yang bersifat multi dimensi sejak pengaduan hingga pasca pemidanaan
pelaku.
Dalam pelaksanaan SPPT PKKTP, Komnas Perempuan
bersama dengan Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Peradi pada tahun 2011 telah
menandatangani nota kesepahaman tentang peningkatan kapasitas, penyusunan
instrumen monitoring dan evaluasi, serta pelaksanaan SPPT PKKTP. Dalam
perkembangannya, upaya membangun SPPT PKKTP ini juga menggandeng Kementerian
Sosial, Kementerian Kesehatan, Ombudsman RI, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban, dan Peradi. Pada tahun 2018, SPPT PKKTP telah menjadi program prioritas
nasional dan hingga kini tengah didiskusikan upaya penguatan dasar hukum
pelaksanaannya di tingkat nasional.
Guna mendorong pelaksanaannya, Komnas Perempuan
melakukan ujicoba di 6 wilayah, salah satunya Kabupaten Sikka. Dengan angka
kekerasan terhadap perempuan, utamanya kekerasan seksual, yang tergolong
tinggi, Kabupaten Sikka juga memiliki modalitas yang dibutuhkan dalam
pengembangan SPPT PKKTP. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, terdapat
150 kasus kekerasan terhadap perempuan di Provinsi NTT yang dilaporkan pada tahun 2019 dan meningkat menjadi 342
kasus di tahun 2020. Di Kabupaten Sikka, TRUK-F mencatatkan bahwa telah
menangani dan mendampingi 114 orang perempuan dan anak korban kekerasan, dengan
rincian 54 korban perempuan dewasa, 41 anak perempuan dan 19 anak laki-laki.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kasus yang ditangani pada tahun 2020 naik
sebesar 24%.
Kabupaten Sikka memiliki sejumlah modalitas awal
penting dalam penanganan kasus secara komprehensif. Keberadaan Tim Relawan
Untuk Kemanusiaan Flores (Truk-F) sejak tahun 1997 menjadi motor dalam
membangun modalitas ini, selain perkembangan institusional di lembaga penegak
hukum dan pemerintah daerah. Pada tahun 2006, telah ada Nota Kesepahaman antara
Lembaga Penegak Hukum, Pemerintah Daerah dan Truk-F untuk berkoordinasi dan
saling mendukung dalam penanganan korban. Hanya saja, Nota Kesepahaman ini
perlu diperpanjang karena terhenti sejak tahun 2018. Sementara ini, sebagai
wujud dukungan dalam penanganan korban, Pemda Kab. Sikka telah mengalokasikan
anggaran untuk rumah aman, dan visum dan layanan kesehatan gratis bagi
perempuan korban kekerasan. Kondisi ini masih langka di Indonesia mengingat
kurang dari 7% daerah yang memiliki kebijakan untuk visum gratis dan alokasi
untuk rumah aman, berdasarkan temuan Komnas Perempuan pada 128 daerah yang
memiliki kebijakan layanan terpadu untuk perempuan (dan anak) korban kekerasan.
Koordinasi dan kerja bersinergi lintas pihak menjadi
genting karena kebutuhan korban yang multi dimensional dan karakter kekerasan
terhadap perempuan. Mengenai hal ini, Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (Komite CEDAW) dalam Rekomendasi 35 CEDAW
menggarisbawahi pentingnya kekerasan terhadap perempuan berbasis gender
ditanggapi secara sistemik, bukan individual, sebab telah menjadi “alat sosial,
politik dan ekonomi yang fundamental untuk menempatkan perempuan dalam posisi
subordinat dan meneguhkan stereotipe peran-peran[gender].” Penyelenggaraan SPPT
PKKTP juga sejalan dengan tanggung jawab konstitusional negara pada perlindungan
hak konstitusional warga, khususnya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta hak atas rasa aman dan kehidupan yang
sejahtera.
Narasumber:
1. Andy Yentriyani
2. Theresia Iswarini
3. Retty Ratnawati
Narahubung
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)