“Tindak Lanjuti
Rekomendasi Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Untuk
Penghapusan terhadap Perempuan, Pemenuhan Hak
dan Pemulihan Korban”
Jakarta, 6
Maret 2024
Komnas Perempuan menyambut baik
kesimpulan pengamatan beserta rekomendasi dari Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya (Komite ICESCR) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan sidang
berkala siklus kedua Pemerintah Indonesia (PEMRI). Sidang dilakukan pada 20-21
Februari 2024 berdasarkan laporan PEMRI yang berisikan pemutakhiran informasi
dan respon atas daftar isu yang dikirimkan Komite pada tahun 2022.
“Komnas Perempuan mengapresiasi
pemerintah Indonesia melalui pelaporan berkala ini berupaya untuk meneguhkan
pelaksanaan komitmen Negara sebagai duty bearer (pemangku kewajiban) utama atas
hak asasi manusia,” ungkap Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan.
Kewajiban yang dimaksud adalah
menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia setiap orang, tanpa
kecuali, termasuk hak-hak dalam persoalan ekonomi, sosial dan budaya
(ekosob).
“Kami berharap rekomendasi dari Komite
menjadi acuan untuk memperkuat kerangka hukum dan kebijakan yang mempercepat
penghapusan kekerasan terhadap perempuan lintas sektor,” jelasnya.
Sebagai lembaga hak asasi manusia
nasional, Komnas Perempuan telah memberikan laporan dalam 12 isu dan dalam
dialog menyoroti 3 isu utama, yaitu kekerasan terhadap perempuan dan praktik
tradisional yang merugikan, diskriminasi
dalam hukum dan praktik, dan situasi lembaga hak asasi manusia nasional. Laporan disusun berdasarkan pada hasil
pemantauan, pencarian fakta, dan pendokumentasian serta kajian-kajian strategis
dalam berbagai persoalan kekerasan terhadap perempuan. Juga, melakukan
konsultasi dengan masyarakat sipil untuk mengenali isu-isu krusial dan
informasi kunci yang perlu menjadi perhatian dalam dialog konstruktif Komite
dengan PEMRI. Komnas Perempuan juga menyampaikan pengamatannya dalam konsultasi
pra sesi yang diselenggarakan oleh PEMRI .
Ke-12 isu yang disampaikan Komnas
Perempuan meliputi (1) Kebijakan Diskriminatif; (2) Penguatan Lembaga Negara
Hak-hak Asasi Manusia (LNHAM); (3) Diskriminasi Berlapis: Perempuan dengan
Disabilitas dan Perempuan Masyarakat Adat; (4) Minoritas Seksual; (5) Perempuan
Pekerja: a. Sektor Formal, b. Perempuan
Pekerja Rumah Tangga, c. Pekerja Rumahan; d. Perempuan Pekerja Migran; 6.
Undang-Undang Perkawinan: Perkawinan Antar-Iman, Perkawinan Minoritas Agama,
Poligami; 7. Kekerasan terhadap Perempuan: a. Kekerasan terhadap Perempuan dan
Kepulauan; b. Perempuan Pembela HAM; c. Keadilan Restoratif 8. Aborsi Aman
sebagai Hak Reproduksi; 9. Praktik-praktik Tradisional Berbahaya: a. Pelukaan dan Pemotongan Genitalia
Perempuan (P2GP), b. Kawin Tangkap; 10. Konflik Sumber Daya Alam; 11. Kesehatan
Mental; dan 12. Kepemimpinan Perempuan dan Partisipasi Kerja.
Dalam Pengamatan Akhir, Komite
memberikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia, menyambut baik
langkah-langkah legislatif, kelembagaan, dan kebijakan yang diambil untuk
meningkatkan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di Negara Pihak seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
terkait dengan Tindak Pidana kekerasan
seksual; Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) kelima periode
2021-2025, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021;
Peraturan Presiden No.22/2021 tentang Satuan Tugas Perdagangan Orang, dan
langkah-langkah yang disebutkan dalam kesimpulan observasi ini. Komite juga
memberikan catatan kritis dan rekomendasi pada berbagai isu krusial yang
didiskusikannya dengan PEMRI.
“Komnas Perempuan mencermati terdapat
sekitar 31 rekomendasi dalam Pengamatan Akhir Komite EKOSOB menyangkut hak-hak
EKOSOB perempuan terkait kekerasan dan
diskriminasi berbasis gender lintas isu dan ranah serta pelanggaran
hak-hak perempuan, yang juga menjadi bagian laporan dan rekomendasi
Komnas Perempuan,” ungkap Alimatul Qibtyah.
Alimatul melanjutkan, rekomendasi
tersebut di antaranya adalah penguatan LNHAM dan PPHAM, pencabutan aturan
pelarangan pernikahan beda agama, pengesahan hukum masyarakat adat, pemenuhan
hak penyandang disabilitas, kesehatan mental, kesehatan reproduksi dan hak
terbebas dari diskriminasi, termasuk dari kebijakan yang diskriminatif seperti
pelarangan cara berpakaian sesuai keyakinan tertentu maupun yang diskriminatif
atas dasar identitas gender, orientasi seksual, dan lainnya.
Rekomendasi-rekomendasi dalam
Pengamatan Akhir Komite EKOSOB merupakan hasil rumusan dari laporan yang
diberikan oleh berbagai pihak. Setidaknya, ada dua laporan lembaga nasional HAM
dan 25 laporan dari 40 organisasi masyarakat sipil, di samping laporan negara,
sebagai rujukan Komite.
“Komnas Perempuan akan berkoordinasi
dengan pemerintah dan berbagai organisasi masyarakat sipil lintas dalam
menindaklanjut hasil dari siklus kedua Komite EKOSOB, seperti juga dalam
konteks laporan mekanisme HAM lainnya seperti Universal Periodic Review dan
CEDAW.” kata Rainy Hutabarat, Komisioner
Komnas Perempuan.
Narahubung: Elsa
Faturahmah (081389371400)