...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Menyambut Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review) Siklus IV Dewan HAM PBB atas Kondisi HAM Khususnya HAM Perempuan di Indonesia

Siaran Pers Komnas Perempuan

Menyambut Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review) Siklus IV 

Dewan HAM PBB atas Kondisi HAM Khususnya HAM Perempuan di Indonesia

 

Peninjauan Berkala Universal untuk Pemajuan dan Pemenuhan HAM di Indonesia, 

 Termasuk Hak Asasi Perempuan 

 

Jakarta, 4 November 2022

 

Pada 9 November 2022, dalam Siklus Keempat Peninjauan Berkala Universal (4th Cycle Universal Periodic Review (UPR)), kinerja Pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan pemenuhan, pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia akan dilaporkan dan ditinjau kembali. Ini merupakan laporan Pemerintah Indonesia keempat kalinya setelah laporan tahun 2008, 2012 dan tahun 2017.  Di samping laporan Pemerintah Indonesia, peninjauan UPR juga didasarkan kompilasi laporan oleh PBB, laporan dari organisasi masyarakat sipil, organisasi regional dan laporan dari lembaga nasional HAM (LNHAM). 

Sebagai mekanisme HAM nasional bagi hak-hak perempuan, Komnas Perempuan terlibat aktif dalam berbagai mekanisme HAM regional dan internasional. Komnas Perempuan telah mengirimkan laporan UPR secara independen terkait capaian kemajuan maupun tantangan pemenuhan hak-hak perempuan, khususnya terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana direkomendasikan Komite UPR  kepada Pemerintah Indonesia pada UPR Siklus ke-3 tahun 2017. 

Pada Sidang UPR Siklus ke-3 tersebut, Pemerintah Indonesia mengadopsi total 167 rekomendasi dari 225 rekomendasi yang disampaikan 110 delegasi negara. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, dari 225 rekomendasi tersebut, sekurangnya terdapat 64 rekomendasi yang secara langsung menyoroti isu-isu perempuan, termasuk (1) Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT dan Optional Protocol CEDAW; (2) Menghapus kekerasan seksual dengan memperkuat legislasi dan menghukum seluruh tindak kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, menghentikan impunitas, mengurangi pelecehan seksual termasuk di tempat kerja; (3) Menghapus praktik berbahaya seperti pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP), pernikahan anak dan pemaksaan perkawinan kepada anak, serta menaikkan usia pernikahan menjadi 18 tahun; (4) Memastikan implementasi UU PKDRT untuk melindungi perempuan dan kelompok rentan, pemberdayaan perempuan korban dan memutus impunitas pelaku kekerasan terhadap perempuan; (5) Perlindungan pekerja migran dengan instrumen hukum yang mengikat, melindungi pekerja migran dari tindak perdagangan orang, mengefektifkan Satgas anti perdagangan orang sampai ke berbagai wilayah di Indonesia; (6) Hak atas kesehatan reproduksi dan seksual melalui akses pendidikan reproduksi dan seksual, menurunkan angka kematian ibu dan bayi, akses layanan kontrasepsi bagi yang menikah maupun yang tidak menikah, kehamilan usia anak, memerangi HIV/AIDS, meningkatkan kesehatan ibu dan anak; (7) Perlindungan perempuan melalui instrumen hukum dan perundang-undangan sesuai dengan konvensi CEDAW dan membahas RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender; (8) Penghapusan kebijakan diskriminatif yang menyasar perempuan dan kelompok minoritas dengan cara meninjau ulang dan membatalkan kebijakan yang menghambat hak-hak yang dijamin Konstitusi RI baik hak perempuan, hak kelompok minoritas agama/kepercayaan maupun etnis, dan minoritas seksual; (9) Pendidikan gender dan HAM perempuan bagi polisi dan aparat penegak hukum; (11) Meningkatkan representasi perempuan di ranah politik dan pengambil keputusan di lingkungan pemerintahan; dan (12) Memperkuat posisi Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional HAM.

Dalam catatan Komnas Perempuan, pemerintah RI telah menindaklanjuti beberapa rekomendasi. Di antaranya adalah menaikkan umur menikah bagi anak perempan menjadi 19 tahun; mengesahkan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran. Namun demikian, aturan pelaksana kedua UU ini masih belum sepenuhnya tersedia. 

Sementara itu, sejumlah tindak lanjut rekomendasi perlu ditinjau ulang untuk memastikan kemajuan yang lebih berarti. Setidaknya ada 18 isu kekerasan terhadap perempuan di berbagai ranah yang penting mendapatkan perhatian, yaitu : 1) Kekerasan Seksual; 2) Penyiksaan Berbasis Gender; 3) Praktik-praktik Berbahaya (Pelukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan; 4) Praktik Berbahaya atas Nama Tradisi; 5) Tes Keperawanan; 6) Akses pada Keadilan; 7) Perempuan Pekerja Migran: Tantangan Perlindungan Hukum dan Kerentanan Berlapis di Masa Pandemi Covid-19; 8) Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual Kelompok Rentan; 9) Peraturan dan Kebijakan Diskriminatif serta Diskriminasi Berlapis: a. Peraturan-peraturan Daerah yang Diskriminatif; b. Minoritas Religius; c. Minoritas Seksual; d. Perempuan lansia; e. Perempuan dengan Disabilitas; 10) Penguatan Komnas Perempuan sebagai NHRI; 11) Perempuan dan Pandemi; 12) Perempuan Pembela HAM; 13) Perempuan, Bencana dan Pengungsi; 14) Hukuman Mati: 15) Perempuan dan Konflik Sumber Daya Alam dan Agraria; 16) Femisida; 17) Perempuan Korban Pelanggaran HAM Berat; 18) Perempuan dan Terorisme.

Sehubungan dengan Sidang Siklus 4 UPR  tersebut, Komnas Perempuan mendorong:

  1. Pemerintah Indonesia untuk bersikap terbuka dalam seluruh proses sidang termasuk pelaporan dan penerimaan masukan serta rekomendasi demi pemenuhan dan pemajuan HAM, termasuk HAM Perempuan di Indonesia; 
  2. Delegasi Pemerintah Indonesia agar mengadopsi sebanyak mungkin rekomendasi yang disampaikan berbagai negara anggota PBB kepada Indonesia dan mengambil langkah efektif dalam pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi tersebut;  
  3. Organisasi masyarakat sipil turut memantau proses Sidang Siklus 4 UPR  dan mengawal hasilnya.
  4. Media massa turut memberitakan proses Sidang Siklus 4 UPR  sebagai bagian dari pengawalan dan pendidikan publik. 

 

Narasumber:

1.     Rainy Hutabarat

2.     Theresia Iswarini 

3.     Andy Yentriyani 

 

Narahubung: +62 813-8937-1400 


Pertanyaan / Komentar: