...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Merespon 40 Tahun Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

“Pemerintah Perlu Mempercepat Pelaksanaan Prinsip dan Norma CEDAW” 

 

Jakarta, 24 Juli 2024 

 

 

Sebagai Negara Pihak dalam The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW), Indonesia berkewajiban menjalankan 16 (enam belas) pasal substantif yang memuat norma-norma CEDAW, selain menyampaikan laporan berkala terkait pelaksanaan pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi perempuan kepada Komite CEDAW. Sepanjang 40 tahun usia ratifikasi CEDAW, Indonesia telah menjalankan salah satu kewajibannya menyampaikan 5 (lima) kali laporan berkala, masing-masing yang pertama tahun 1988; yang kedua dan ketiga pada 1998; yang keempat dan kelima tahun 2007; yang keenam dan ketujuh disampaikan pada 2012 dan yang terakhir, laporan berkala ke delapan disampaikan tahun 2021. Laporan berkala VIII mendapat 60 rekomendasi terkait implementasi CEDAW yang harus ditindaklanjuti Negara Pihak hingga tahun 2025. Pada 2025, tahun depan Indonesia diharapkan menyerahkan laporan berkala IX kepada Komite CEDAW.

 

Sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas Perempuan bersama-sama organisasi perempuan dan masyarakat sipil turut mengawal implementasi CEDAW. Komnas Perempuan mencatat sejumlah kemajuan pemenuhan hak-hak perempuan termasuk perlindungan dari kekerasan seksual, di antaranya Undang-Undang (UU)  No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan tiga peraturan turunannya yang sudah disahkan;  UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Inpres No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE); Permenko PMK Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Perlindungan Dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial Tahun 2020 – 2025; Peta Jalan Pencegahan P2GP 2020-2030 sebagai pijakan upaya pencegahan dan pelarangan P2GP; Perpres 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional HAM 2021-2025; Permendikbud No. 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Dibutuhkan untuk Siswa Penyandang Disabilitas pada Jenjang PAUD, Sekolah Dasar dan Menengah; PP No. 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Dibutuhkan bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas; PP No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

 

Di samping kemajuan perundang-undangan dan kebijakan nasional, namun  juga terdapat perundang-undangan yang disahkan lima tahun belakangan yang belum sejalan dengan prinsip dan norma CEDAW, di antaranya UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 yang tidak memenuhi hak-hak perempuan terkait cuti maternitas, cuti haid dan menyusui berbayar. Penghapusan analisa dampak lingkungan juga secara tidak proporsional juga berdampak buruk terhadap perempuan pedesaan dan adat. Pengesahan UU No. 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak berpotensi melembagakan peran dometik perempuan, mendiskriminasi perempuan dalam mengakses pekerjaan serta peluang peningkatan karir. 

 

Rainy Hutabarat Komisioner Komnas Perempuan mengingatkan hasil Pengamatan Akhir Komite CEDAW terkait revisi UU Perkawinan yang masih mendiskriminasikan perempuan termasuk perempuan disabilitas. Juga regulasi Pelukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP)  masih mendua, belum secara penuh melarang apalagi mengkriminalkan pelaku,  sebab masih memberi mandat kepada otoritas agama untuk  memberi pedoman pelaksanaan P2GP. Peta Jalan Pencegahan P2GP 2020– 2030 menghadapi tantangan utama sosial budaya dan agama. 

 

UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam masih mendiskriminasi hak perempuan nelayan karena definisi nelayan terbatas hanya untuk mereka yang pekerjaannya menangkap ikan sementara ragam pekerjaan banyak di mana perempuan terlibat. Sampai hari iniRUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga masih juga tertunda pengesahannya sementara jumlah pekerja rumah tangga terbanyak dan rentan dieksploitasi dan mengalami kekerasan. Demikian juga RUU Masyarakat Adat dan ketiadaan perlindungan terhadap masyarakat adat dapat berdampak buruk terhadap hak-hak asasi perempuan adat dan pedesaan. 

 

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa meski UU TPKS telah mengatur penyiksaan seksual, namun masih banyak terjadi penyiksaan berbasis gender lainnya di antaranya hukuman mati dalam kasus-kasus narkoba,  penyiksaan tehadap perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan, ujar Rainy Hutabarat.

 

Veryanto Sitohang Komisioner Komnas menyampaikan, dalam catatan Komnas Perempuan, masih terdapat 305 peraturan diskriminatif yang mengontrol tubuh perempuan, pembatasan kebebasan beragama berkeyakinan, diskriminatif terhadap minoritas seksual dan perempuan pekerja seks. Perempuan dengan HIV/AIDS masih mengalami hambatan dalam mengakses layanan dasar termasuk hak atas kesehatan seksual dan reproduksi.

 

Veryanto menambahkan, pemenuhan hak politik perempuan masih belum optimal. Keterwakilan perempuan dilembaga pengambilan keputusan khususnya penyelenggara pemilu di daerah dan pusat semakin minimPeraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.10 Tahun 2023 khususnya Pasal 8 ayat 2 tentang penghitungan kuota caleg perempuan yang telah diuji materi, di mana putusannya mendukung kuota 30% keterwakilan perempuan, tidak diimplementasikan sehingga berdampak terhadap minimnya jumlah perempuan di institusi pengambilan keputusan. 

 

Pemenuhan hak politik perempuan merupakan tantangan dalam implementasi CEDAW. Di sisi lain, perspektif kesetaraan dan keadilan gender dan komitmen pemerintah pada jenjang pusat maupun daerah juga penting ditingkatkan agar kebijakan yang berpihak terhadap perempuan semakin kondusif sehingga pelaksanaan prinsip dan norma CEDAW dapat diwujudkan,” ungkap Veryanto.

 

Secara periodik, Pemerintah Indonesia menyampaikan laporan capaian dan tantangan implementasi CEDAW kepada Komite CEDAW. Pada 2025, Pemerintah Indonesia akan melakukan serangkaian kegiatan terkait partisipasi masyarakat sipil, Kementerian/Lembaga Negara termasuk Lembaga Negara HAM sebelum menyerahkan laporan berkala IX kepada Komite CEDAW. 

 

Dalam memperingati 40 Tahun Ratifikasi CEDAW, Komnas Perempuan merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia menindaklanjuti Pengamatan Akhir Laporan VIII yang disampaikan oleh Komite CEDAW. 

 

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)


Pertanyaan / Komentar: