“Tangani Secara Komprehensif Kondisi Pengungsi Rohingya”
Jakarta, 28 Desember 2023
Komnas Perempuan prihatin atas serangan dan pemindahan paksa oleh sekelompok orang mengatasnamakan diri sebagai mahasiswa terhadap pengungsi Rohingya pada Rabu (27/12) lalu. Serangan ini merupakan puncak dari kondisi penyikapan pengungsi Rohingya yang terus memburuk dalam dua bulan terakhir. Penolakan dan serangan terhadap pengungsi serupa ini bertentangan dengan karakter bangsa Indonesia yang berperi kemanusian dan peri keadilan, sesuai dengan tuntunan nilai-nilai luhur Pancasila.
Karena itu, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), untuk segera menguatkan koordinasi lintas sektor dan daerah dalam memastikan langkah-langkah yang komprehensif dalam menyikapi kondisi pengungsi. Dalam langkah-langkah tersebut, pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender perlu menjadi bagian yang integral. Upaya yang dimaksud perlu juga menguatkan langkah-langkah positif yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat Aceh dan berbagai pihak lainnya, termasuk organisasi internasional selama ini, sekali pun terbatas. Rekomendasi ini disampaikan Komnas Perempuan secara terbuka melalui rilis (28/12).
Dalam mengembangkan penyikapan yang komprehensif, pemerintah Indonesia perlu mencegah kondisi ini menjadi semakin buruk dengan cara antara lain: a) memperbaiki koordinasi lintas sektor dan daerah, b)memastikan lokasi penampungan pengungsi, menjamin pelindungan dan rasa aman pengungsi, c) menghentikan polemik tentang posisi Indonesia terhadap isu pengungsian dengan pendekatan legal formal, d) mengurai siar kebencian termasuk yang berbasis kebencian pada pihak asing (xenophobia), siar kebohongan, dan pemberitaan parsial, serta e) menguatkan upaya berbasis komunitas dalam penanganan pengungsi Rohingya. Juga, f) memastikan pelindungan bagi pekerja kemanusiaan dan pembela HAM, dengan perhatian khusus pada kerentanan berbasis gender terhadap perempuan.
Komnas Perempuan percaya bahwa langkah-langkah komprehensif ini dapat dilakukan mengingat dalam berbagai komunikasinya Komnas Perempuan terus mendapatkan ajakan untuk bekerja sama dalam menyikapi kondisi pengungsian, sebagaimana disampaikan oleh organisasi masyarakat sipil, kelompok perempuan akar rumput di daerah lokasi pendaratan pengungsi, oleh pemerintah provinsi Aceh, Kemenkopolhukam dan juga lembaga internasional. Selain itu, Indonesia juga telah memiliki pengalaman baik dalam penanganan pengungsi, termasuk dalam upaya penanganan berbasis komunitas di Aceh, seperti di Langsa dalam periode 2015-2018.
Saat ini, penolakan dan bahkan serangan pada pengungsi membuat kondisi pengungsi, yang sebagian besarnya adalah perempuan dan anak, semakin menderita. Mereka menghadapi diskriminasi yang berlapis karena tidak memiliki status kewarganegaraaan (Stateless), terus berada dalam ancaman persekusi, dan sebagian besar menghabiskan hidupnya dalam pelarian/pengungsian. Kedatangan mereka ke Indonesia adalah bagian dari upaya untuk mempertahankan hidup dari akibat perang dan persekusi di Myanmar dan kondisi pengungsian yang berkekerasan, menghadapi bencana dan kemiskinan di Bangladesh. Bagi perempuan (dan anak) mereka juga hidup dalam ancaman kekerasan, baik yang dilakukan oleh penguasa, anggota komunitas, juga bahkan di dalam keluarganya, termasuk dan tidak terbatas pada perdagangan orang dan kekerasan seksual.
Komnas Perempuan memahami bahwa penyikapan persoalan pengungsian Rohingya membutuhkan penanganan di tingkat hulu yang mensyaratkan kerjasama lintas negara. Sementara penanganannya membutuhkan waktu dan proses yang tak gampang, mengembalikan pengungsi yang berarti membiarkan mereka terkatung-katung di laut dengan risiko kematian atau menghadapi ancaman persekusi adalah bertentangan dengan prinsip internasional dan semangat kepemimpinan Indonesia di kancah regional dan internasional dalam membangun perdamaian abadi dan kemanusiaan sejati.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa penyikapan pemerintah tersebut merupakan amanat Konstitusi yang telah menegaskan kewajiban negara dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia, tanpa kecuali, termasuk kepada pengungsi. Mengingat kondisi pengungsi perempuan yang rentan kekerasan dan diskriminasi berlapis, penyikapan pemerintah juga mencerminkan komitmen pada pemajuan hak-hak perempuan sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 7 Tahun 1984 yang mengesahkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Dalam upaya mendukung pelaksanaan mandat Konstitusi tersebut, Komnas Perempuan akan terus mengawal rekomendasi-rekomendasi tersebut di atas. Juga, mendorong koordinasi untuk mengantisipasi pelaporan kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan pengungsi Rohingya dan mengembangkan mekanisme pemantauan pada kondisi perempuan pengungsi yang partisipatif. Langkah ini merupakan keberlanjutan dari peran Komnas Perempuan dalam penyikapan terhadap kondisi pengungsian Rohingya pada tahun 2015.
Sebagai catatan akhir, Komnas Perempuan menggarisbawahi analisis berbagai pihak pada konteks peristiwa serangan dan pemindahan paksa terhadap pengungsi Rohingya terkait politisasi isu, provokasi melalui media sosial, perilaku massa terhadap disinformasi yang diterima, dan daya aparat keamanan menangani kondisi berkekerasan. Aspek-aspek ini perlu diurai dalam mencegah peristiwa serupa berulang. Juga, menjadi alarm penting dalam mengantisipasi persoalan keamanan jelang pemilu 2024.
Narasumber
1. Alimatul Qibtyah
2. Andy Yentriyani
3. Imam Nahe’i
4. Theresia Iswarini
Narahubung: Elsa (+62 813-8937-1400)