...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Merespons Dugaan Pelecehan Seksual di Universitas Pancasila

“Penuhi Hak Korban Atas Penanganan, Pelindungan dan Pemulihan” 

Jakarta, 26 Februari 2024

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) saat ini tengah mendalami laporan kasus dugaan pelecehan seksual di Universitas Pancasila (UP) sesuai dengan mandat pemantauan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Laporan telah diterima Komnas Perempuan pada 12 Januari 2024. Hal ini disampaikan oleh Komnas Perempuan di Jakarta (26/02) dalam merespon permintaan informasi media massa terkait dengan kasus tersebut.

Komnas Perempuan mengapresiasi keberanian perempuan pelapor/korban untuk bersuara dan melaporkan kasusnya kepada kepolisian agar ditangani melalui sistem peradilan pidana. Terkait proses penanganan kasus, pertama Komnas Perempuan mendorong pihak Kepolisian mengacu pada UU TPKS, termasuk dalam memastikan pendekatan penanganan terpadu antara proses hukum dan pemulihan korban. Kedua, Universitas Pancasila melakukan langkah-langkah sebagaimana dimandatkan oleh Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Juga mengacu pada Permenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, yang intinya mewajibkan perguruan tinggi sebagai pemberi kerja melakukan penanganan dan pemenuhan hak korban atas pelindungan dan pemulihannya. Ketiga, mendorong media massa menyajikan pemberitaan yang mengedepankan pelindungan terhadap korban. Keempat, mengajak masyarakat untuk turut mendukung upaya pelapor/korban kekerasan seksual dalam memproses kasusnya dan untuk pemulihan.

Penting mengingat bahwa relasi kuasa yang timpang dan kerap berlapis adalah salah satu faktor terjadinya kekerasan seksual dan sekaligus, membuat korban enggan bahkan takut untuk melapor. Apalagi, jika pelaku memiliki posisi yang dapat mempengaruhi keberlangsungan penghidupan korban dan keluarganya. Dalam kasus yang diadukan, pelapor berada pada posisi relasi kuasa berlapis, yakni pertama, sebagai perempuan yang dikonstruksikan sebagai subordinat yang berhadapan dengan laki-laki; kedua, karyawan atau bawahan sebagai penerima kerja dari atasannya; ketiga, ketimpangan dalam tingkat pendidikan dan pengetahuan antara perempuan korban dengan terduga pelaku.

Selain itu, kekerasan seksual kerap terjadi dalam kondisi sunyi, tanpa saksi. Akibatnya, keterangan korban pun kerap disangkal dan diragukan kebenarannya. Korban karenanya membutuhkan waktu dan dukungan untuk dapat bersuara dan melaporkan kasusnya. Bahkan ada korban yang dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik, termasuk nama baik perguruan tinggi. Belum lagi kondisi korban terkait trauma akibat kekerasan yang dialaminya itu. Karenanya, korban umumnya membutuhkan penguatan terlebih dahulu untuk kemudian berani bicara dan melapor.

Sebab peristiwa terjadi di lingkungan perguruan tinggi, maka pihak kampus memiliki kewajiban untuk memeriksa secara seksama pelaporan yang ada dan melakukan penanganan sesuai dengan Permendikbud No. 30 tahun 2021, termasuk mendukung pemulihan korban dan memutus impunitas. Peristiwa yang diadukan dapat dikategorikan pula sebagai kekerasan seksual di tempat kerja. Sesuai Keputusan Menaker No. 88 Tahun 2023, tempat kerja berkewajiban memiliki mekanisme untuk upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja agar tempat kerja menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi semua. Dalam penanganan kasus, tempat kerja juga perlu menjamin agar pelapor/korban tidak menderita kerugian akibat laporannya itu, seperti penurunan jabatan, penundaan promosi jabatan dan kenaikan upah, ketidaknyamanan dalam hubungan kerja, dan lain-lain.

Dalam pengaduan pada 12 Januari 2024, pelapot menginformasikan bahwa laporan kasusnya ke Kepolisian telah diproses atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud Pasal 6 UU TPKS. Selain melanjutkan proses hukum, Komnas Perempuan berharap penyidik dan/atau pendamping korban agar berkoordinasi dengan UPTD PPA dan LPSK untuk pelindungan hak korban, mengingat terduga pelaku memiliki kuasa berlapis atas korban.

Dalam menyikapi pelaporan ini dan sesuai mandat dalam UU TPKS, Komnas Perempuan akan melakukan pemantauan atas penanganan tindak kekerasan seksual. Dalam hal ini termasuk tentang bagaimana perguruan tinggi menyikapi laporan kasus ini dan atas proses penanganan kasus oleh pihak Kepolisian. Hasil pendalaman akan menjadi rekomendasi lebih lanjut untuk memastikan penanganan kasus yang komprehensif dan mengupayakan pencegahan dari keberulangan.   


Narasumber:

  1. Siti Aminah Tardi (Komisioner)
  2. Rainy Hutabarat (Komisioner)
  3. Theresia Iswarini (Komisioner)
  4. Andy Yentriyani (Ketua)

1.    Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)

 


Pertanyaan / Komentar: