...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan: Penting Integrasikan Perspektif Korban Berkeadilan Gender dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Siaran Pers Komnas Perempuan 

Penting Integrasikan Perspektif Korban Berkeadilan Gender

dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu 

13 Maret 2023

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan bahwa penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu perlu mengintegrasikan perspektif korban yang berkeadilan gender mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasannya, baik dalam bentuk penyelesaian yudisial maupun non yudisial.  Pesan ini disampaikan Komnas Perempuan dalam menyambut kehadiran Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (tim PPHAM). Keppres ini merupakan tindak lanjut kebijakan pasca instruksi presiden, Rabu (11/01/2023), sebagai salah satu upaya negara untuk memenuhi hak-hak korban atau keluarganya yang terdampak pelanggaran HAM berat masa lalu. Selain itu Komnas Perempuan menggarisbawahi bahwa upaya penyelesaian non yudisial merupakan langkah yang tidak menggantikan upaya yudisial, dan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan korban atas layanan dasar seperti administrasi kependudukan, layanan kesehatan, dan layanan kesejahteraan sosial.

Berkaitan dengan upaya integrasi perspektif korban berkeadilan gender tersebut, ada tiga hal utama yang disorot Komnas Perempuan. Pertama, jaminan perlindungan bagi korban yang memahami kebutuhan spesifik perempuan perlu sudah dibangun sejak proses pendataan dilakukan. “Upaya pendataan tanpa mempertimbangkan rasa aman bagi korban, termasuk kekhawatiran persekusi yang berangkat dari pengalaman di masa lalu, akan menjauhkan perempuan korban dari akses layanan yang dimaksudkan oleh mekanisme non yudisial PPHAM ini,” ungkap Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

Trauma pada peristiwa kekerasan dan stigma yang ditanggung dalam peristiwa pelanggaran HAM masa lalu, terutama terkait kekerasan seksual, menjadikan perempuan perlu berpikir berulangkali untuk mengajukan diri atau tidak di hadapan publik sebagai korban. Keputusan mereka juga sangat dipengaruhi oleh sikap anggota keluarga yang lain, serta pertimbangan dampak yang akan ditanggung oleh keluarganya.

 “Akibat ketidakjelasan pelindungan korban, beberapa perempuan korban menemui Komnas Perempuan untuk menanyakan apakah aman atau tidak jika mereka mencatatkan diri,” jelas Andy.

Kedua, pentingnya meningkatkan keterlibatan perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program kerja tim PPHAM. Komnas Perempuan menyoroti komposisi tim yang minim perempuan dan tidak memasukkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dalam jajaran koordinasi.

“Padahal aspek gender dan pengalaman perempuan dan anak sangat kuat pada kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Mereka kerap menjadi korban kekerasan berbasis gender termasuk seksual. Kekerasan seksual merupakan metode penundukan lawan yang seringkali digunakan dalam konflik, ucap Komisioner Theresia Iswarini menyayangkan hal tersebut.  

Ketiga, menguatkan kepemimpinan perempuan korban pelanggaran HAM Berat masa lalu. Hal ini perlu dilakukan dengan memastikan keterlibatan substantif komunitas korban dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasan program. Juga dengan mendukung inisiatif-inisiatif yang telah dikembangkan secara mandiri selama ini. Rekomendasi ini juga telah disampaikan Komnas Perempuan dalam webinar bekerjasama dengan KKR Aceh tanggal 9 Maret 2023 yang dihadiri oleh wakil dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

Sebagai contoh, komunitas perempuan korban Tragedi Mei 1998 menjadi penggagas memorialisasi di TPU Pondok Ranggon di mana terdapat sekurangnya 113 makam dari korban yang tidak dapat diidentifikasikan. Memorialsiasi tersebut merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi sekaligus pernyataan komitmen bersama untuk mencegah keberulangan tragedi tersebut. Serupa dengan upaya ini adalah desakan komunitas korban untuk mendirikan memorialisasi Rumah Geudong di Pidie Aceh.   

“Selain memastikan pendekatan program yang ramah pada kebutuhan dan kerentanan spesifik perempuan, khususnya korban kekerasan seksual, Pemerintah juga perlu mencari langkah-langkah efektif untuk memastikan bahwa pelanggaran HAM Berat masa lalu selain ke-12 peristiwa pelanggaran HAM yang disebutkan, juga dapat mengakses layanan yang akan diberikan melalui mekanisme non yudisial ini, ujar Andy Yentriyani Ketua Komnas Perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan presiden yang juga mengenali adanya peristiwa-peristiwa lainnya dan juga sesuai dengan mandat konstitusional pada jaminan non-diskriminasi.  

 


Pertanyaan / Komentar: