“Perkuat
Pemenuhan Hak Asasi Kesehatan dan Keselamatan Perempuan Pekerja dalam Pembangunan Ketenagakerjaan di
Indonesia”
Tanggal 28 April
diperingati sebagai Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Sedunia.
Peringatan ini menjadi penting mengingat kesehatan dan keselamatan kerja
adalah hak asasi para pekerja. Tahun
ini, tema Peringatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Internasional berfokus
pada eksplorasi dampak perubahan iklim terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja. Mengingat perubahan iklim membawa dampak buruk yang sangat signifikan
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja seperti cuaca panas dan dingin yang
ekstrim, polusi
udara, radiasi, peningkatan paparan kimia dan penyakit akibat cuaca dan iklim.
Perubahan iklim membawa dampak buruk terhadap pekerja yang bekerja di luar ruangan
yang terpapar langsung dengan cuaca ekstrim, seperti pekerja di bidang
pertanian, perkebunan, pertambangan, migas, kehutanan, maupun perairan. Secara khusus,
perubahan iklim yang berakibat pada kerusakan atas tanah, air dan udara
memberikan dampak buruk langsung bagi kondisi reproduksi dan situasi maternitas
perempuan pekerja, serta terhadap situasi perempuan pekerja yang menanggung
beban ganda terhadap kerja pemenuhan domestik.
“Negara harus
memberikan perhatian khusus atas perubahan iklim yang selain memberikan dampak
buruk atas kesehatan dan keselamatan kerja, juga berdampak buruk terhadap
produktivitas, waktu, dan fasilitas kerja. Negara dan perusahaan harus
melakukan adaptasi atas situasi perubahan iklim terhadap mitigasi dan
penanganan atas krisis dan perubahan iklim di dunia kerja ke dalam norma,
implementasi dan pengawasan K3”, papar Satyawanti Mashudi.
Dalam peringatan Bulan K3
Nasional Tahun 2024, Pemerintah Indonesia mengusung tema
"Budayakan K3, Sehat dan Selamat dalam Bekerja, Terjaga
Keberlangsungan Usaha". Namun ironisnya Data dari BPJS
Ketenagakerjaan berdasarkan meningkatnya angka klaim atas Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian justru menunjukkan tren buruk dimana kondisi kecelakaan
dan kematian terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir pada
2019-2023. Bahkan selama Januari-?November 2023, angka klaim kasus kecelakaan
kerja mencapai 360.635 kasus dan klaim atas jaminan kematian kerja melonjak
hingga 121.531 kasus. Klaim kecelakan dan kematian kerja tersebut paling banyak
terjadi dalam sektor Perusahaan dan Perkebunan. Hal ini senada dengan data
Kementerian Ketenagakerjaan yang menunjukkan jumlah kecelakaan kerja yang
menimpa pekerja penerima upah sebanyak 347.855 kasus. Pekerja bukan penerima
upah dan pekerja jasa konstruksi masing-masing mengalami 19.921 kasus dan 2.971
kasus kecelakaan kerja. Dalam hal ini, kasus kecelakaan kerja terus
meningkat, tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga tingkat keparahannya.
“Kondisi meningkatnya angka kecelakaan kerja tentu
saja merupakan kabar buruk bagi kondisi kerentanan perempuan pekerja. Perempuan
pekerja di sektor formal bahkan masih rentan dengan kecelakaan kerja dan belum
terpenuhi dengan baik hak atas kesehatan dan keselamatan kerja. Kelompok perempuan pekerja di sektor
informal seperti pekerja rumahan dan pekerja rumah tangga yang bahkan tidak
diakui dalam peraturan perundang-undangan sebagai pekerja juga kerap mengalami
kecelakaan kerja menjadi jauh lebih rentan. Hasil pemantauan Komnas
Perempuan terhadap situasi pekerja rumahan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Sumatera Utara di tahun 2023 lalu, didapati bahwa pekerja rumahan
sangat rentan atas kecelakaan kerja bahkan terdapat pekerja rumahan yang
mengalami kematian akibat kecelakaan kerja dan kesulitan dalam pemenuhan
penanganan dan kompensasi. Di samping itu, perempuan yang bekerja di tempat kerja
berbahaya seperti perempuan pekerja di sektor tambang, perkebunan, area laut
dan pesisir mengalami kerentanan berkali lipat atas kecelakaan kerja” jelas
Tiasri Wiandani Komisioner Komnas Perempuan.
“Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendesak negara
lewat berbagai Kementerian dan Lembaga terkait untuk meningkatkan implementasi
kebijakan dan mekanisme pengawasan terkait praktik pemenuhan hak asasi atas
kesehatan dan keselamatan kerja yang selama ini dianggap belum maksimal agar para pekerja terutama
perempuan pekerja yang mengalami situasi lebih rentan dapat bekerja dalam
keadaan aman, nyaman serta dalam situasi kerja yang kondusif terbebas dari
adanya cedera, kecelakaan
kerja, penyakit akibat kerja (PAK), dan bahkan kematian dalam pekerjaan” jelas
Tiasri Wiandani.
“Komnas Perempuan
juga terus mendorong agar pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap
perempuan dalam berbagai bentuknya baik kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan
seksual di tempat kerja dapat menjadi bagian dari upaya pemenuhan hak atas
kesehatan dan keselamatan kerja terhadap perempuan pekerja”, tegas Satyawanti
Mashudi.
Narasumber:
1. Satyawanti Mashudi
2. Tiasri Wiandani
Narahubung: Elsa (081389371400)