...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional


Wujudkan Relasi Kerja Adil dan Setara antara PRT dan Pemberi Kerja melalui 

RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga

Jakarta, 15 Februari 2022


Pada Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional ini, Komnas Perempuan menyampaikan apreasiasi kepada seluruh Organisasi Masyarakat Sipil dan Serikat PRT yang telah bekerja bahu-membahu memperjuangkan hak-hak PRT. Mulai dari mengorganisir para PRT ke dalam serikat agar mereka dapat terus menyuarakan kepentingannya dan membantu PRT yang mengalami kekerasan dan eksploitasi, hingga melakukan advokasi kebijakan untuk memastikan hadirnya perlindungan substantif bagi PRT.

Ketiadaan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) merupakan salah satu penyumbang berulangnya kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT serta minimnya pemenuhan hak-hak PRT dan perlindungannya. Misalnya tidak diberi upah, jam kerja lebih dari 18 jam, pembatasan  akses ke luar rumah, dihambat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, berserikat dan rentan kekerasan dalam rumah tangga dan eksploitasi. ILO (2016) memperkirakan jumlah PRT di Indonesia pada 2015 berjumlah 4,2 juta dan mayoritas adalah perempuan. Sama halnya dengan 9 juta PRT migran Indonesia di luar negeri yang 60%-70%nya adalah perempuan (Bank Dunia, 2017). 

Situasi PRT ini semakin buruk dan potensial melahirkan kemiskinan berwajah perempuan, saat pandemi Covid-19 melanda. Komnas Perempuan dalam pemantauan dan Laporan Kajian Dampak Kebijakan Penanganan Covid-19 (2020) menemukan bahwa PRT yang tinggal di rumah majikan menghadapi situasi kerentanan tertular Covid-19 saat mereka bekerja melayani keluarga majikan termasuk dalam keadaan sakit, sementara perlindungan dan jaminan kesehatan yang diberikan kepada mereka minim. Sebagian majikan melakukan PHK terhadap PRT yang tidak tinggal di rumah untuk mencegah penularan Covid-19.  Karena itu, angka pengangguran PRT tinggi di masa pandemi dan ironisnya sebagian besar mereka tidak memiliki jaminan kesehatan dan terabaikan dari skema bantuan sosial.  Oleh karena itu, Negara  penting hadir untuk memastikan hak-hak PRT terlindungi melalui kebijakan. 

Komnas Perempuan juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh majikan/pemberi kerja yang telah menjadikan rumah mereka sebagai tempat kerja dengan relasi kesetaraan, keadilan serta bebas dari kekerasan dan diskriminasi bagi PRT. Para majikan/pemberi kerja tersebut menyadari pentingnya memperlakukan PRT sebagai pekerja dengan hak-hak asasi termasuk hak atas perlindungan. Komnas Perempuan mengapresiasi kehadiran organisasi pemberi kerja  pendukung RUU PPRT yang juga mendesak Negara memenuhi dan melindungi hak-hak PRT.   

Saat ini RUU PPRT masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2022 dan masih menunggu proses pengesahan menjadi RUU Inisiatif DPR. Dicatat bahwa sejak 2004, RUU PPRT terus mengalami pro dan kontra baik dalam hal perspektif maupun substantif. Hingga saat ini masih ada anggapan terutama di kalangan pembuat kebijakan bahwa RUU PPRT masih dianggap belum mendesak karena jumlah PRT  dipandang sedikit  serta status sosial  mereka dianggap kurang signifikan. Dalam berbagai konteks sosial, yang masih cukup kental dengan hirarki sosial, RUU PPRT bahkan dianggap dapat menganggu tatanan sosial dan budaya yang ada di masyarakat. Pandangan ini kemudian diperparah  dengan salah kaprah dan informasi keliru terkait isi dari RUU PPRT yang justru memojokkan PRT. 

Meski Pemerintah telah berupaya untuk mengurangi dampak minimnya perlindungan terhadap PRT melalui Permenaker No.2 Tahun 2015, namun Permenaker tersebut ditengarai masih belum cukup memberikan perlindungan. Sejak Permenaker dikeluarkan masih banyak terjadi kasus kekerasan berbasis gender, penyiksaan dan pelanggaran hak-hak PRT dengan minim penanganan yang mengindikasikan pengabaian. 

Itulah sebabnya, upaya perlindungan terhadap PRT melalui pengesahan RUU PPRT mendesak  dilakukan demi memenuhi tanggung jawab Negara, terutama dalam perlindungan hak konstitusional warga, khususnya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta hak atas rasa aman (Pasal 28D Ayat 1 dan 28G Ayat 1 UUD NRI 1945). Selain itu pasal 2 (b) UU No 7 tahun 1984 tentang Penetapan Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) mengamanatkan agar Negara Pihak membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan upaya lainnya, termasuk sanksi-sanksi, yang melarang semua diskriminasi terhadap perempuan. Pengesahan RUU PPRT juga dapat memperkuat posisi negara dalam mengadvokasi penanganan kasus-kasus kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi  PRT Migran di  luar negeri. 

Oleh karena itu, pada Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional ini, Komnas Perempuan tidak henti-hentinya merekomendasikan kepada:

  1. DPR RI untuk segera menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR, membahas dan mengesahkan RUU ini mengingat RUU ini menekankan semangat gotong royong dan kekeluargaan yang berkeadilan sosial;

  2. Seluruh fraksi di DPR RI terus berkomitmen untuk melindungi para PRT sebagai kelompok rentan dan marginal;

  3. Pemerintah RI untuk meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT;

  4. Para majikan/pemberi kerja membentuk organisasi yang mendukung perlindungan dan pengakuan kerja dan hak PRT  termasuk hak berorganisasi.  

  5. Masyarakat luas dan media massa untuk mengawal pembahasan dan pengesahan RUU PPRT di DPR RI serta mendukung ratifikasi Konvensi ILO 189.


Kontak Narasumber:

  1. Theresia Iswarini

  2. Tiasri Wiandani

  3. Veryanto Sitohang

  4. Rainy Hutabarat

  5. Olivia C. Salampessy 



    Narahubung: Media Komnas Perempuan ( 0813-8937-1400)



Pertanyaan / Komentar: