...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan PERTEMUAN NASIONAL KOORDINASI PENYELENGGARAAN SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU
PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (SPPT PKKTP), 21-22 Oktober 2021 (25 Oktober 2021)


Siaran Pers Komnas Perempuan

 

PERTEMUAN NASIONAL

KOORDINASI PENYELENGGARAAN SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (SPPT PKKTP),

21-22 Oktober 2021

 

“MENEGUHKAN TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM  PEMENUHAN AKSES KEADILAN DAN PEMULIHAN  PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN”

                                                                                                                                                    Jakarta, 25 Oktober 2021

 

 

Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) dibangun untuk mendukung negara melakukan kewajiban konstitusionalnya dalam memenuhi hak asasi perempuan yang berhadapan dengan hukum, terutama perempuan yang menjadi korban kekerasan berbasis gender. Konsep ini berangkat dari pengalaman penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan seperti kasus perkosaan dalam Tragedi Mei 1998 yang mengalami hambatan dalam penanganan. Konsep SPPT PKKTP ini kemudian berkembang, berbasis pada pengalaman perempuan korban, baik yang terjadi di ranah domestik maupun publik dengan beragam pelaku, mulai dari orang-orang terdekat (keluarga) hingga pejabat publik dan juga pelaku lainnya dengan berbagai latar belakang.

Tahun 2016, SPPT PKKTP masuk sebagai Program Prioritas Nasional (PPN) yang digawangi oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dengan dukungan dari Bappenas. Program ini berakhir di tahun 2021. Sepanjang rentang waktu tersebut, telah dilakukan serangkaian uji coba oleh Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) di sejumlah wilayah yaitu Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Maluku dan Kabupaten Sikka (Nusa Tenggara Timur). Sejumlah tantangan diperoleh selama masa penyelenggaraan SPPT PKKTP ini yaitu: (i) belum adanya regulasi di tingkat nasional sebagai “payung” bersama bagi institusi penegak hukum dan penyelenggara layanan pemulihan korban; (ii) layanan visum yang masih berbayar – bahkan sebagai sumber pendapatan daerah; (iii) penanganan korban kekerasan seksual di luar mekanisme hukum positif yang justru menyudutkan korban; (iv) ketersediaan infrastruktur layanan yang masih belum merata di seluruh wilayah, termasuk di wilayah-wilayah kepulauan; serta (v) masih adanya kendala penerapan restitusi, kompensasi dan rehabilitasi.

Merespon berakhirnya dukungan terhadap SPPT PKTTP sebagai PPN, Komnas Perempuan menyelenggarakan pertemuan nasional koordinasi penyelenggaraan SPPT PKKTP pada tanggal 21-22 Oktober 2021 yang dihadiri oleh Pemerintah Daerah dari 6 (enam) wilayah uji coba serta Kementerian/Lembaga terkait lainnya. Sejumlah Kementrian/Lembaga yang turut berpartisipasi yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Kesehatan, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan. Hasil yang diharapkan adalah adanya strategi bersama demi merespon tantangan penyelenggaraan SPPT PKKTP di masa depan.

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan menyampaikan, dalam sambutannya, bahwa penguatan strategi ini menjadi penting mengingat perempuan korban masih terus mengalami hambatan dalam mengakses keadilan dan pemulihan. Sementara, Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si, menyampaikan, dalam pidato kuncinya, bahwa semangat yang diusung adalah memastikan sinergitas antar institusi dan lembaga pada sistem peradilan pidana dapat dilakukan di tiap institusi dan memastikan hadirnya Negara sebagai implementasi Konstitusi RI.

Penyelenggaraan pertemuan nasional ini merupakan wadah bagi para pemangku kepentingan bertemu untuk saling mengkoordinasikan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing mengingat penyelenggaraan layanan terpadu merupakan prasyarat untuk memastikan korban mendapatkan layanan menyeluruh. Oleh karena itu kerjasama para pihak  penyelenggara penegakan hukum dan penyelenggaraan pemulihan merupakan prasyarat utama  untuk memastikan perempuan korban kekerasan mendapatkan hak-haknya.  Pertemuan Nasional ini telah menghasilkan berbagai masukan berupa informasi perkembangan dan pembelajaran untuk perbaikan penyelenggaraan SPPT PKKTP ke depan.

Berdasarkan hasil pertemuan, maka Komnas Perempuan merekomendasikan kepada:

1.      Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, agar :

a.      Memastikan para pihak terkait agar menyegerakan penerbitan kebijakan nasional penyelenggaraan SPPT PKKTP;

b.      Meningkatkan peran sebagai Leading Sector penyelenggaraan SPPT PKKTP di tingkat nasional dan koordinasi vertikal secara intensif dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di seluruh daerah;

2.      Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, agar :

a.      Menyediakan pembiayaan pelayanan visum et repertum,  visum et psikiatrikum dan tes DNA bagi perempuan korban kekerasan;

b.      Meningkatkan infrastruktur pelayanan kesehatan bagi perempuan korban kekerasan di seluruh Rumah Sakit dan Puskesmas dan peningkatan kapasitas tenaga layanan, terutama di wilayah kepulauan;

3.      Kementerian Sosial Republik Indonesia, agar memastikan penyelenggaraan Rumah Aman bagi perempuan korban kekerasan di setiap wilayah di tingkat provinsi, dengan memberi perhatian spesifik di wilayah-wilayah kepulauan; 

4.      Mahkamah Agung, agar penyelenggaraan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum dipahami oleh setiap tingkatan pengadilan dan mengimplementasikannya dalam setiap tahapan persidangan dan membuat putusan;

5.      Kejaksaan Agung, agar  penyelenggaraan Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Perkara Pidana dipahami di setiap tingkatan Kejaksaan dan mengimplementasikannya dalam setiap tahapan penyusunan tuntutan perkara perempuan korban kekerasan;

6.      Kepolisian Negara Republik Indonesia, agar memperbaharui kebijakan-kebijakan internal guna mendukung proses penyidikan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk mengintegrasikan elemen-elemen restitusi bagi perempuan korban kekerasan sehingga dapat ditindaklanjuti di tingkatan penegakan hukum selanjutnya; 

7.      Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), meningkatkan koordinasi dengan Institusi Penegak Hukum dalam hal membangun kebijakan terobosan penyelenggaraan layanan restitusi bagi perempuan korban kekerasan;

8.      Pemerintah Daerah - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, agar

a.      Meningkatkan koordinasi penyelenggaraan layanan bagi perempuan korban kekerasan di seluruh Kabupaten/Kota di wilayahnya;

b.      Meningkatkan koordinasi penyelenggaraan data di tingkat Kabupaten/Kota  sebagai data provinsi dan diterbitkan secara berkala;

9.      Forum Pengada Layanan, agar memperkuat layanan berbasis komunitas dan pendamping korban serta penyebarluasan pengetahuan tentang hak perempuan korban kekerasan.

 

Narasumber:

1.       Theresia Iswarini

2.       Retty Ratnawati

3.       Satyawanti Mashudi

4.       Andy Yentriyani

 

Narahubung:

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan / Komentar: