“Implementasikan Prinsip Non-Punishment
bagi Korban Perdagangan Orang”
Jakarta, 30
Juli 2024
Komisi Nasional Anti kekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berpandangan pentingnya prinsip non-punishment
diterapkan bagi korban perdagangan orang sehingga tidak ada lagi korban
perdagangan orang yang justru dikorbankan meski atas agenda War on Drugs
(Perang Terhadap Narkotika). Prinsip ini mengandung ketentuan bahwa korban
perdagangan orang tidak dipidana ketika yang bersangkutan melakukan tindak
pidana karena dipaksa oleh pelaku perdagangan orang. Di Indonesia terdapat
masalah dalam penerapan prinsip tersebut terutama dalam tindak pidana yang
berkaitan dengan kejahatan narkotika. Oleh karenanya Komnas Perempuan mendorong
agar pemerintah memberikan perhatian penuh untuk dapat memenuhi hak keadilan
bagi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang selama ini
dikriminalkan bahkan diberi hukuman mati.
Pada tingkat Global, persoalan
perdagangan orang menjadi perhatian yang tiap tahunnya diperingati pada tanggal
30 Juli sebagai Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia. Moment ini menjadi krusial
mengingat TPPO merupakan Extraordinary
Crime (Kejahatan Luar Biasa). Korban TPPO terus bertambah dan modus operasinya semakin canggih dan
wilayah operasinya semakin luas, serta semakin terstuktur dan tersistematis. Di
level ASEAN, terdapat Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang, Terutama
Perempuan dan Anak (2015), menetapkan bahwa Negara negara Pihak (kesepuluh
negara anggota ASEAN) harus mempertimbangkan untuk tidak meminta
pertanggungjawaban korban secara pidana atau administratif atas tindakan yang
melanggar hukum yang berkaitan langsung dengan tindak pidana perdagangan orang
(Pasal 14 (7)). Prinsip tersebut juga diberlakukan oleh Rencana Aksi ASEAN
Menentang Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak; Komisi ASEAN untuk
Kemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC); Pedoman Sensitif
Gender untuk Penanganan Perempuan Korban Perdagangan Orang; dan Pedoman
Praktisi ASEAN tentang Respons Peradilan Pidana terhadap Perdagangan Orang
(2007).
Prinsip ini tidak menawarkan
kekebalan menyeluruh, tetapi merupakan alat penting untuk perlindungan korban
dan proses peradilan pidana yang berbasis hak asasi manusia dalam penanganan
kasus tindak pidana perdagangan orang.
“Sejauh ini dalam pengamatan Komnas
Perempuan, Indonesia sebagai negara ASEAN yang terikat atas prinsip tersebut
belum mengimplementasikannya dengan baik. Hal ini terindikasi masih ada kasus
kriminalisasi bahkan menghukum mati Warga negara Indonesia dan Warga Negara
Asing yang menjadi korban TPPO terutama terkait kejahatan narkotika,“ kata
Tiasri Wiandani, Komisioner Komnas Perempuan.
Lebih jauh Tiasri Wiandani
menyatakan bahwa harapannya adalah dapat menggunakan prinsip tersebut untuk
melakukan upaya penyelamatan maksimal terhadap korban TPPO WNI yang
dikriminalisasikan di luar negeri. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memiliki prosedur
operasi standar nasional untuk mengidentifikasi korban perdagangan orang
sehingga menjadi salah satu kendala terbesar untuk mengimplementasikan prinsip
non-punishment bagi korban perdagangan orang.
Implementasi prinsip non-punishment
berdasarkan pada Pasal 18 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang dimana keberlakuannya memiliki keterkaitan dengan
‘daya paksa’ dan dasar penghapus pidana.
Prinsip dan pendekatan ini dapat menempatkan seseorang tidak dianggap
korban perdagangan orang atau bahkan korban dapat dikiriminalisasikan jika
tidak terbukti unsur paksaan atau ancaman dari pelaku perdagangan orang.
“Sehingga dalam ketentuannya
Indonesia mengabaikan kemungkinan kondisi adanya manipulasi psikis yang sangat
halus yang rentan terjadi pada perempuan dan anak yang sangat banyak terjadi
dalam kasus perdagangan orang,” terang Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas
Perempuan.
Selain UU PTPPO, komitmen lain
Pemerintah Indonesia adalah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN PTPPO) diserta sejumlah kebijakan dan
perangkat berupa Satuan
Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Satgas TPPO). Dalam
rentang waktu 5 Juni-21 September 2023. Satgas TPPO telah menerima 864 laporan terkait perdagangan orang. Sementara
Komnas Perempuan mencatat sepanjang Tahun 2023 telah menerima pengaduan 8
perempuan PMI yang menjadi korban perdagangan orang dan mengalami berbagai
kekerasan ketika bekerja di Saudi Arabia. Meskipun pada awalnya kasusnya
dilaporkan sebagai kasus perekrutan unprocedural mengingat wilayah
tersebut masih berlaku kebijakan pelarangan PMI sektor kerja domestik di
wilayah Timur Tengah melalui Permenaker Nomor 206 Tahun 2015.
Selain pekerja migran yang selama
ini sangat rentan menjadi korban perdagangan orang, kerentanan perdagangan
orang paling buruk dapat dialami oleh kelompok pengungsi yang berada di
Indonesia dikarenakan Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi. Di
samping itu, pekerja rumah tangga juga selama ini mengalami kerentanan menjadi
korban perdagangan orang. Seperti kasus PRT yang melakukan aksi bunuh diri
melompat dari lantai atas rumah majikan, disinyalir ternyata merupakan pekerja
anak yang identitasnya dipalsukan oleh penyalur dan merupakan korban TPPO.
“Oleh karenanya, tidak disahkannya
Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) justru akan
menghambat pelindungan terhadap PRT yang selama ini sangat rentan menjadi
korban TPPO,” pungkas Olivia Chadidjah
Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan.
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)