...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Hari Lanjut Usia Internasional 2023

“Hormati dan Penuhi Hak-Hak Perempuan Lanjut Usia”


Jakarta, 1 Oktober  2023


Komnas Perempuan memandang penting keterlibatan negara dalam pemenuhan hak-hak perempuan lanjut usia (lansia). Penyelenggaraan Kesehatan Lansia ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, keluarga, dan masyarakat yang selanjutnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Menyambut Hari Lansia Internasional pada 1 Oktober ini,  Komnas Perempuan mendorong Kementerian Kesehatan untuk melibatkan perempuan lansia, pendamping lansia dan Lembaga Nasional HAM dalam penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan LansiaKomnas Perempuan juga mendorong Kementerian Sosial untuk merevisi UU Kesejahteraan Lansia, dengan melibatkan Lembaga HAM dan organisasi masyarakat sipil dalam Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lansia (RAN Kesehatan Lansia) 2020-2024, juga mendoronglembaga penyedia layanan untuk melakukan pendokumentasian kekerasan terhadap Perempuan lansia sebagai suara korban yang harus didengar dan disikapi oleh negara.

Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan menyampaikan perhatian negara terhadap lansia tampak dalam UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diundangkan pada 8 Agustus 2023 yang lalu. 


“UU Kesehatan mengategorikan lansia sebagai salah satu kelompok masyarakat rentan yang berhak atas penyediaan akses pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan lanjutan. Jaminan kesehatan terhadap lansia diatur dalam satu paragraf tentang Kesehatan LansiaKesehatan lansia ini ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat, berkualitas, dan produktif sesuai dengan martabat kemanusiaan, yang dilakukan sejak seseorang berusia 60 (enam puluh) tahun. Setiap orang lansia berhak memperoleh akses ke fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar, aman, bermutu, dan terjangkau. Termasuk di dalamnya adalah hak pemenuhan gizi lansia, sarana dan prasarana umum yang layak, seperti sarana ibadah, tempat parkir, ruang tunggu, atau kamar mandi yang aman bagi lansia. Jaminan ini harus didorong secara lebih rinci termasuk berdasarkan kebutuhan spesifik gender Perempuan lansia dalam peraturan pelaksana UU ini, terang Siti.


Kondisi lanjut usia secara alamiah juga mempengaruhi kapasitas fisik maupun mental. Semakin lansiaseseorang, semakin tinggi tingkat ketergantungan kepada orang lain, tak hanya ketergantungan finansial. 


“Lansia juga rentan menjadi penyandang disabilitas baik karena penyakit seperti serangan stroke yang mengakibatkan kelumpuhan anggota tubuh maupun penurunan kondisi fisik seperti pendengaran, penglihatan dan kemampuan berpikirDengan demikian kerentanan perempuan lansia semakin berlapis, baik  karena gendernya, usianya, kondisi ekonominya maupun kondisi fisik yang berakibat diskriminasi secara sosial,” ujar Rainy Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan. 


Lebih lanjut Rainy menjelaskan bahwa pemantauan Komnas Perempuan mencatat, kesehatan lansia masih diabaikan oleh negara termasuk dari sisi anggaran. Layanan kesehatan belum ramah lansia khususnya digitalisasi yang menghambat lansia dalam mengakses karena gagap teknologi. Hal ini justru menambah ketergantungan perempuan lansia pada orang lain dan sekaligus merentankannya terhadap kekerasan. Jumlah posyandu lansia di tingkat rukun warga juga masih terbatas, program lebih difokuskan pada anak balita. 


UU Kesejahteraan Lansia perlu ditinjau ulang agar selaras dengan UU Kesehatan dan mampu merespons perubahan pesat sosial budaya, teknologi digital dan internet. Kesejahteraan perempuan lansia perlu diarahkan kepada pemandirian lansia, termasuk dalam menghadapi digitalisasi global dan perubahan nilai atau pandangan hidup, ujar Rainy.


Status tinggal lansia pada satu sisi merupakan kearifan kultural di mana keluarga bertanggungjawab untuk merawat orang tua mereka yang lansia. Keluarga dipandang sebagai tiang penopang dan ruang aman untuk menjalani masa lanjut usia. Sebuah survei menyatakan bahwa anak menjadi sandaran hidup utama lansia di Indonesia. 


Menurut Retty Ratnawaty, Komisioner Komnas Perempuan, status tinggal sedemikian dapat merupakan kekuatan namun sekaligus juga kerentanan lansia khususnya terhadap kekerasan berbasis gender dan usia. CATAHU 2022 Komnas Perempuan mencatat, ada 127 pengaduan perempuan lansia yang mengalami ragam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Kekerasan ekonomi berupa penelantaran, eksploitasi finansial dan perampasan aset.  Terbanyak adalah di ranah domestik yang mencapai 100 orang. Meskipun demikian, ranah publik juga bukan ruang aman bagi lansia, tercatat 24 orang perempuan lansia mengalami kekerasan sedangkan di ranah negara tercatat 2 orang perempuan. Sementara itu, pengaduan ke lembaga layanan mencatat 47 perempuan lansia korban kekerasan, terbanyak di ranah domestik (42 orang)  dan 5 orang di ranah publik. Hal ini menunjukkan, kekerasan rumah tangga juga menyasar lansia, faktor ekonomi bahkan juga menjadi penyebab KDRT terhadap lansia. 


Tentu data ini bersifat fenomena gunung es, karena bagaimana pun perempuan lansia mengalami berbagai hambatan untuk mengadukan kekerasan yang dialaminya, terlebih mereka memiliki ketergantungan perawatan,” jelas Retty.


Biro Pusat Statistik (2022) mencatat persentase penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia sebanyak 10,48%, dengan rincian 65,56% lansia muda (60-69 tahun), 26,76% lansia madya (70-79 tahun), dan 7,69% sisanya lansia tua (80 tahun ke atas). Berdasarkan jenis kelaminnya, 51,81% lansia berjenis kelamin perempuan, lebih tinggi dibandingkan laki-laki lansia sebesar 48,19%. Patut digarisbawahi bahwa status tinggal lansia sebanyak 40% bersama tiga generasi, 47% bersama pasangan/keluarga (keluarga anaknya atau keluarga besar), 9,38% tingg­­­al sendiri dan 2,66% lainnya.


Narahubung: 0813-8937-1400

 


Pertanyaan / Komentar: