Siaran Pers Komnas Perempuan
Tentang Kekerasan Aparat Keamanan terhadap Gelombang Unjuk Rasa di Iran Saat Ini
Lindungi Hak-Hak Dasar Warga Sipil Pengunjuk Rasa dan Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan
Jumat, 7 Oktober 2022
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan belasungkawa yang dalam atas tewasnya Mahsa Amini (22 tahun) pada 16 September 2022 setelah dipukuli dan ditahan pasukan keamanan Iran selama tiga hari. Belasungkawa yang dalam juga disampaikan atas tewasnya Hadis Najafi (20 tahun), Nikashakarami (17 tahun), Minoo Majidi, ibu dari dua orang anak, dan perempuan-perempuan lainnya yang namanya tidak tercatat dalam publikasi media massa. Menurut pemberitaan media massa, jumlah warga sipil pengunjuk rasa tewas dalam gelombang protes atas kematian Mahsa Amini berjumlah lebih dari 100 orang dan pemerintah Iran tidak mencatat nama-nama mereka. Juga tercatat 450 pengunjuk rasa yang meluas hingga di 80 kota di Iran. Jumlah korban diprediksi masih akan terus bertambah, melihat gelombang unjuk rasa belum surut di puluhan kota di Iran. Selain kekerasan terhadap warga sipil pengunjuk rasa, pemerintah Iran juga melakukan pemutusan jaringan internet sehingga lalu-lintas komunikasi dan informasi di Iran mengalami gangguan.
Komnas Perempuan menyesalkan kematian Mahsa Amini yang dianggap mengenakan jilbab tak seturut peraturan pemerintah Iran. Juga menyesalkan tewasnya perempuan-perempuan pengunjuk rasa yang membuka jilbab sebagai simbol solidaritas terhadap Mahsa Amini. Kematian Mahsa Amini dan perempuan-perempuan lainnya tidak seharusnya terjadi atas nama kewajiban agama. Komnas Perempuan mencatat 62 kebijakan daerah yang memuat aturan berbusana, tersebar di 15 provinsi, dalam bentuk peraturan daerah dan 43 peraturan dan kebijakan kepala daerah di tingkat provinsi dan kota/kabupaten di Indonesia. Kebijakan tersebut berdampak terhadap perempuan secara khusus akibat diskriminasi, pengabaian dalam layanan publik, sanksi administratif hingga kehilangan pekerjaan, diejek, dikucilkan, kekerasan dan persekusi.
Komnas Perempuan mengingatkan, kontrol terhadap tubuh perempuan merupakan pelanggaran atas hak asasi perempuan dalam hal ini hak atas tubuhnya. Dalam catatan Komnas Perempuan, pelanggaran terhadap hak atas tubuh perempuan merupakan kejahatan yang terjadi secara masif dan berulang pada tataran global khususnya kekerasan terhadap perempuan secara fisik, psikis, seksual, penelantaran baik di ranak domestik, publik, negara maupun siber (online) termasuk kekerasan berbasis budaya dan agama. Komnas Perempuan juga mengingatkan, unjuk rasa dan akses ke internet merupakan wujud kebebasan berekspresi dan berpendapat. Hak tersebut adalah hak asasi manusia yang fundamental yang wajib dilindungi oleh negara. Oleh karena itu, pasukan keamanan di Iran perlu memastikan bahwa warga sipil dapat berunjuk rasa secara damai dan tanpa kekerasan serta penangkapan sewenang-wenang.
Sehubungan dengan kondisi di Iran tersebut, Komnas Perempuan mendesak agar:
Pemerintah Iran
- Memastikan pasukan keamanan mengawal dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan terhadap perempuan pengunjuk rasa
- Memastikan warga Iran dapat menikmati haknya atas kebebasan berekspresi, berpendapat dan berserikat khususnya pemakaian/tidak memakai jilbab serta pemanfaatan internet tanpa hambatan.
- Menjamin keamanan jurnalis dalam meliput berita unjuk rasa di Iran.
- Memastikan hak perempuan Iran atas tubuhnya dilindungi dan dipenuhi oleh negara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa
- Mendesak pemerintah Iran agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan penahanan sewenang-sewenang terhadap wagra sipil pengunjuk rasa termasuk perempuan.
- Mendesak pemerintah Iran agar memenuhi hak-hak sosial politik warganya tentang kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul dan mendorong penghapusan regulasi yang menyasar kontrol terhadap tubuh perempuan seturut wewenangnya.
Pemerintah Indonesia
- Melakukan upaya-upaya diplomatik agar pemerintah Iran melalui aparat keamanan dapat menjamin unjuk rasa dapat berlangsung secara damai dan tanpa kekerasan dan menghentikan penangkapan sewenang-sewenang termasuk kepada para jurnalis.
- Mempercepat penghapusan perda-perda diskriminatif yang mengontrol tubuh perempuan karena berpotensi pemenuhan hak-hak asasi lainnya seperti hak atas pendidikan, hak atas hidup tanpa diskriminasi, kekerasan dan ancaman, dan hak atas kebebasan berekspresi. Pelanggaran hak asasi manusia juga berpotensi menghambat pencapaian keamanan masyarakat untuk hidup aman dan nyaman.
Narasumber:
- Rainy M. Hutabarat
- Veryanto Sitohang
- Olivia Ch. Salampessy
Narahubung: +62 813-8937-1400