“Membangun Ekosistem Pemilu yang Adil tanpa Kekerasan terhadap Perempuan”
Jakarta, 10 Juni 2024
Dalam rangka persiapan dan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) melakukan kerja sama Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Pemantauan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Walikota dan Wakil Walikota pada Senin, 10 Juni 2024, di Jakarta. Kerja sama ini menjadi salah satu upaya bersama untuk membangun komitmen dalam menciptakan kawasan bebas kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan, yang menekankan empat komitmen utama, yakni bertujuan untuk memastikan terciptanya lingkungan kerja dan Pemilu yang inklusif, adil, dan bermartabat.
“Komnas Perempuan mengapresiasi komitmen Bawaslu untuk memastikan integrasi upaya mengatasi kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, dalam cara pengawasan pemilihan umum serta dalam tata kerja institusinya,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.
Nota Kesepahaman Komnas Perempuan dan Bawaslu RI menekankan empat komitmen utama dalam langkah-langkah strategis, antara lain 1) peningkatan kapasitas dan edukasi para penyelenggara pemilu, serta masyarakat luas tentang pentingnya pencegahan kekerasan berbasis gender, 2) pemantauan dan pelaporan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam kaitannya dengan pemilu dan pilkada, serta di lingkungan Bawaslu, 3) kampanye publik secara masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam politik dan bahaya kekerasan berbasis gender serta penguatan Pengawasan Partisipatif melalui peran masyarakat sipil dan organisasi kemasyarakatan, serta 4) membangun dan mengadvokasi kebijakan dan peraturan yang lebih kuat untuk pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan, serta memastikan implementasinya.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, di dalam sambutannya menjelaskan bahwa penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan respon dari situasi yang dihadapi.
“Maraknya berbagai permasalahan di lingkungan kantor dan mekanisme kerja di wilayah Pemilu, khususnya kekerasan terhadap perempuan, misalnya dalam hal relasi baik antara komisioner, maupun antar staf, perkataan yang seksis dan diskriminatif harus dicegah. Penting mengupayakan bagaimana penghapusan kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kerja dan mekanisme etik di wilayah pemilih,” ujarnya.
Menurut Rahmat, banyak perkataan diskriminatif yang menyerang perempuan kerap terjadi di daerah. Hal ini juga terlihat dari aduan yang masuk ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di tingkat provinsi.
“Nota Kesepahaman ini nantinya akan menjadi Rencana Aksi yang akan disosialisasikan dan diterapkan di Bawaslu tingkat Kabupaten, Kota, dan Provinsi,” tandasnya.
Salah satu langkah awal tindak lanjut Nota Kesepahaman adalah dengan perumusanPedoman tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Bawaslu. Pedoman ini akan menjadi rujukan seluruh jajaran Bawaslu dalam mengembangkan mekanisme yang jelas dan efektif untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual.
“Komitmen untuk mengatasi kekerasan seksual, dan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan di dalam kerja Bawaslu kita harapkan juga dapat berkontribusi pada kehadiran penyelenggara Pemilu yang berintegritas, selain mengawal proses demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan bermartabat,” ungkap Andy.
Pada Bawaslu, Komnas Perempuan juga menitipkan harapan agar dapat mendukung kepemimpinan perempuan sesuai dengan amanat Undang-Undang dalam dalam hal mengawal keterwakilan perempuan dalam politik.
“Sebetulnya afirmasi bagi kehadiran dan kepemimpinan perempuan, termasuk representasi 30% dinyatakan dalam UU Pemilu, UU Politik dan UU Desa. Namun dalam pelaksanaannya sangat sulit, baik karena persoalan struktural maupun kultural. Dalam Pemilu tahun 2024 ini bahkan lebih sulit karena model politik yang transaksional dan dicederai oleh proses-proses yang menunjukkan ketidakpatuhan dalam penyelenggaraan pemilu pada ketentuan afirmasi kepemimpinan perempuan itu,”pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, ketentuan 30% untuk institusi penyelenggara pemilu 2024 pada akhirnya tidak tercapai. Juga ada pengaturan penghitungan suara yang memungkinkan kandidat perempuan lebih gampang kehilangan suaranya. Bahkan proses pemilihan harus diulangi karena aturan mengenai kandidasi 30% tidak terpenuhi. Diperkirakan jumlah perempuan di DPR RI dari hasil pemilu periode ini akan lebih sedikit di periode sebelumnya, dengan perolehan kurang dari 20%.
Menanggapi MoU ini, Deputi Pemenuhan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati, menyampaikan dukungan Kemen PPPA untuk pelaksanaan tindak lanjut dari Mou Komnas Perempuan dan Bawaslu. Dukungan ini termasuk untuk pengembangan pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang juga akan memuat mekanisme rujukan penanganan kasus, sesuai dengan amanat UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)