...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Siaran Pers Komnas Perempuan

Tentang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

 

Mengawal Perlindungan Hak Konstitusional Perempuan 

dalam Perkawinan Beda Agama pada Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Jakarta, 24 November 2022

 

 

Konstitusi Indonesia menjamin hak setiap orang untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah, sebagaimana tertuang dalam Pasal  28B Ayat 2 Undang-Undan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak  ini juga bertaut dengan jaminan konstitusional lainnya, termasuk atas perlindungan hukum (di dalam perkawinan) dan atas perlindungan diri, keluarga kehormatan dan martabatnya. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berpendapat bahwa jaminan hak-hak ini juga perlu dapat dinikmati oleh perempuan dalam perkawinan beda agama. 

 

Pendapat ini disampaikan oleh Komnas Perempuan dalam diskusi publik mengawal perlindungan hak konstitusional perempuan pada pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yaitu pasal 2 yang terkait dengan perkawinan beda agama.  Diskusi publik ini diselenggarakan pada 17 November tahun 2022 lalu menyusul penyampaian keterangan tertulis Komnas Perempuan ke Mahkamah Konstitusi pada proses pengajuan perkara di atas No 24/PUU-XX/2022Keterangan tertulis ad informandum Komnas Perempuan telah diterima Mahkamah Konstitusi pada 11 November 2022 dengan tanda terima dari Nomor 17-39/PUU/PAN.MK/AP3.  

 

Pada keterangan tertulis ad informandum tersebut Komnas Perempuan menyampaikan kedudukan dan kepentingan Komnas Perempuan, dampak hukum dan kerugian konstitusional perempuan yang saat ini menikah dengan pasangannya yang berbeda agama, serta menyampaikan pentingnya pembaharuan hukum perkawinan sebagai bentuk perlindungan hak konstitusional warga negara perempuan. Keterangan tertulis ini disampaikan berdasarkan tugas dan kewenangan Komnas Perempuan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Juga, didasarkan pada  Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang yang memberikan kewenangan penyampaian keterangan bagi para pihak. Lembaga negara yang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permohonan juga termasuk dalam para pihak itu.  

 

Komnas Perempuan memandang penting untuk menyampaikan kepada publik mengenai pandangan Komnas Perempuan tersebut berdasarkan pengalaman perempuan yang menikah dan berada dalam perkawinan beda agama. Hadir sebagainarasumber pada forum diskusi publik sebagai pegiat isu perlindungan hak perkawinan pasangan beda agama Ahmad Nurkholis dari Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)Ia menyampaikan bahwa sejak tahun 2005 hingga tahun 2022 terdapat 1.545 pasangan perkawinan beda agama. Narasumber lainnya adalah I.D.G Palguna; Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008/2015-2019. Menurutnya, “hak konstitusional merupakan bagian dari hukum fundamental (yaitu konstitusi) maka segala konsekuensi yang menyertai kedudukan konstitusi sebagai hukum fundamental melekat dalam hak konstitusional. Karena itu, negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi konstitusional tersebut.” Karenanya, Mahkamah Konstitusi dapat memberikan penafsiran terhadap Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dengan menyatakan frasa” dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” dimaknai perkawinan harus dianggap sah apabila telah dilakukan menurut agama atau kepercayaan salah satu pihak yang melakukan perkawinan tanpa mengharuskan salah seorang dari mereka mengubah atau mengganti agama atau kepercayaannya itu. Juga mendorong perubahan UU perkawinan untuk menambahkan ketentuan yang memastikan kedudukan hak untuk melakukan perkawinan yang sah sebagai bagian dari non-derogable right (hak tidak dapat ditunda), di mana ketentuan keabsahan perkawinan selain berdasarkan atas hukum agama atau kepercayaan para pihak, juga didasarkan pada hukum positif  dalam pasal atau ayat baru.

 

Dalam diskusi publik ini, pandangan Komnas Perempuan disampaikan oleh Dewi Kanti, Anggota Komisi Paripurna. Untuk pengawalan perlindungan hak warga negara dalam hal perkawinan yang berbeda agama, Komnas Perempuan merekomendasikan:

1.       Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan perkara pengujian Pasal 2 dan Pasal 8 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (terkait perkawinan beda agama) dengan menjunjung pengawalan supremasi konstitusi dan sebagai bagian tidak terpisah dari perlindungan hak konstitusional warga negara, termasuk perempuan, untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. 

2.       Pemerintah melakukan upaya pembaharuan hukum perkawinan yang tidak mencantumkan pengaturan diskriminatif terhadap perkawinan beda agama.

 

 

Narasumber:

1. Dewi Kanti 

2. Imam Nahei 

3. Andy Yentriyani

 

Narahubung: 0813-8937-1400

 


Pertanyaan / Komentar: