“Keadilan
Sosial dan Kerja Layak bagi Buruh Perempuan”
Jakarta, 1 Mei 2024
“Seluruh
buruh di dunia berhak untuk mendapatkan jaminan sosial dan pelindungan sosial
atas segala kondisi dan risiko sosial ekonomi politik di dunia kerja terhadap
keberlangsungan hidup yang layak. Negara harusnya memiliki sistem ideal dan mengembangkan
mekanisme layak atas jaminan dan pelindungan sosial atas buruh dan keluarganya,
demikian juga pihak pemberi kerja bertanggung jawab atas jaminan sosial terhadap pekerja, tidak
membuat pekerja masuk ke dalam sistem ekonomi pasar dan perdangan bebas dengan
menempuh segala resiko buruk di dunia kerja tanpa pemenuhan hak asasi atas
jaminan sosial dan kerja layak, terutama bagi buruh perempuan dengan kerentanan
berlapis,” papar Tiasri Wiandani, Komisioner
Komnas Perempuan.
Hal
ini disampaikan dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional 2024. Tanggal 1 Mei merupakan momen untuk
memperingati kerja keras para buruh serta untuk memperkuat perjuangan para
buruh di seluruh dunia atas perolehan kesejahteraan, hak asasi, pengakuan dan
pelindungan.
Perempuan
buruh yang bekerja di sektor informal, perempuan dengan kerentanan khusus
seperti perempuan pekerja dengan disabilitas, perempuan yang bekerja di
industri hiburan, perempuan dengan identitas sosial tertentu (keyakinan, agama,
ras, suku, orientasi gender dan seksual minoritas) mengalami kerentanan
berlapis di dunia kerja.
“Oleh
karenanya Komnas Perempuan juga masih terus mendorong ratifikasi Konvensi ILO
190 tentang Penghapusan Kekerasan dan
Pelecehan di Lingkungan Kerja sebagai perlindungan bagi buruh untuk memberikan
jaminan rasa aman dan nyaman saat berada di lingkungan kerja, serta
implementasi dan pengawasan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 tentang
Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja,” jelas
Tiasri Wiandani.
Dalam beberapa tahun
terakhir, isu Keadilan Sosial dan Pekerjaan Layak menjadi perhatian. Isu ini
menjadi sangat krusial mengingat perwujudan keadilan sosial dan kerja layak
merupakan hak asasi yang hingga hari ini masih harus diperjuangkan oleh para
buruh di seluruh dunia. Berdasarkan
data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023, terdapat 500 angka
kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja yang masuk ke pengaduan Komnas
Perempuan sepanjang 2023.
“Di
Indonesia, kerja layak serta jaminan dan pelindungan sosial bagi pekerja lebih
sulit diperoleh oleh perempuan pekerja. Sebagaimana yang dilaporkan ke Komnas Perempuan baik secara individu
maupun melalui audiensi oleh
serikat buruh yang melakukan pengaduan, mereka
menyatakan kerap mengalami kekerasan dan pelanggaran atas hak kerja layak
seperti pelanggaran hak maternitas dan
hak kesehatan reproduksi seperti persyaratan cuti haid yang dipersulit. Haid dikategorikan sebagai penyakit
sehingga harus ada surat dokter hingga terjadi pemeriksaan dengan cara
pelecehan seksual, cuti haid diganti uang, cuti haid memotong cuti tahunan,
premi hadir dipotong karena mengambil cuti haid dan dipersoalkan karena tidak
memenuhi target, ancaman PHK karena hamil, PHK saat hamil dengan alasan kontrak
habis atau melakukan pelanggaran kerja, pekerjaan berat untuk pekerja hamil,” tegas Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan.
Lebih
lanjut Satyawanti menyampaikan bahwan berbagai serikat buruh juga melaporkan
adanya diskriminasi berbasis gender di industri terhadap perempuan pekerja
menyangkut perbedaan struktur dan skala upah serta kenaikan jabatan. Di samping
itu juga adanya kekerasan ekonomi yang kerap dialami oleh buruh perempuan
berupa lembur tak dibayar, dipaksa lembur dan harus mengambil waktu istirahat
untuk memenuhi target dan diancam dengan surat peringatan, upah dipotong 50%
dan dirumahkan mulai sejak COVID-19 hingga saat ini. Para buruh perempuan juga
mengalami pelanggaran hak terkait kebebasan berserikat, serta kesulitan
mendapat dispensasi mengikuti kegiatan serikat bagi perempuan pengurus Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
Menurut ILO, terdapat
21 indikator pekerjaan layak dibagi ke dalam 4 katagori yaitu : Hak Pekerja,
Ketenagakerjaan, Perlindungan Sosial, dan Dialog Sosial. 21 indikator tersebut
diantaranya: 1) Administrasi Tenaga Kerja, 2) Komitmen Pemerintah pada Lapangan
Kerja, 3) Asuransi Pengangguran, 4) Hukum Upah Minimum, 5) Jam Kerja Maksimum,
6) Tunjangan Cuti Tahunan, 7) Cuti Kehamilan Ibu, 8) Cuti Orang Tua, 9) Pekerja
Anak, 10) Pekerja Paksa, 11) Pemutusan Hubungan Kerja, 12) Kesempatan dan
Perlakuan yang setara, 13) Remunerasi yang Setara antara Pria dan Perempuan
untuk Pekerjaan yang Bernilai Sama, 14) Manfaat bagi Pekerja Celaka, 15)
Inspeksi Pekerja (Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan), 16) Pensiun, 17)
Ketidakmampuan Bekerja Dikarenakan Sakit/Cuti Sakit, 18) Ketidakmampuan Bekerja
Disebabkan Cacat, 19) Kebebasan Berserikat dan Hak Beroganisasi, 20)
Perundingan Kolektif dan 21) Konsultasi Tripartit.
Narahubung: Elsa Faturahmah (0813-8937-1400)