“Direktorat PPA dan PPO untuk Pemenuhan Hak Keadilan Dan Pemulihan Korban”
Jakarta, 21 April 2024
Dalam rangka memperingati Hari Kartini tahun 2024, Komnas Perempuan menyelenggarakan webinar dengan tema “Mengawal Pembentukan Kelembagaan Direktorat PPO dan PPA Polri” pada Jumat (19/4/2024). Webinar ini merupakan salah satu bentuk apresiasi atas pengesahan Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Februari 2024. Salah satu perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja adalah adanya penambahan Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dittipid PPA dan PPO). Peningkatan status Unit PPA ini merupakan upaya dari Polri, Kementerian/Lembaga dan gerakan perempuan untuk menjadikan Polri sebagai garda terdepan dalam memberikan layanan keadilan bagi perempuan, anak dan kelompok rentan.
Hadir dalam webinar ini Ketua Komisi Kepolisian Nasional Benny Josua Mamoto yang turut memberikan sambutannya, para narasumber, Kepala Bagian Kelembagaan Pusat, Biro Kelembagaan dan Tata Laksana Srena Polri Srena Polri: Kombes Pol Trisno Riyanto dan Ketua LBH APIK Jakarta, Uli Pangaribuan, serta para penanggap Pendiri DERAP Warapsari sekaligus Komisioner Purnabakti Komnas Perempuan Irawati Harsono, Asisten Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Politik, Hukum, dan Keamanan dan Pemerintah Daerah KemenpanRB, Istyadi Insani, dan Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Margareth Robin Korwa. Para peserta yang berpartisipasi baik melalui zoom maupun youtube berasal dari Unit PPA seluruh Indonesia, lembaga layanan korban, media dan masyarakat umum.
“Kita tahu bahwa kebutuhan penanganan kasus-kasus yang melibatkan perempuan, baik sebagai korban, saksi, maupun tersangka, terutama dalam pengambilan keterangan dan pemeriksaan fisik menjadikan polisi butuh kehadiran bukan saja polisi perempuan sebagai penyidik, tapi juga unit yang betul-betul memberikan perhatian khusus kepada persoalan itu,” tegas Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam sambutannya.
Komnas Perempuan mencatat dalam rentang 10 tahun terakhir terdapat lebih dari 2.5 juta kasus kekerasan berbasis gender sudah dilaporkan pada banyak lembaga. Tahun 2023 saja, Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat 289.111 kasus kekerasan berbasis gender, yang sebagian besarnya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga dan sepertiganya adalah kekerasan seksual.
“Dalam Catahu juga Komnas Perempuan masih banyak menemukan laporan-laporan terkait aparat kepolisian dalam membantu mencari keadilan. Misalnya saja soal no viral no justice, atau keluhan tentang keadilan yang tertunda karena proses pelaporan yang tidak langsung disikapi atau tidak ada kejelasan waktu dari tahapan prosesnya, bahkan ada yang sampai kadaluarsa. Atau juga masih ada yang dilaporkan karena masih memiliki sikap yang menyudutkan korban, atau tidak tahu, tidak mampu mengaplikasi perkembangan hukum serta lain sebagainya,” tambah Andy Yentriyani.
Direktorat PPA dan PPO yang kini sedang dalam proses pembentukannya akan bertugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lain serta perdagangan orang termasuk tindak pidana pencucian uang dari kejahatan asal, serta memberikan pelindungan terhadap korbannya. Terkait pembentukan Direktorat PPA dan PPO ini, Komnas Perempuan mengidentifikasi kebutuhan struktur Direktorat PPA dan PPO, yang tidak hanya untuk optimalisasi pelaksanaan berbagai mandat dalam Undang-Undang, seperti UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), namun juga harus mampu mengikuti kompleksitas serta perkembangan kejahatan berbasis gender. Isu lain adalah terkait Kepemimpinan Perempuan di Direktorat PPA dan PPO, mekanisme pelindungan dan layanan serta kerjasama dan koordinasi..
"Kami merekomendasikan agar tugas dan fungsi pelindungan dan layanan menjadi bagian dalam struktur direktorat PPA dan PPO, mengingat kerja-kerja penyelidik dan penyidik tidak bisa sendiri, namun harus terintegrasi dan berkolaborasi dengan sistem layanan pemulihan korban. Juga yang mengisi di posisi-posisi di direktorat PPA dan PPO adalah teman-teman di Unit PPA yang selama ini telah memahami dan berpengalaman dalam berinteraksi dengan perempuan yang berhadapan dengan hukum," papar komisioner Siti Aminah Tardi.
Komnas Perempuan juga menyoroti jumlah dan kapasitas Polwan yang bergabung di PPA dan PPO, serta tata kerja organisasi. Setelah pembentukan Direktorat PPA dan PPO, masih terdapat sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan, dari rekruitment, peningkatan kapasitas, penyediaan sarana prasarana dan membangun berbagai mekanisme kerja antar unit kerja baik di internal dan eksternal Polri.
“Bagi Komnas Perempuan, pembentukan Direktorat PPA dan PPO ini merupakan sebuah upaya sistemik yang sangat penting dan harus kita pastikan bersama, agar Direktorat ini dapat menghadirkan keadilan dan kesentosaan di Indonesia, memastikan Indonesia yang aman bagi semua. Seperti halnya cita-cita Kartini untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian dari emansipasi perempuan,” pungkas Komisioner Veryanto Sitohang.
Narahubung: Elsa Faturahmah (0813-8937-1400)