...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM 2023

“Hadirkan Regulasi, Lindungi Perempuan Pembela HAM”

Jakarta, 29 November 2023

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merekomendasikan agar Pemerintah RI segera menghadirkan regulasi bagi Perempuan Pembela HAM (PPHAM). Regulasi ini bertujuan untuk melindungi mereka dalam  kontribusinya terhadap pemenuhan dan pemajuan HAM perempuan di Indonesia. Hal ini mengingat ancaman dan serangan baik fisik, psikis, seksual maupun digital terhadap PPHAM semakin meningkat. Sementara Negara belum menyediakan mekanisme pencegahan, pelindungan, penanganan, dan pemulihan termasuk terbatasnya daya dukung pemulihan bagi PPHAM yang mengalami kekerasan.

Komnas Perempuan menerima aduan dari PPHAM dan melaporkannya dalam catatan tahunan secara berkala. Meski data ini belum sepenuhnya memperlihatkan realita yang sebenarnya namun dalam 10 tahun terakhir, kekerasan terhadap PPHAM masih terus ada.  

“Dalam satu dekade terakhir setidaknya terdapat 101 PPHAM mengalami berbagai serangan mulai dari ancaman, intimidasi, kekerasan, hingga kriminalisasi. Berbagai serangan tersebut terjadi di berbagai wilayah mulai dari Aceh hingga Papua. Adapun DKI Jakarta dan Jawa Timur menjadi wilayah dengan kasus tertinggi. Sementara itu, PPHAM yang aktif mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan sumber daya alam paling banyak mengalami serangan” ujar Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan menilai, ketiadaan regulasi perlindungan menyumbang pada masih berulangnya kekerasan terhadap PPHAM.

“Minimnya regulasi dan masih eksisnya berbagai kebijakan kontradiktif yang melemahkan PPHAM sebenarnya saling berkait kelindan. Hal ini kemudian menyebabkan lambannya penanganan dan pemulihan bagi perempuan pembela HAM. Belum lagi adanya perspektif bahwa kekerasan yang dialami adalah bagian dari risiko pekerjaan,ungkap Komisioner Satyawanti Mashudi.

Sebagaimana aduan yang diterima, para PPHAM melaporkan bahwa mereka kerap dikenakan  pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 27, pasal 28 ayat 2, pasal 29, pasal 36, pasal 40 ayat 2a dan 2b, dan pasal 45 ayat 3. Bahkan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama terkait dengan partisipasi masyarakat yang tidak bisa dipidana atau digugat secara perdata, juga tidak dapat diterapkan.  

Mengingat berbagai permasalahan di atas, hadirnya regulasi yang menjamin pengakuan dan perlindungan bagi PPHAM menjadi penting dan mendesak.

“PPHAM mempunyai peran krusial dalam memastikan penegakan dan pemajuan HAM sebagai pilar demokrasi berjalan sebagaimana diharapkan. Terkadang, upaya mereka juga terkesan mengambil peran pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk memajukan, menegakkan dan melindungi HAM. Karena itu, Komnas Perempuan mendorong negara agar segera menghadirkan regulasi terkait pengakuan dan perlindungan bagi PPHAM untuk memastikan negara dapat menyediakan mekanisme pencegahan, pelindungan, penanganan, dan pemulihan bagi PPHAM, pungkas Mariana Amiruddin, Wakil Ketua Komnas Perempuan.

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: