Siaran Pers Komnas Perempuan
Tentang Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM (PPHAM)
“Merajut Kerangka Perlindungan Bagi Perempuan Pembela Ham”
Jakarta, 29 November 2022
Komnas Perempuan memberikan apresiasi dan kepedulian kepada seluruh Perempuan Pembela HAM (PPHAM) yang terus berjuang dalam memajukan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia khususnya Hak Asasi Perempuan pada berbagai situasi sulit, penuh tekanan dan berisiko. Komnas Perempuan memandang penting kehadiran PPHAM sebagai pengawal hak-hak asasi perempuan di berbagai konteks persoalan masyarakat dan negara termasuk tantangan pembangunan, juga sebagai mitra kritis untuk memastikan pelanggaran HAM ditangani, mendorong negara untuk mengimplementasikan kewajiban HAM internasional dan memberikan pendidikan hak asasi manusia untuk warga negara sebagai bagian dari hak konstitusional. Karenanya, Komnas Perempuan merekomendasikan perlindungan terhadap Perempuan Pembela HAM (PPHAM) dalam menjalankan tugas-tugasnya.
PPHAM senantiasa menghadapi berbagai tantangan. Komnas Perempuan mencatat bahwa PPHAM memiliki kerentanan-kerentanan khusus karena gendernya yang menempatkannya berbeda dari laki-laki pembela HAM khususnya kekerasan berbasis gender. Hasil pemetaan Komnas Perempuan, terdapat 19 bentuk kekerasan terhadap para Pembela HAM dan sebanyak 10 (sepuluh) bentuk kerentanan dan kekerasan yang khusus dialami oleh perempuan pembela HAM sementara 9 (sembilan) lainnya juga dialami oleh laki-laki pembela HAM. PPHAM berhadapan dengan kerentanan dan kekerasan khusus karena gendernya yakni pertama, serangan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan yang merupakan elemen utama penilaian kesucian dan harga diri perempuan di dalam masyarakat patriarkis. Tubuh dan seksualitas perempuan tidak henti-hentinya dijadikan obyek kekerasan. Kedua, serangan terhadap perempuan atas dasar stereotipe dan atas peran gendernya.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan dalam rentang tahun 2015-2021 mencatat terdapat 87 kasus kekerasan terhadap PPHAM yang diadukan secara langsung. Kenaikan signifikan terjadi pada dua tahun ke belakang, tahun 2020 terdapat 36 kasus kekerasan, dan pada 2021 tercatat 23 kasus sedangkan pada 2019 terdapat 5 kasus. Data kekerasan terhadap PPHAM merupakan fenomena gunung es, diyakini serangan dalam berbagai bentuknya lebih besar dari yang dilaporkan.Komnas Perempuan meluncurkan Laporan Kajian Cepat Kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM, pada 2 Desember 2021 yang mencatat tentang serangan terhadap PPHAM juga terjadi melalui siber, seperti doxing, hacking(peretasan), stalking, persekusi, fitnah, dan serangan dos (denial-of-service) pada organisasi PPHAM atau media daring (online) yang memberitakan atau mengangkat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Bahkan keluarga PPHAM mengalami intimidasi dan ancaman sehingga kehilangan hak atas rasa aman dalam kehidupannya. Juga, pada 2021 Komnas Perempuan mencatat 15 (lima belas) PPHAM dari berbagai sektor mengalami kriminalisasi yang terjadi pada 2018 hingga 2021. Hasil temuan Komnas Perempuan dalam kajian kriminalisasi PPHAM juga memperlihatkan pasal 27 dan 28 UU ITE seringkali dijadikan dasar dalam melakukan kriminalisasi terhadap PPHAM. Kriminalisasi PPHAM dan serangan siber berdampak buruk bagi PPHAM dan menghambat kerja-kerja pemajuan HAM perempuan di Indonesia.Sayangnya, pembungkaman melalui ancaman, kekerasan, dan kriminalisasi, keberadaan PPHAM belum dilindungi. Media mencatat bahwa pasal yang kerap disangkakan pada PPHAM yaitu Pasal 27 ayat 3, pasal 14 ayat 2, pasal 15 Undang-Undang ITE serta pasal 310, 311, dan Pasal 55 KUHP (Kompas.com). Diantara kriminalisasi tersebut, tidak jarang PPHAM dianggap sebagai tuduhan pembuat makar dan provokatif terutama dalam kasus-kasus konflik Sumber Daya Alam dan politik.
Salah satu upaya perlindungan tersebut dapat dimulai dengan mengadopsi dan mengkontekstualisasikan instrumen-instrumen internasional yang mendukung kerja-kerja PPHAM dalam perangkat kebijakan nasional. Sejumlah instrumen tersebut di antaranya adalah Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia (1998), Resolusi Perempuan Pembela HAM pada Majelis Umum PBB (2013) dan Deklarasi Marakesh pada Konferensi Aliansi Global Institusi Negara untuk Hak Asasi Manusia (2018). Meski terdapat beberapa kebijakan nasional yang memberikan perlindungan terhadap Advokat, atau pedamping atau istilah lainnya namun belum mendukung dan melindungi Pembela HAM secara menyeluruh termasuk Pembela HAM perempuan. Perpres P3AKS yang secara spesifik menyebut “Pembela Hak Asasi Perempuan” memandatkan perlindungan khusus terhadap pembela hak asasi perempuan (Pasal 8). Namun, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan perlindungan khusus tersebut. Komnas Perempuan juga mengingatkan salah satu rekomendasi dari negara-negara peninjau dalam Sesi 41 Sidang Universal Periodic Review beririsan dengan tugas-tugas PPHAM yakni ratifikasi OPCAT dan pelaksanaan hak-hak sosial politik secara penyeluruh.
Di tingkat akar rumput, berbagai upaya mandiri sesungguhnya telah dilakukan oleh PPHAM untuk mempertahankan kehidupan dan perjuangan mereka, diantaranya; melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengumpulkan dukungan untuk perlindungan dari virus Covid-19, mengumpulkan donasi untuk keberlanjutan kerja pembelaan HAM Perempuan, dan melakukan berbagai kampanye dan advokasi untuk kesetaraan hak perempuan. Namun seluruh upaya ini tidaklah cukup mengingat upaya perlindungan keamanan sesungguhnya merupakan tanggung jawab negara.
Untuk itu, dalam rangka Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada sejumlah institusi negara terkait untuk melakukan dan mengupayakan langkah-langkah sebagai berikut:
- DPR RI mendorong penyusunan kebijakan untuk perlindungan Pembela HAM dan merevisi kebijakan-kebijakan multitafsir yang menghambat aktivitas PPHAM.
- Aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas terkait penanganan terhadap PPHAM dan tidak menggunakan aturan-aturan hukum untuk tujuan yang bertentangan dengan nilai keadilan dalam masyarakat.
- Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk: (1) mensosialisasikan peran penting Perempuan Pembela HAM dan mendorong adanya kebijakan yang melindungi PPHAM; dan (2) melakukan pencatatan kekerasan terhadap PPHAM atau petugas P2TP2A dalam lingkup kerja-kerjanya
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk membangun mekanisme perlindungan terpadu bagi PPHAM untuk menjawab kekosongan payung hukum nasional bersama Komnas Perempuan.
- Organisasi atau lembaga yang melakukan kegiatan dalam lingkup Hak Asasi Manusia untuk melengkapi mekanisme kerja pembelaan hak asasi perempuan dengan sistem keamanan pembela HAM sebagai bagian pencegahan kekerasan dan kriminalisasi.
- Media massa untuk terus memantau dan memberikan dukungan pada upaya-upya perlindungan PPHAM.
Narasumber:
1. Theresia Iswarini
2. Bahrul Fuad
3. Siti Aminah Tardi
4. Rainy Hutabarat
5. Mariana Amiruddin
Narahubung: 0813-8937-1400