...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Peringatan Hari Polwan 2023

"Tingkatkan Jumlah, Kapasitas dan Peran Strategis Polwan" 

 

Jakarta, 2 September 2023

 

 

Peningkatan jumlah, kapasitas dan peran strategis Polisi Wanita (Polwan) merupakan kebutuhan genting untuk penyelenggaraan peran kepolisian dalam penegakan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pesan ini disampaikan Komnas Perempuan dalam rangka peringatan Hari Polwan ke-75 pada 1 September 2023. Polwan pertama kali direkrut secara resmi pada 1 September 1948 untuk menangani masalah-masalah pemeriksaan terhadap perempuan. 

 

“Peningkatan jumlah kasus dan kompleksitas persoalan perempuan berhadapan dengan hukum, sebagai tersangka, saksi maupun korban, menuntut kehadiran Polwan yang lebih banyak, lebih cakap dan dalam posisi yang lebih strategis di dalam penanganan kasus, terutama dalam pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS),” jelas Andy Yentriyani, ketua Komnas Perempuan. 

 

Sejak Januari hingga Juli 2023, Komnas Perempuan sudah menerima lebih 2500 kasus kekerasan terhadap perempuan dan juga kasus perempuan yang berkonflik hukum.  

 

“Guna mengawal pelaksanaan UU TPKS, selain merekrut dan melatih lebih banyak Polwan sebagai penyidik, penguatan peran strategis Polwan juga perlu disegerakan melalui pembentukan Direktorat Perempuan dan Pelindungan Anak (PPA)UU TPKS memandatkan penanganan yang bersifat khusus dengan memperhatikan kerentanan korban, termasuk kerentanan berbasis gender. Hal ini mengingat jumlah terbanyak dari korban kekerasan seksual adalah perempuan dan anak,” imbuh Andy. 

 

Sementara itu, upaya Polri untuk memberikan panduan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak telah dilakukan melalui, antara lain Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) tentang Penyidikan Tindak Pidana, Perkap No.8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dan Perkap No. 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana. Ketiga peraturan tersebut memandu dan menjadi standar kerja bagi anggota kepolisian untuk memberikan layanan penegakan hukum termasuk pada perempuan dan anak korban kekerasan. 

 

“Ketiga aturan internal ini perlu disinkronkan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan untuk menjadi panduan penanganan Perempuan Berhadapan Hukum (PBH) di Kepolisian, ”ujar Komisioner Siti Aminah Tardi, yang juga Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan. 

Sebagai contoh, UU TPKS dan UU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memiliki pengaruh signifikan pada pelaksanaan tugas dan peran Polri dalam menerima pelaporan/pengaduan, penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan seksual.  Selain turut mendorong pendirian Direktorat PPA, Siti Aminah juga mengingatkan pentingnya harmonisasi kebijakan internal kepolisian dengan kebijakan pengarusutamaan gender.

 

“Proses harmonisasi ini perlu dilengkapi dengan langkah kebijakan afirmasi untuk mengatasi berbagai tantangan struktural dan kultural yang dihadapi Polwan karena ia perempuan,” tegas Siti

 

Selain itu, Komisioner Rainy M. Hutabarat,  yang juga pengampu Kajian Disabilitas Komnas Perempuan, mengingatkan bahwa kebutuhan pada jumlah POLWAN juga ditemukan dalam upaya mencegah penyiksaan. 

 

“Komnas Perempuan menemukan jumlah Polwan yang terbatas seperti di Provinsi Papua mengakibatkan rumah-rumah tahanan (rutan) dijaga oleh laki-laki polisi, termasuk untuk sel-sel perempuan,” jelas Rainy. 

 

Protokol Bangkok yang menjadi rujukan upaya pencegahan penyiksaan bagi perempuan tahanan menegaskan pentingnya kehadiran dan kepemimpinan petugas perempuan untuk menyikapi kerentanan berbasis gender terhadap tindak penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. 

 

“Tidak terlepas dari itu adalah kebutuhan pihak kepolisian untuk memastikan penyelenggaraan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum, termasuk dengan tidak mengusulkan cara-cara “damai” atau di luar proses hukum bagi perempuan penyandang disabilitas korban kekerasan seksual,” pungkas Rainy.

 

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: