...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Sidang sesi ke-16 EMRIP, Jenewa 17-21 Juli 2023

Masyarakat Adat  dan Keberlangsungan Peradaban yang Inklusif Bagi Dunia

25 Juli 2023

Negara-negara perlu dengan segera mengembangkan upaya pelindungan komprehensif pada masyarakat asli/adat dalam memastikan pembangunan berkelanjutan yang sejati. Hal ini merupakan kesimpulan dari Sesi ke-16  Expert Mechanism on the Right of Indigeneous Peoples (EMRIP) di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, 17 hingga 22 Juli 2023 lalu. Komnas Perempuan turut berpartisipasi dalam sidang tersebut, diwakili oleh Ketua  Andy Yentriyani, bersama Komisioner Dewi Kanti yang  sekaligus sebagai  perwakilan dari masyarakat adat dan penganut agama leluhur, serta Koordinator Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi (PME), Yulianti Ratnaningsih.

“Pemerintah Indonesia perlu lebih proaktif dalam memastikan jaminan pelindungan masyarakat asli/adat, baik melalui legislasi dan implementasinya di dalam negeri maupun melalui pendekatan politik luar negeri,” tegas Andy.

Landasan prinsip dalam pelindungan masyarakat asli/adat mengacu pada Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Asli (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples/UNRIP) tahun 2007. Pemerintah Indonesia turut mendukung dan menandatangani Deklarasi ini. Sementara penggunaan kata pribumi telah dilarang berdasarkan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 dan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, tafsir UNRIP lekat pada karakter dan tantangan yang dihadapi oleh komunitas masyarakat adat di nusantara.

Dalam partisipasinya, Komnas Perempuan memberikan informasi mengenai perkembangan  kondisi masyarakat asli/adat di Indonesia terkait upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan. Sidang mendiskusikan 14 agenda, dengan fokus utama pada persoalan militerisasi dan dampaknya pada masyarakat asli/adat dalam hal kekerasan, diskriminasi, peminggiran dan pencerabutan akses pada lahan, kehidupan dan identitas komunitas.

“Komnas Perempuan melaporkan bahwa salah satu perkembangan menggembirakan di Indonesia adalah pengaturan yang lebih ketat tentang larangan penyiksaan. Termasuk di dalamnya adalah pengaturan dalam UU TIndak Pidana Kekerasan Seksual yang melarang penyiksaan seksual, sebagai salah satu perhatian EMRIP,” jelas Andy.

Selain itu, Komnas Perempuan juga menyoroti dampak perampasan lahan pada diskriminasi berlapis perempuan adat penganut agama leluhur, pada isu partisipasi sejati perempuan asli/adat dalam pengambilan keputusan pada ruang-ruang pengambilan keputusan, dan dampak tidak proporsional berbasis gender pada perempuan.

“Informasi yang diberikan oleh semua delegasi menunjukkan urgensi forum yang mendorong negara-negara pihak anggota PBB memberi perhatian khusus pada persoalan masyarakat adat di wilayahnya masing-masing, termasuk memikirkan kebijakan yang serius untuk pengakuan, pelindungan dan hak-hak  masyarakat  adat sebagai elemen penting  dalam berbangsa dan bernegara, meneguhkan peradaban kemanusiaan dan kebangsaan dalam kebijakan pembangunan yang berkelanjutan,” jelas Dewi Kanti.

Misalnya saja, dalam diskusi tematik mengenai Bahasa Ibu/Asli, terungkap refleksi masyarakat adat yang tengah menghadapi kepunahan bahasa asli mereka sebagai ancaman pada keseluruhan identitasnya. Sebagian kondisi ini karena kebijakan kolonialisasi di masa lalu, pencerabutan masyarakat adat dari lokasi tinggalnya yang merupakan semesta pembentuk Bahasa itu sendiri, maupun kehilangan penuturnya karena diskriminasi sistemik menyebabkan Bahasa itu tidak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di pelajari sebagai bagian dari sistem Pendidikan.  

Dibentuk pada tahun 2007 di bawah Resolusi 6/36 sebagai badan pembantu Dewan HAM PBB,  Mekanisme Pakar ini diamanatkan untuk memberikan saran tematik tentang hak-hak Masyarakat Adat sebagaimana diarahkan oleh Dewan. Pada sidang tahun ini pula ditetapkan Sheryl Lightfoot sebagai ketua EMRIP tahun 2023-2024.

Berefleksi dari beragam persoalan yang dihadapi masyarakat adat yang terungkap pada forum tersebut, Komnas Perempuan menyerukan agar :

  1. DPR RI segera mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat sebagai payung hukum  perlindungan, pemenuhan dan pemulihan hak-hak masyarakat adat seturut amanat konstitusi.

  2. Pemerintah RI merefleksi  ulang  implementasi UU Pemajuan Kebudayaan,  bahwa pemajuan kebudayaan tidak cukup pada aspek perlindungan objek-objek kebudayaan, namun yang utama adalah perlindungan, pengakuan dan pemenuhan hak- hak masyarakat adat sebagai subjek utama dari perawat dan pelestari objek-objek kebudayaan. Hal ini mengingat peradaban kebudayaan Indonesia akan lestari bila terjadi penguatan dan dukungan pada  entitas ekosistem kebudayaan  bangsa itu sendiri

  3. Pemerintah Indonesia terus mengembangkan kepemimpinan dalam pemajuan HAM di kancah internasional, termasuk dengan keterlibatan yang lebih aktif dan substantif dalam mendorong penerapan UNRIP oleh negara-negara anggota PBB.

 

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: