...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Side Event Siklus 4 Universal Periodic Review

Siaran Pers Komnas Perempuan

Tentang Side Event Siklus 4 Universal Periodic Review


Pemerintah Indonesia Penting Membuka Dialog dengan Berbagai Pihak Terhadap Berbagai Masukan Rekomendasi terkait HAM termasuk HAM Perempuan


9 Desember 2022


Hari ini, Rabu 9 November 2022, jam 15.00 WIB (atau jam 9 pagi waktu Jenewa, Swiss) Sidang ke 41 dari Siklus ke-41 Universal Periodic Review (UPR) atau Peninjauan Berkala Universal atas Indonesia dimulai. Sidang ke-41 yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berlangsung pada 9 – 11 November 2022. UPR merupakan mekanisme peninjauan terhadap kemajuan-kemajuan, tantangan maupun agenda dari negara-negara anggota PBB yang dilakukan secara bergantian dalam siklus 4,5 tahun sekali. Para peninjau adalah juga negara-negara anggota yang lain. Bagi Indonesia, ini adalah siklus yang keempat kalinya setelah sebelumnya dilakukan pada tahun 2008, 2012, dan 2017. Pemerintah Indonesia diharapkan akan memberikan informasi yang lengkap, terus membangun dialog konstruktif dengan para peninjau, dan membuka diri untuk menerima berbagai masukan untuk perbaikan upaya pemajuan pemenuhan hak-hak asasi manusia, termasuk dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Sebagai bagian dari upaya menginformasikan kemajuan, tantangan, maupun agenda prioritas bagi Indonesia dalam siklus ke-4 UPR ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah menyerahkan laporan independen yang memuat isu-isu krusial terkait hak perempuan, yang sebagian besarnya merupakan pandangan pada tindak lanjut atas rekomendasi yang telah diterima pemerintah Indonesia pada  siklus sebelumnya. Berkait dengan tujuan ini pula, Komnas Perempuan berpartisipasi dalam side event atau sesi tambahan yang diselenggarakan oleh organisasi masyarakat sipil pada 8 November 2022 kemarin. Pada kesempatan ini, Komnas Perempuan menjadi panelis bersama Komisi Naional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amnesty Internasional Indonesia, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Kontras.  

Dalam catatan Komnas Perempuan, terdapat 5 (lima) isu mendesak yang secara bersamaan diajukan oleh semua panelis pada side event tersebut, yakni: (a) kebebasan berpendapat dan berekspresi yang bertautan dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap Pembela HAM, termasuk Perempuan Pembela HAM; (b) Penyiksaan dan Perlakuan Manusiawi; Hak untuk Hidup khususnya terkait penghapusan Hukuman Mati dan hukuman badan lainnya (c) Pelanggaran HAM masa lalu yang penuntasannya masih tertunda dan kondisi kekerasan yang terjadi di Papua; (d) Bisnis dan Hak Asasi Manusia terkait konflik sumber daya alam; (e) Kebebasan Beragama yang juga berkait dengan persoalan Peraturan dan Kebijakan Diskriminatif serta aksi intoleransi lainnya, termasuk kepada kelompok minoritas gender. 

Secara khusus, Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi atas kemajuan yang telah dicapai Pemerintah RI sekaligus meminta perhatian Pemerintah RI dan negara-negara peserta serta Komite PBB terhadap 11 isu prioritas, yakni: 

1.     Kekerasan Seksual yang melonjak secara ajek tidak berbanding lurus dengan ketersediaan infrastruktur penanganan dan pemulihan korban dan kesiapan aparat penegak hukum (APH) dan pengada layanan dalam menangani berbagai kasus kekerasan seksual serta juga sangat bergantung pada revisi KUHP; 

2.     Kesehatan Seksual dan Reproduksi Kelompok Rentan, mengingat masih terdapat hambatan dalam mengakses layanan Kesehatan bagi perempuan kelompok rentan termasuk dalam situasi bencana dan akses untuk penghentian kehamilan yang tidak diinginkan bagi perempuan korban kekerasan seksual; 

3.     Penyiksaan Berbasis Gender yang masih Ditemukan di tempat tahanan dan serupa tahanan, serta hukuman cambuk di Aceh;

4.     Perda-Perda Diskriminatif yang menyasar tubuh perempuan walau menurun namun jumlahnya masih cukup banyak;

5.     Pelanggaran Hak-hak Agama Minoritas di antaranya serangan dan kekerasan berbasis intoleransi terhadap minoritas agama dan peraturan pemerintah tentang izin membangun rumah ibadah yang menimbulkan konflik;

6.     Pelanggaran Hak-hak Minoritas Seksual melalui kriminalisasi dalam perda-perda dan diskriminasi karena ekspresi gender dan orientasi seksualnya; 

7.     Perempuan Lansia dimana m belum ada  kebijakan perlindungan dari kekerasan terhadap perempuan lansia dan pemenuhan kebutuhan khusus; 

8.     Penguatan Komnas Perempuan sebagai Lembaga Negara Hak Asasi Manusia; di tengah tuntutan peran yang semakin kuat;

9.     Femisida, yakni pembunuhan berbasis gender terhadap perempuan yang belum dikenali dalam perundang-undangan maupun pendataan secara terpilah sehingga tak dapat menyusun pencegahan dan pemenuhan hak korban atas keadilan serta keluarganya;

10.  Perempuan di Wilayah Konflik dan Bencana. RAN P3AKS belum mengintegrasikan secara penuh konflik sumber daya alam, agraria dan tata ruang;

11.  Perempuan Pembela HAM terus mengalami kriminalisasi dan kekerasan dan tersedia kebijakan perlindungan.    

Komnas Perempuan juga mencatat sejumlah rekomendasi dari siklus sebelumnya yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti Pemerintah RI. Di antaranya adalah penghapusan penyiksaan diiringi  ratifikasi Opsional Protokol Konvensi Anti Penyiksaan; pemenuhan kebebasan beragama dan revisi KUHP terkait pasal penistaan agama serta penghapusan perda-perda diskriminatif; penghapusan kebijakan diskriminatif terhadap minoritas seksual dan pemenuhan hak-hak atas pendidikan, pekerjaan dan bebas dari kekerasan; perlindungan terhadap pembela HAM termasuk perempuan pembela HAM, termasuk  melalui akses jurnalis dan mekanisme HAM ke Papua; pengesahan protokol opsional konvensi internasional Hak-Hak Sipil dan Politik; penghapusan praktik-praktik berbahaya termasuk atas nama tradisi seperti Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan serta penyediaan fasilitas dan akses atas pemulihan bagi korban kekerasan seksual.  

Sehubungan dengan catatan-catatan di atas, di dalam proses sidang siklus ke-4 pada hari ini Komnas Perempuan merekomendasikan agar: 

a.     Pemerintah mengupayakan dialog konstruktif dengan para negara anggota PBB selaku peninjau dalam memberikan informasi yang utuh mengambarkan kondisi kemajuan, tantangan maupun agenda Indonesia dalam upaya pemajuan hak-hak asasi manusia, termasuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan 

b.     Kementerian Luar Negeri agar mengkoordinasikan pengadopsian rekomendasi dan pelaksanaannya dengan kementerian  terkait

c.     Masyarakat dan media agar terus memantau proses pelaksanaan Sidang Ke-4 UPR dan mengawal rekomendasi-rekomendasi agar dilaksanakan Pemerintah RI.

 

Narasumber:

1.     Rainy Hutabarat 

2.     Theresia Iswarini 

3.     Andy Yentriyani 

 

Narahubung: 0813-8937-1400


Pertanyaan / Komentar: