...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Vonis Bebas Fatia dan Haris

"Vonis Bebas Fatia dan Haris Merupakan Pemenuhan Hak atas Kebebasan  Berekspresi"

 

 

Komnas Perempuan mengapresiasi putusan vonis bebas atas Fatia Maulidiyanti – Haris Azhar oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Vonis bebas di awal Tahun Politik 2024 ini merupakan angin segar bagi penghormatan dan pelindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi termasuk menyampaikan kritik baik secara lisan maupun tertulis, sebagaimana dijamin Konstitusi RI, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil Politik. Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan indikator penting bagi tegaknya demokrasi yang substansial.


Kasus Fatia-Haris menjadi perhatian publik sejak Maret 2021, berawal dari channel YouTube Haris Azhar dengan narasumber Fatia Maulidiyanti, yang menyampaikan hasil penelitian situasi ekonomi dan politik Papua. Selanjutnya Fatia dilaporkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi atas tuduhan pencemaran nama baik. 

 

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, mengatakan “Kritik terhadap eksekutif di semua jenjang pemerintahan merupakan wujud dari partisipasi publik berupa pengawasan atas jalannya kekuasaan. Komnas Perempuan mencatat, pembela HAM termasuk perempuan (PPHAM) rentan dikriminalisasi karena pendapat atau kritiknya yang disampaikan di ruang publik atas tuduhan pencemaran nama baik. Perempuan pembela HAM yang bergiat di isu sumber daya alam termasuk pertambangan tercatat sebagai aktivis yang banyak mengalami kriminalisasi. Hal ini selaras dengan Data Global Witness mencatat pembunuhan terhadap pegiat sumber daya alam secara global sebanyak 1733 aktivis pada rentang 2012-2021 umumnya terkait masalah pertambangan dan industri ekstraktif. Dalam catatan Komnas Perempuan, perempuan pembela HAM juga memiliki kerentanan khusus karena gendernya, berupa kekerasan atau pelecehan seksual.” 

 

Siti Aminah Tardi menyampaikan bahwa putusan hakim ini memperkuat prinsip bahwa tidak ada seorang pun boleh dihukum karena berpendapat dan berekspresi sesuai dengan pikiran dan hati nuraninya. 

 

“Putusan ini menjadi preseden baik dan dapat menjadi acuan agar tidak lagi terjadi kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM khususnya dengan menggunakan UU ITE. Mengingat Pasal 27 ayat (3), Pasal 45 ayat (3) UU ITE seperti yang didakwakan kepada Haris dan Fatia rentan digunakan kepada pembela HAM dan korban kekerasan lainnya. Jika pun terdapat dugaan pelanggaran UU ITE, seharusnya dikedepankan pendekatan keadilan restoratif seperti diatur dalam Surat Edaran Kapolri No.SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudukan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif yang dalam kasus ini telah diupayakan namun tidak berhasil. Komnas Perempuan juga menghormati upaya hukum Kasasi yang ditempuh oleh Jaksa Penuntut Umum dan merekomendasikan agar Majelis Hakim Kasasi memperkuat Keputusan tingkat pertama dan menjadi penjaga hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.” 

 

Rainy Hutabarat mengingatkan komitmen pemerintah Republik Indonesia yang mendukung rekomendasi-rekomendasi terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi pada Sidang Universal Periodic Review Siklus IV di Jenewa. Saat ini masih terdapat pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan penghinaan dalam perundang-undangan yang merupakan pasal-pasal karet yang berpotensi digunakan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan secara politik, ekonomi maupun sosial terhadap pembela HAM dan atau perempuan korban. 

 

“Di antaranya, rekomendasi nomor 140. 102 dan 140.110 yang mengamanatkan jaminan lingkungan yang aman dan mendukung bagi masyarakat sipil, kebebasan berekspresi dan kebebasan media serta mengambil tindakan melindungi hak kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul melalui ketentuan hukum di tingkat nasional dan daerah dengan melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Pornografi, dan KUHP. Mengingat kerentanan pembela HAM dan PPHAM terhadap kriminalisasi, kekerasan seksual, intimidasi, teror dan ancaman dalam menjalankan tugas-tugasnya, Komnas Perempuan juga mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan perlindungan terhadap pembela HAM termasuk PPHAM,” ungkap Rainy Hutabarat. 

 

Narahubung: Elsa (+62 813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: