...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan terkait Dugaan Body Checking dalam Pemilihan Miss Universe Indonesia

Siaran Pers Komnas Perempuan

Terkait Dugaan Body Checking dalam Pemilihan Miss Universe Indonesia

 

Jakarta, 9 Agustus 2023

  

Tindak lanjut pelaporan dugaan peristiwa kekerasan seksual dalam penyelenggaraan kontes kecantikan Miss Universe perlu mengacu pada amanat Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan memastikan pemenuhan hak-hak korban melalui penegakan hukum, penyelenggaraan layanan dan upaya pencegahan.  Hal ini disampaikan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Jakarta (09/08) terhadap informasi yang berkembang di media massa dan pelaporan dari kuasa hukum pelapor kasus mengenai peristiwa body-checking dalam penyelenggaraan seleksi final Miss Universe Indonesia.  

“Keberanian korban untuk melaporkan kasusnya perlu kita apresiasi. Kita perlu mendukung upaya pemenuhan hak-hak korban, termasuk dengan tidak menjadikan kritik pada kontes kecantikan sebagai alat pembungkam korban. Komnas Perempuan juga tengah mendalami pengaduan ini karena selain tindakan yang bersifat umum pada peristiwa body checking, juga ada tindakan yang berbeda yang dialami oleh masing-masing individu,” jelas Andy Yentriyani, ketua Komnas Perempuan.

Dalam penjelasan oleh kuasa hukum kepada Komnas Perempuan pada Selasa, 8 Agustus 2023, sejumlah pihak melakukan perisakan siber (cyber bullying) terhadap pelapor kasus  karena body checking dianggap sebagai risiko mengikuti kontes kecantikan. Kecantikan perempuan merupakan konstruksi sosial budaya sehingga bersifat relatif, beranekaragam, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Kontes kecantikan dikritik karena menerapkan standarisasi kecantikan yang merujuk pada konsep barat, sarat komersialisasi dan berpotensi mengkonstruksi perempuan sebagai objek seksual semata. Cyber bullying itu semakin menekan korban yang saat ini tengah berupaya mengatasi rasa trauma, malu dan takut dari peristiwa body-checking.

Dalam pengaduannya, kuasa hukum menyampaikan bahwa body-checking tidak menjadi pengetahuan awal kontestan, diselenggarakan dalam ruangan yang tidak tertutup dan dihadiri lawan jenis, di mana pelapor sebagai kontestan finalis Miss Universe Indonesia diminta untuk melepaskan baju, diperiksa hingga ke bagian intim, difoto dan direkam. Ketika menyatakan keberatan, pihak penyelenggara justru menekankan bahwa body-checking ini bersifat wajib dan wajar dilakukan. Akibatnya, korban merasa malu, tertekan dan ter-intimidasi. Korban juga mengkhawatirkan bahwa foto-foto dan video selama body check akan tersebar, karena memang ada CCTV di sekitar tempat tersebut.

“Komnas Perempuan mengidentifikasikan adanya dugaan pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik dan pengambilan foto tanpa persetujuan yang menyebabkan korban merasa dipermalukan dan direndahkan martabatnya,” jelas Alimatul Qibtiyah, komisioner Komnas Perempuan.

Dalam mendukung korban untuk bersuara dan mengklaim hak atas keadilan dan pemulihannya atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dialaminya, Komnas Perempuan merekomendasikan Kepolisian RI untuk menerapkan UU TPKS baik untuk tindak pidana, hukum acara maupun pemenuhan hak-hak korban. Dalam konteks ini, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi meminta Kepolisian untuk segera melakukan pengamanan terhadap video, CCTV, foto pada saat body checking baik yang disimpan dan dikuasai oleh panitia dan/atau orang-orang yang berada di tempat pada peristiwa itu.

 “Upaya pengamanan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi potensi penyebarannya,” imbuh Aminah.

 Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat mengingatkan bahwa dalam konsep Bisnis dan HAM, korporasi perlu patuh dan turut mendukung upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, sebagai bagian tidak terpisahkan dari pemajuan HAM.

“Dalam hal ini, penyelenggara di Indonesia maupun pemilik lisensi Miss Universe perlu mampu memastikan penyelenggaraan kegiatan secara bermartabat, berperspektif inklusif dan melibatkan persetujuan dan pelindungan hak privasi peserta, saat ini dan juga di masa mendatang,” pungkas Rainy.  

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: