Gugatan Masyarakat Sipil atas Penyangkalan Perkosaan Massal
Mei 1998 merupakan Langkah Penting Melawan Impunitas
Jakarta, 18 September 2025
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendukung langkah Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas yang melakukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan registrasi perkara No. 303/G/2025/PTUN-JKT. Gugatan ini merupakan langkah masyarakat sipil yang patut diapresiasi dan didukung untuk menolak impunitas dan menegaskan kewajiban negara dalam memenuhi hak-hak korban. Komnas Perempuan memandangnya sebagai perwujudan hak konstitusional warga untuk menguji tindakan pejabat publik melalui mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebuah jalur hukum sah guna memastikan akuntabilitas dan tegaknya prinsip negara hukum.
Komnas Perempuan, sebagai embaga HAM Nasional dengan mandat khusus hak asasi perempuan dan yang lahir dari pengalaman sejarah Perkosaan dan kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998, memandang bahwa gugatan ini tidak hanya menegaskan tanggung jawab administrasi Menteri Kebudayaan Fadli Zon selaku pejabat negara, tetapi juga merupakan wujud tanggung jawab hukum yang wajib dipenuhi oleh seluruh penyelenggara negara dalam merespons kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dalam berbagai konteks dan situasi.
Komisioner Yuni Asriyanti menekankan pentingnya Majelis Hakim PTUN yang mengadili perkara ini dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan, perlindungan HAM, dan kepastian hukum. Meski perkara ini diajukan melalui jalur administrasi di PTUN, Komnas Perempuan mendorong majelis hakim memeriksa perkara ini dengan perspektif gender dan pendekatan yang berpusat pada korban, karena penyangkalan atas perkosaan massal pada Mei 1998 bukan sekadar sengketa administrasi, melainkan menyangkut martabat korban dan bagaimana membangun masa depan kebangsaan yang bermartabat.
Sementara itu Komisioner Rr. Sri Agustini mengingatkan bahwa Indonesia telah menyatakan komitmen hukumnya pada dunia internasional melalui CEDAW, khususnya Pasal 2, 5, dan 15, yang menegaskan kesetaraan perempuan di hadapan hukum dan kewajiban negara menghapus diskriminasi, serta memiliki Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 yang mewajibkan hakim mengedepankan perspektif gender. Dengan standar ini, putusan PTUN diharapkan tidak hanya menghadirkan kepastian hukum, tetapi juga melindungi korban dan memperkuat hak atas kebenaran.
Komnas Perempuan menyerukan agar Kementerian Kebudayaan menarik kembali pernyataan yang menyangkal peristiwa perkosaan massal Mei 1998 dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban serta masyarakat. Komnas Perempuan juga mendesak Pemerintah untuk menegaskan kembali komitmen penyelesaian pelanggaran HAM berat, termasuk tragedi Mei 1998. Pada saat yang sama, Komnas Perempuan mengajak masyarakat luas untuk terus merawat ingatan kolektif atas peristiwa Tragedi Mei 1998 termasuk perkosaan massal sebagai bagian penting dari sejarah bangsa, agar tragedi serupa tidak terulang.
Narahubung: Elsa (081389371400)