PENYELENGGARAAN PEMILU
2024: PASTIKAN DAN JAMIN AFIRMASI 30% PEREMPUAN YANG BEBAS KEKERASAN BERBASIS
GENDER SERTA PERHATIAN PADA KELOMPOK RENTAN LAINNYA
Jakarta, 28 April 2023
Indonesia akan menyelenggarakan
Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang terdiri atas Pilpres 2024, Pileg 2024,
dan Pilkada 2024. Sebagai hak konstitusional dan mandat UUD 1945 serta amanat perundang-undangan
lainnya, keterwakilan
dan partisipasi subtantif perempuan di lembaga perwakilan rakyat maupun lembaga
publik dalam kepemimpinan, pengambilan keputusan politik, perumusan kebijakan
publik dan pengawasan menjadi hal yang mutlak dilaksanakan. Demikianlah Pemilu,
Pilpres, Pileg, dan Pilkada menjadi salah satu tonggak demokrasi untuk
memastikan keterlibatan yang inklusif dan substantif dari perempuan maupun
kelompok rentan lainnya khususnya penyandang disabilitas. Demokrasi pada
dasarnya dapat berkembang baik dalam budaya inklusif dan sistem politik yang
non-maskulin dan patriarkis di mana kepentingan dan kebutuhan perempuan dan
kelompok rentan diakomodir.
Pendaftaran bakal
calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang akan dimulai
pada 1 Mei sampai 14 Mei 2023, sedangkan seleksi pemilihan calon anggota
Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota sedang berlangsung. Komnas Perempuan
mengingatkan agar partai politik maupun Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara
pemilu memenuhi kebijakan afirmatif dan turut memastikan setiap tahapan pemilu
berlangsung tanpa diskriminasi dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan,
serta kelompok rentan lainnya khususnya penyandang disabilitas.
“Dengan segera dibukanya
pendaftaran bakal calon legislatif, berarti partai politik sudah bisa menyetor
bakal calon anggota legislatifnya ke KPU. Kami mengingatkan bahwa salah satu
pendekatan hak asasi perempuan adalah keadilan substantif, yang mewajibkan tindakan afirmasi untuk perempuan sebagai
bentuk koreksi akibat ketimpangan relasi gender. Kami sungguh merekomendasikan
agar partai politik menempatkan bakal calon anggota legislatif di posisi yang
berpeluang untuk terpilih, yakni nomor urut 1,” ujar Komisioner sekaligus Wakil
Ketua Komnas Perempuan, Olivia Ch Salampessy. Ia memberikan pernyataan terkait pentingnya
partai politik menempatkan bakal calon anggota legislatif perempuan. “Selain
itu, sekarang ini sedang berlangsung tahapan seleksi calon anggota Bawaslu
Provinsi dan Kabupaten/Kota, Tim Seleksi harus memastikan proses dan
hasil seleksi memenuhi keterwakilan perempuan sesuai amanat konstitusi dan
undang-undang. Hal ini penting untuk menghadirkan penyelenggaraan pemilu yang
ramah perempuan maupun inklusi sehingga diperlukan kepekaan dari penyelenggara
pemilu terhadap kerentanan perempuan dalam pemilu serta untuk mengoptimalkan
kebijakan afirmasi ini, diperlukan aturan teknis/pedoman teknis pelaksanaan
afirmasi 30% keterwakilan perempuan dalam setiap pentahapan seleksi pengawas
Pemilu” lanjutnya.
“Walau secara
hukum, tidak ada hambatan bagi perempuan untuk dipilih menjadi pemimpin, namun
berdasarkan pengaduan dan pemantauan Komnas Perempuan secara kultur masih terjadi
penolakan, baik di tingkatan partai politik maupun komunitas masyarakat.
Tantangan lain bagi seorang perempuan untuk berkompetisi dalam rekrutmen
pejabat publik ataupun perwakilan di lembaga legislatif adalah serangan
terhadap seksualitas dan tubuh perempuan yang bisa dilakukan oleh lawan politik
atau pendukungnya. Misalkan pelecehan seksual verbal, termasuk melalui penggunaan
media sosial atau media per pesanan. Serangan-serangan terhadap tubuh dan seksualitas
perempuan digunakan untuk menjatuhkan mental dan meneguhkan bahwa politik dan
ruang publik adalah ruang laki-laki. Karena itu, menjadi penting bagi
penyelenggara pemilu, termasuk partai politik membangun budaya dan mendidik
masyarakat untuk menciptakan pemilu yang bebas dari kekerasan,” demikian Komisioner
Siti Aminah Tardi memaparkan tantangan yang dialami oleh perempuan dalam
mengisi jabatan-jabatan publik.
Sementara Komisioner Rainy Hutabarat
mengingatkan, “Demokrasi substantif memastikan partisipasi bermakna dan
pemenuhan kebutuhan khusus penyandang disabilitas dalam setiap tahap Pemilu, Pilpres
dan Pilkada di antaranya bahasa isyarat, huruf Braille maupun
keterwakilannya sebagai calon legislatif. Selain itu, juga mendorong
organisasi-organisasi masyarakat sipil termasuk organisasi penyandang
disabilitas dan media massa dalam mengawasi jalannya setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu. Penting pula untuk memastikan ketersediaan layanan
pengaduan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender yang aksesibel. Pengawasan
masyarakat sipil merupakan salah satu pilar penting untuk memastikan bahwa Pemilu,
Pilkada dan Pilpres berjalan tanpa diskriminasi berbasis gender dan identitas
sosial lainnya khususnya penyandang disabilitas.”
Berdasarkan pengaduan dan pengalaman
di Pemilu 2019, Komnas Perempuan juga akan melakukan pemantauan terhadap setiap
tahapan pemilu untuk memastikan pelanggaran hak-hak perempuan termasuk
penyandang disabilitas tidak terjadi. Untuk kepentingan tersebut, Komnas
Perempuan tengah merumuskan instrumen
pemantauan untuk mencegah diskriminasi dan kekerasan berbasis gender dalam
pemilu agar dapat dimanfaatkan baik oleh Bawaslu, organisasi-organisasi
masyarakat sipil pemantau maupun media
massa.
Narahubung: 0813-8937-140