...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan untuk Hari HAM (10 Desember) dan Rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Siaran Pers Komnas Perempuan untuk Hari HAM (10 Desember) dan Rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

“Membebaskan Perempuan Korban Kejahatan Narkoba dari Hukuman Mati”

Jakarta, 10 Desember 2016

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan perhatian terhadap kehidupan para perempuan yang terjebak dalam narkoba dan hukuman mati dan telah memantau 6 (enam) perempuan yang berhadapan dengan hukuman mati di Indonesia, dan 12 (dua belas) kasus perempuan buruh migran dan keluarganya yang berhadapan dengan hukuman mati di luar negeri, Komnas Perempuan menemukan fakta:

  1. Hukuman mati, bukan hanya penghukuman kepada Terpidana, namun menghukum seluruh anggota keluarganya. Hukuman mati berubah menjadi kejahatan yang tidak hanya berdampak pada perempuan terpidana mati, tetapi juga berdampak serius pada keluarga, baik kesakitan dan ketidakpastian masa menanti, trauma proses dan bentuk eksekusi, rasa bersalah dan gagal melindungi, tak berdaya dalam menjangkau akses keadilan, menanti kematian yang sudah terjadwal, dan bahkan tidak bisa memberi penghormatan terakhir karena jenazah yang tidak dipulangkan pada kasus buruh migran di luar negeri;
  2. Perempuan yang terpidana mati termasuk yang sudah dieksekusi merupakan korban dari efek domino dari serangkaian kekerasan terhadap perempuan berupa kekerasan dalam rumah tangga, pemiskinan, kondisi kerja yang represif dan penuh kekerasan;
  3. Hukuman mati telah dijatuhkan kepada perempuan dengan mengabaikan bahkan memenggal sejarah panjang kekerasan yang dialami perempuan, tidak diakui dalam proses hukum, termasuk tidak disinggung sebagai korban kekerasan perdagangan orang maupun korban jaringan perdagangan narkoba;
  1. Kasus MJV dan MU adalah dua kasus yang memperlihatkan kejahatan lintas negara yang sulit dilacak jejak pelaku dan jaringannya, yang mempertaruhkan nyawa perempuan dalam proses hukum, karena hukumnya berbasis teritori negara, sementara kejahatannya lintas batas;
  1. Saat MU menghadapi kasus tahun 2001-2002, Indonesia belum mempunyai UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No. 23 Tahun 2004) dan belum punya UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU No. 21 Tahun 2007).  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sehingga negara telah memperlakukan MU tanpa perlindungan hukum memadai. Artinya, MU adalah korban kekosongan hukum.

Untuk itu Komnas Perempuan mendorong dan merekomendasikan Presiden RI:

  1. Mendengarkan langsung pengalaman dan narasi perempuan korban kejahatan narkoba, terutama perempuan terpidana mati, untuk mendapatkan informasi dan pertimbangan lebih komprehensif mengenai kerentanan, kejahatan, dan pengalaman dalam puncak ketakutan sebagai terpidana mati, sebagai bahan utuh untuk bersikap dalam memerangi narkoba dan menyikapi penghukuman yang lebih berasaskan hak asasi dan efektif menyelesaikan persoalan;
  2. Memberikan pengampunan pada perempuan korban sebagai keagungan hati presiden, setidaknya pada MU dan MJV yang sangat jelas terindikasi korban perdagangan orang yang telah mendapatkan penghukuman baik oleh negara, sosial dan keluarga;
  3. Memberikan grasi segera kepada MU, karena dia menjadi korban saat UU PKDRT dan UU TPPO belum lahir, yang artinya perlindungan pada perempuan masih kosong dan artinya negara belum hadir guna menjadikan pintu masuk bagi perbaikan penegakan hukum yang melibatkan perempuan korban dalam perdagangan narkoba yang sedang berhadapan dengan hukuman mati;
  4. Grasi kepada kedua perempuan korban tersebut, baik MU maupun MJV, penting jadi langkah besar pada momentum hari Hak Asasi Manusia (10 Desember) dan hari Buruh Migran Internasional (18 Desember), dengan menyerukan “Hentikan kejahatan narkoba pada perempuan, dan tindak tegas siapapun yang menargetkan perempuan jadi kurir atau sasaran peredaran narkoba”;
  5. Komnas Perempuan telah menyiapkan “Laporan Kajian Dampak Hukuman Mati bagi Perempuan Terpidana Mati dan Keluarganya” untuk diserahkan kepada Presiden sebagai bahan pertimbangan dan perubahan kebijakan penghapusan hukuman mati untuk melihat cermat hukuman mati dari berbagai aspek.

 

Kontak Narasumber:

Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan (081311130330)

Sri Nurherwati, Ketua Gugus Kerja Pekerja Migran, Komisioner (082210434703)

 

Unduh Dokumen :

10 Des 2016_Siaran Pers Komnas Perempuan untuk Hari HAM & Rangkaian Kampanye 16 HAKTP


Pertanyaan / Komentar: