...
Siaran Pers
Siaran Pers KuPP tentang Dengar Keterangan Umum Wilayah Tengah Tahun 2023

“Hak untuk Bebas dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia”

 

Denpasar, 2 Oktober 2023

 

Bebas dari penyiksaan merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun. Demikian amanat Konstitusi kita, sebagaimana juga komitmen global yang tertuang di antaranya dalam Konvensi Menentang Penyiksaan, Penghukuman atau Perlakuan lain yang Kejam, Merendahkan Martabat dan tidak Manusiawi (Convention against Torture/CAT). Konvensi ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dan  menjadikan bagian dari hukum nasional sejak 25 tahun yang lalu melalui UU No. 5 Tahun 1998.

 

Meski pemerintah Indonesia telah meratifikasi CAT, pengaduan-pengaduan  langsung ke lembaga-lembaga HAM yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari  dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak (KPAI), Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK), Ombudsman RI (ORI) dan Komisi Nasional Disabilitas (KND),  maupun temuan-temuan pemantauan KuPP saat visitasi tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan serta pemberitaan luas media massa menunjukkan bahwa praktik penyiksaan dan perbuatan kejam semena-mena termasuk penyiksaan berbasis gender terhadap perempuan, anak dan disabilitas seperti kekerasan seksual masih banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, petugas lapas, aktor-aktor negara lainnya. Lokusnya terentang dari tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan, ruang publik, bahkan konteks praktik budaya yang berbahaya KuPP dibentuk sejak 2018 dan pada 2022 anggotanya bertambah dengan bergabungnya KND.

 

Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan 25 tahun ratifikasi CAT, Komnas Perempuan bersama KuPP menyelenggarakan Inkuiri Nasional melalui rangkaian Dengar Keterangan Umum (DKU) yang diselenggarakan di 4 (empat) wilayah yaitu Barat (Medan), Timur (Manado), Tengah (Denpasar) dan Nasional (Jakarta). Selain DKU, juga dilakukan kegiatan background study, \studi kasus dan pemantauan.

 

DKU merupakan salah satu metode Inkuiri Nasional yang digunakan KuPP sebagai upaya sistematis, transparan  dan berskala nasional untuk mendalami masalah hak-hak asasi manusia dan para pihak dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat umum, diundang untuk berpartisipasi. Informasi dari para pihak dan ahli diarahkan pada investigasi pola-pola sistematis pelanggaran hak-hak asasi manusia dan identifikasi terhadap temuan-temuan dan rekomendasi-rekomendasi.  Berbeda dengan fungsi konvensional dari sebuah investigasi yang bersifat kasuistik dan parsial, Inkuiri Nasional bertujuan menggali penyebab-penyebab dan akar-akar masalah terjadinya (kembali) tindak penyiksaan dan ill treatment; baik dalam dimensi politik, hukum, ekonomi maupun sosial budaya serta keterkaitannya satu dengan yang lain.

 

Inkuiri Nasional mengumpulkan bukti-bukti yang diperoleh dari masyarakat, dengan melibatkan para saksi/pemberi keterangan dan ahli untuk menemukan pola sistemik pelanggaran HAM dan irisannya dengan kekerasan berbasis gender, disabilitas dan anak khususnya kasus-kasus kekerasan seksual sehingga bukan sekadar berurusan dengan pengaduan-pengaduan individual. Dengan demikian Inkuiri Nasional diharapkan dapat mengatasi permasalahan laten berkaitan dengan tindak penyiksaan dan perlakuan tak manusiawi lainnya yang pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM dan Konstitusi.

 

Partisipasi publik menjadi kunci kegiatan DKU yang digunakan sebagai ruang untuk mendengar keterangan-keterangan yang diperlukan dari semua pihak yang perlu didengar: pihak pelapor, para pemberi keterangan, dan pihak lain yang terkait-paut atau relevan. Dialog konstruktif  dengan para pihak merupakan metode yang digunakan dalam DKU.

 

Dalam pelaksanaannya, DKU dijalankan dengan prinsip-prinsip etis yakni transparansi, terbuka, melibatkan publik sebagai pengamat, memastikan persetujuan, kerahasiaan dan keamanan korban, menghindari perkataan yang  memantik secondary trauma (termasuk tidak memojokkan korban), serta no naming no shaming. Oleh karenanya, demi kepentingan keselamatan pelapor dan saksi, proses DKU dilakukan terbuka namun terbatas pada publik undangan sesuai dengan protokol keselamatan yang diperlukan. DKU juga diharapkan berperan sebagai media kampanye dan pendidikan publik dalam membicarakan persoalan penyiksaan dengan dimensi kekerasan berbasis gender dan irisannya dengan anak dan disabilitas, terutama kekerasan seksual.

 

DKU wilayah Tengah di Denpasar yang diadakan pada 2 - 5 Oktober ini akan mempersaksikan dan menelaah delapan  kasus penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi serta semena-mena termasuk berbasis gender, anak, dan disabilitas di antaranya kasus pelukaan dan pemotongan genitalia perempuan, kematian pekerja migran dengan indikasi adanya organ tubuh hilang, perhambaan, pengabaian terhadap penyandang disabilitas psikososial, penyiksaan dan hukuman mati pelaku pencabulan, penjebakan transpuan narkoba, penundaan berlarut (delayed in justice).

 

Enam Komisioner Inkuiri yang terlibat dalam DKU wilayah Barat adalah  Andy Yentriyani dan Rainy Hutabarat (Komnas Perempuan), Sylvana Apituley (KPAI), Anis Hidayah (Komnas HAM), Jemsly Hutabarat dan J. Widiantoro (ORI), serta Jonna Aman Damanik (KND).

 

Narahubung: (0813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: