...
Siaran Pers
Siaran Pers Memperingati Hari Internasional Penghapusan Perbudakan “Menguatkan Upaya Penghapusan Perbudakan Modern di Indonesia” (2 Desember 2021)

Siaran Pers

Memperingati Hari Internasional Penghapusan Perbudakan

 

“Menguatkan Upaya Penghapusan Perbudakan Modern di Indonesia

 

Komnas Perempuan, 2 Desember 2021

 

 

Memperingati Hari Internasional Penghapusan Perbudakan, 2 Desember 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan bahwa Indonesia masih harus membenahi diri untuk menguatkan upaya menghapus perbudakan modern. Perdagangan perempuan, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan dan eksploitasi tenaga kerja adalah bagian dari perbudakan modern yang dimaksud.

 

Komnas Perempuan sepanjang tahun 2015-2020 mencatat terdapat 1.382 kasus perdagangan perempuan, 49 diantaranya dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan. Data tahun 2020 menunjukkan peningkatan kasus perdagangan perempuan sekitar 20% yang dilaporkan oleh mitra Komnas Perempuan, dari 212 kasus menjadi 255 kasus. Secara khusus, Nusa Tenggara Timur mencatat kasus-kasus terburuk perdagangan orang yang berakhir dengan kematian, baik terhadap perempuan juga laki-laki. Implementasi dari UU 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang masih sangat terbatas, pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Buruh Migran Indonesia juga masih belum optimal dalam menutup celah perdagangan orang dengan menggunakan celah penempatan tenaga kerja.

 

Komnas Perempuan juga mencatat 17 kasus perbudakan seksual, pada kurun waktu yang sama, yang sebagian besarnya dilakukan oleh suami dan anggota keluarga suami. Ada juga kasus perbudakan seksual yang dilakukan oleh teman dan orang yang tidak dikenal oleh korban. Di dalam tindakan ini, korban disekap atau dibuat tergantung sehingga tidak dapat melepaskan dirinya, termasuk dengan menggunakan jerat hutang ataupun pengaruh obat-obatan, dan dimaksudkan untuk secara terus-menerus digunakan untuk melayani kebutuhan seksual pelaku. Kasus serupa ini tidak dapat hanya diproses dengan pasal tentang perkosaan. Sayangnya, persoalan perbudakan seksual hanya ditemukan dalam UU No. 26 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan dimana perlu terpenuhi unsur sistematis atau meluas. Penguatan payung hukum melalui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual diharapkan dapat memberikan penguatan pada akses keadilan, sekaligus pemulihan bagi korban.

 

Komnas Perempuan mencatat pula 7 kasus pemaksaan perkawinan, termasuk  kasus perkawinan anak, dan  kasus kawin tangkap, yaitu perkawinan yang didahului dengan perampasan kemerdekaan perempuan. Komnas Perempuan belum dapat mendata jumlah kasus pemaksaan perkawinan terhadap korban perkosaan meskipun situasi ini sering dilaporkan sebagai salah satu hambatan bagi perempuan korban kekerasan memperoleh keadilan dan pemulihan. Perlu pula dicatat bahwa perkawinan anak, terutama dengan motif ekonomi dan merujuk pada relasi timpang antara pihak suami dengan keluarga dari pihak anak merupakan bentuk lain dari pemaksaan perkawinan. Pemaksaan perkawinan akan meresikokan (anak) perempuan mengalami kekerasan seksual berbentuk perkosaan atau pemaksaan hubungan seksual selama perkawinannya itu.

 

Dalam hal eksploitasi tenaga kerja, Komnas Perempuan sangat prihatin bahwa hingga kini RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga belum lagi menunjukkan kemajuan dalam pembahasan. Dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, setidaknya terdapat 2.148 kasus yang dialami oleh PRT dengan beragam bentuk antara lain kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi (Jala PRT, 2020). Tak jarang, PRT mengalami kekerasan berlapis yang berujung pada kematian. Situasi PRT semakin berat saat pandemi Covid-19 karena resiko kerja yang harus ditanggung secara mandiri oleh mereka termasuk saat tertular Covid-19.

 

Dengan mempertimbangkan persoalan di atas, Komnas Perempuan:

 

a)      Mendorong DPR RI dan Pemerintah untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga;

b)      Mendukung upaya aparat penegak hukum dan pemerintah untuk memperkuat pelaksanaan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana perdagangan Orang dan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Buruh Migran Indonesia;

c)      Mengingatkan Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk memperketat fungsi pengawasan dalam memastikan pencegahan dan penanganan perdagangan orang;

d)     Mengajak media massa dan masyarakat Indonesia untuk turut serta mengupayakan penghapusan segala bentuk perbudakan, termasuk dan tidak terbatas pada perdagangan orang, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan dan eksploitasi tenaga kerja.

 

 

Narasumber:

Andy Yentriyani

Theresia Iswarini

 

Narahubung

Christina Yulita (yulita@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan / Komentar: