Siaran Pers Pelecehan Seksual yang Diduga Dilakukan oleh GH
Dukung
Pengungkapan Kasus Guna Pemulihan Korban, Memutus Impunitas, Dan Mencegah
Kejadian Berulang
Jakarta, 10 Juni 2021
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
mengapresiasi sikap korban untuk mengungkap pengalaman pelecehan seksual.
Pengungkapan ini merupakan hal sulit, membutuhkan keberanian untuk mengingat
kembali pengalaman yang traumatis dan juga untuk menghadapi serangan balik dari
pengungkapannya itu. Serangan balik yang paling sering adalah justru
menyalahkan korban, penyangkalan bahkan menuntut balik korban.
Dalam penggambaran kasus yang diungkap terkait GH, hal yang juga
memprihatinkan adalah sikap sejumlah pihak yang menyetujui dan menyemangati
tindakan itu dengan pernyataan-pernyataan yang semakin melecehkan korban.
Kondisi serupa ini sebetulnya kerap ditemukan dalam banyak kasus pelecehan
seksual di ruang publik dan menjadi penghambat bagi korban untuk dapat
melaporkan kasusnya sedari awal.
Pada perempuan, kerentanan pada pelecehan seksual dan untuk disalahkan
atas tindak tersebut berakar pada diskriminasi berbasis gender yang menyebabkan
perempuan dalam posisi subordinat dan obyek seksual. Posisi perempuan sebagai
simbol moralitas di dalam masyarakat patriarkis juga digunakan untuk melemahkan
korban. Dengan posisi tersebut, perempuan gampang disalahkan dengan menggunakan
latar belakang, gerak gerik, dandanan, cara busana dan lingkungan pergaulannya
sebagai alasan pembenar tindak pelecehan seksual.
Kesulitan bertambah ketika korban pelecehan seksual adalah perempuan
dengan disabilitas intelektual dan perempuan dengan disabilitas psikososial.
Mereka jarang melaporkan kasus pelecehan yang dialaminya karena rendahnya
pengetahuan tentang perilaku yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Di
samping itu, faktor ketergantungan psikis, finansial dan sosial korban terhadap
pelaku menyebabkan korban mengalami dilema untuk mengungkap kasus pelecehan
seksual dan kekerasan seksual lainnya yang dialaminya.
Sementara itu, korban pelecehan seksual saat ini sangat sulit untuk
mendapatkan perlindungan. Payung hukum yang mumpuni belum ada, termasuk untuk
mendukung pemulihan korban. Karenanya, kasus yang diungkap ini semakin
menunjukkan urgensi pengesahan segera RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Mengingat situasi perlindungan hukum saat ini, Komnas Perempuan juga
mendorong aparat penegak hukum untuk menyikapi dengan sungguh-sungguh dan
dengan empati kepada perempuan korban, dan
mencegah kriminalisasi korban. Hal ini sangat penting dalam memastikan
pelaksanaan tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak konstitusional warga,
khususnya perempuan, pada perlindungan diri dan rasa aman (Pasal 28 G Ayat 1),
serta untuk bebas dari diskriminasi atas dasar apa pun.
Mengenali kesulitan yang harus dihadapi oleh perempuan korban pelecehan
seksual, Komnas Perempuan berharap
pengungkapan kasus pelecehan seksual dapat menyemangati perempuan korban yang
lain untuk juga maju melaporkan kasusnya. Komnas Perempuan mengajak semua pihak
untuk mendukung upaya korban, dengan mendengarkan pengalaman mereka, jangan
disudutkan dan distigma. Hal ini terutama karena pengungkapan kasus merupakan
langkah awal mendukung upaya pemulihan korban, memutus impunitas, dan mencegah
kejadian berulang.
Narasumber
Veryanto Sitohang
Retty Ratnawati
Bahrul Fuad
Andy Yentriyani
Narahubung
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)