...
Siaran Pers
Siaran Pers Peluncuran Hasil Kajian Penerapan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum di 5 Mitra Wilayah SPPT-PKKTP (15 Desember 2021)

Siaran Pers

Komnas Perempuan

 

Peluncuran Hasil Kajian Penerapan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum di 5 Mitra Wilayah SPPT-PKKTP

 

Jakarta, 15 Desember 2021

 

Berdasarkan pemantauan dan kajian Komnas Perempuan, perempuan korban kekerasan sering kali mengalami hambatan dalam mengakses sistem peradilan pidana, karena sistem hukum belum memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban. Di tengah tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan tantangan yang dialami perempuan korban, pada Tahun 2017 Mahkamah Agung sebagai lembaga pengadilan tertinggi menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PERMA 3/2017).

 

Komnas Perempuan menyambut baik langkah MA sebagai bentuk percepatan pengintegrasian SPPT-PKKTP dalam hukum acara peradilan pidana dan memastikan tidak adanya diskriminasi berdasarkan gender dalam praktik peradilan di Indonesia. Peraturan ini sendiri sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Pedoman Umum Bangkok Bagi Para Hakim Dalam Menerapkan Perspektif Gender di Asia Tenggara serta peraturan perundang-undangan lain terkait dengan kekuasaan kehakiman dan pengadilan.

 

Terbitnya PERMA 3/2017 menjadi titik terang bagi korban di tengah stagnannya upaya pembaharuan hukum acara pidana, dan menjadi inspirasi bagi subsistem peradilan pidana lainnya menerbitkan kebijakan internal serupa untuk pemenuhan hak perempuan yang berhadapan dengan hukum. Selain itu, juga menjadi inspirasi lembaga lain untuk mulai memberikan perhatian serius pada kasus-kasus perempuan berhadapan dengan hukum, seperti hadirnya Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. 

 

Komnas Perempuan memandang penting untuk melakukan kajian sejauh mana Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum—sebagai bagian yang integral dari upaya percepatan pengintegrasian SPPT-PKKTP dalam hukum acara peradilan pidana dan memastikan tidak adanya diskriminasi berdasarkan gender dalam praktik peradilan di Indonesia. Secara spesifik, kajian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan tentang bagaimana sosialisasi PERMA Nomor 3 Tahun 2017 dilakukan dan bagaimana penerapan isi PERMA dari perspektif hakim dan pendamping di lima wilayah implementasi SPPT-PKKTP, yaitu Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Maluku.

 

Kajian ini memfokuskan pada penelitian sosio-legal dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan feminis. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada hakim dan pendamping PBH (Perempuan Berhadapan dengan Hukum) di lima wilayah pelaksanaan SPPT-PKKTP dengan pengambilan subjek menggunakan metode purposive sampling. Kriteria informan bagi hakim Pengadilan Negeri dan hakim Pengadilan Tinggi adalah pernah memeriksa PBH korban dan/atau PBH terdakwa, dan pengalaman hakim minimal selama 3 tahun di PN dan PT setempat atau hakim yang menangani kasus PBH dalam setahun terakhir. Sedangkan kriteria informan dari pendamping adalah yang pernah mendampingi perempuan berhadapan dengan hukum di peradilan pidana, pengalaman pendampingan minimal selama 3 tahun, pernah mendampingi di pengadilan yang sedang diteliti dan mendampingi kasus dengan jenis kekerasan terhadap perempuan yang beragam.

Informan hakim yang diwawancarai terdiri dari 22 hakim, 13 hakim diantaranya adalah hakim perempuan. Sementara informan pendamping yang diwawancara berjumlah 18 orang, yang terdiri dari 13 pendamping perempuan dan 5 pendamping laki-laki. Total informan (hakim dan pendamping) berjumlah 40 orang, dengan komposisi 14 orang informan laki-laki dan 26 orang informan perempuan. Proses pengambilan data dilakukan selama tiga bulan yaitu pada Oktober-Desember 2020, dan penulisan laporan penelitian pada Januari-Maret 2021.

Hasil Kajian yang dilakukan sejak tahun 2020  bersama mitra MaPPI FH UI, IJRS, dan Forum Pengada Layanan di Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Maluku, menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PERMA 3/2017 diantaranya yaitu, (a) jenis kelamin dan usia hakim, (b) kepiawaian JPU (Jaksa Penuntut Umum) dan Penasihat Hukum dalam menggali keterangan yang komprehensif, (c) ketersediaan pendamping, (d) sikap empati terhadap PBH terlepas dari pemahaman terhadap substansi PERMA 3/2017, (e) dorongan dari atasan dengan memberikan contoh, (f) beban perkara yang tinggi dan keterbatasan ruang sidang, (g) mutasi yang cepat di jajaran personil Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Sedangkan hambatan penerapan PERMA 3/2017 terletak pada: (a) minimnya sosialisasi dan peningkatan kapasitas, (b) minimnya pemahaman mengenai Hak PBH atas Pemulihan dan ketimpangan relasi gender; (c) terbatasnya ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana pendampingan; (d) terbatasnya ketersediaan psikolog, penerjemah atau pendamping untuk PBH Penyandang Disabilitas dan dalam sistem peradilan militer; (e) miskoordinasi dalam tata kelola proses peradilan pidana.

Berdasarkan hasil kajian penerapan PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum di Provinsi Maluku, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, terdapat sejumlah rekomendasi yang ditujukkan secara khusus bagi Mahkamah Agung RI, Pemerintah Daerah, Lembaga Pendamping PBH, dan pihak terkait lainnya. 

Untuk Mahkamah Agung RI:

1.      Melakukan sosialisasi PERMA No. 3 Tahun 2017 dan menerapkan sistem pengawasan pelaksanaan PERMA secara berjenjang.

2.      Menyusun program peningkatan kapasitas untuk para hakim muda, calon hakim, hakim anak, dan para hakim lainnya terkait keadilan gender dalam proses peradilan, mulai dari pemeriksaan persidangan hingga putusan.

3.      Mengintegrasikan PERMA No. 3 Tahun 2017 dalam materi pendidikan calon hakim dan menyediakan buku pedoman mengadili perkara PBH dan bahan bacaan lainnya terkait PERMA No. 3 Tahun 2017.

4.      Mendistribusikan buku pedoman mengadili perkara PBH dan bahan bacaan lainnya terkait PERMA No. 3 Tahun 2017.

5.      Membuat aturan teknis tentang peran dan hak pendamping dalam persidangan PBH.

6.      Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan PERMA No. 3 Tahun 2017.

7.      Melakukan kerjasama dan mendorong sinergi antara Mahkamah Agung dengan Komnas Perempuan, Kementerian PPA, Kementerian PPN (Bappenas), dan lembaga-lembaga terkait lainnya.

Untuk Pemerintah Daerah:

1.      Melakukan sosialisasi dan peningkatan kapasitas tentang PERMA No. 3 Tahun 2017 kepada PPT Provinsi dan Kabupaten /Kota dan lembaga pendamping PBH dari masyarakat.

2.      Menunjuk dinas terkait untuk membentuk forum koordinasi penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari hakim, jaksa, polisi, lembaga layanan pemerintah, lembaga layanan masyarakat, dewan adat dan dinas terkait, serta memfasilitasi pertemuan rutin untuk membahas perkembangan akses keadilan bagi perempuan dan mendukung implementasi PERMA No. 3 Tahun 2017.

3.      Menerbitkan Perda Bantuan Hukum yang memuat dukungan bagi PBH korban sebagai penerima bantuan hukum.

4.      Menyusun direktori lembaga pendamping PBH, ahli, penerjemah, tenaga khusus terlatih lainnya untuk diserahkan ke Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di masing-masing wilayah.

5.      Mengalokasikan anggaran daerah untuk dukungan pendampingan PBH (transportasi dan akomodasi), dan pendirian rumah aman.

Untuk Lembaga Pendamping PBH:

1.      Melakukan sosialisasi PERMA No. 3 Tahun 2017 ke internal lembaga layanan dan komunitas.

2.      Menggunakan PERMA No. 3 Tahun 2017 menjadi acuan dasar dalam mendampingi PBH di Pengadilan.

3.      Melakukan koordinasi dengan Pengadilan Negeri agar lebih dikenal peran-perannya dan menjadi rujukan layanan.

Untuk Pihak Terkait Lainnya:

1.      Kementerian Hukum dan HAM perlu merevisi UU Bantuan Hukum (Bankum) untuk memperluas definisi kelompok rentan yang berhak menerima bantuan hukum tidak terbatas pada kelompok miskin, tetapi juga kelompok rentan lainnya, seperti perempuan, anak dan penyandang disabilitas.

2.      Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) meningkatkan anggaran bantuan hukum untuk korban setara dengan anggaran bantuan hukum untuk tersangka/ terdakwa.

3.      Kejaksaan perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait PERMA No. 3 Tahun 2017 untuk penanganan perkara PBH di persidangan.

4.      PERADI melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait PERMA No. 3 Tahun 2017 bagi para advokat untuk meningkatkan pemahaman dalam mendampingi PBH.

5.      PERADI mengimplementasikan kewajiban probono bagi advokat, dengan memberikan afirmatif kasus yang melibatkan PBH.

Komnas Perempuan pada 15 Desember 2021 mengadakan peluncuran “Hasil Kajian terhadap Penerapan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum di 5 wilayah”.  Acara peluncuran ini dilakukan melalui Zoom Conference dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Komnas Perempuan,  dihadiri oleh Komisioner Komnas Perempuan dan para peneliti sebagai pemapar dan Anggota Pokja Perempuan dan Anak RI, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas, dan Komisioner Komisi Yudisial sebagai penanggap.

Hasil kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai temuan awal atau baseline yang akan mendukung kerja-kerja MA RI dalam merumuskan rencana kerja dan alat untuk menilai sosialisasi dan efektivitas PERMA 3/2017, serta dapat berkontribusi dalam mendukung kerja-kerja pendamping PBH di lima wilayah khususnya mekanisme kerja antar subsistem peradilan pidana dan layanan pemulihan korban.

Narasumber

1.      Siti Aminah Tardi

2.      Maria Ulfah Anshor

3.      Tiasri Wiandani

4.      Olivia Ch. Salampessy

 

Narahubung

Christina Yulita (yulita@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan / Komentar: