Pertemuan Komnas Perempuan dengan AJI Indonesia. Foto: Dokumentasi Komnas Perempuan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima permintaan audiensi Aliansi Jurnalis Independen (AJI Indonesia) pada Selasa (4/4/2023). Pertemuan ini dilakukan dalam rangka menjajaki kolaborasi antara AJI Indonesia dan Komnas Perempuan terkait rencana pembangunan mekanisme perlindungan dan keamanan terhadap jurnalis, khususnya jurnalis perempuan.
Ketua Bidang Gender dan Kaum Marginal AJI Indonesia Nani Afrida mengatakan, AJI Indonesia pada 2022 mencatat adanya 97 jurnalis yang menjadi korban kekerasan, meliputi kekerasan fisik, digital, teror, sensor, dan kekerasan seksual. AJI juga melakukan riset yang melibatkan 852 responden dan menunjukkan bahwa sebagian besar (82 persen) jurnalis perempuan pernah mengalami kekerasan seksual, baik di ranah offline dan online.
“Namun ada banyak hambatan yang dialami korban sehingga kasus tersebut tidak ingin diproses secara hukum misalnya penyangkalan atas suara korban, kekhawatiran kehilangan pekerjaan dll. Namun perempuan jurnalis sebagai korban penting mendapatkan pendampingan dan pemulihan,” jelas Nani.
Beranjak dari hal tersebut, AJI ingin mengajak berbagai lembaga, salah satunya Komnas Perempuan untuk turut serta membangun mekanisme bersama terkait pencegahan dan perlindungan kekerasan seksual di dunia jurnalisme yang dapat disesuaikan dengan mandat Komnas Perempuan.
“AJI sudah punya SOP penanganan kekerasan seksual di internal AJI dan juga menyediakan tamplate SOP untuk dapat diadopsi oleh perusahaan pers. Lebih lanjut, kami berharap Komnas Perempuan dapat turut memberikan panduan mekanisme perlindungan kekerasan seksual terhadap jurnalis, memberikan sosialisasi dan training untuk para jurnalis terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di dunia kerja, implementasi UU TPKS, dan pedoman peliputan kasus kekerasan seksual,” tambah Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas dalam pertemuan.
Komnas Perempuan menyambut baik ajakan kolaborasi untuk pembangunan mekanisme perlindungan tersebut. Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyampaikan tentang upaya penyusunan mekanisme Respons Cepat untuk Perlindungan Perempuan Pembela HAM (PPHAM) bersama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang saat ini sedang dikerjakan dan sudah menghasilkan kertas konsep.
“Rencananya ini juga akan melibatkan rekan-rekan media sebagai bagian dari PPHAM. Mungkin bisa juga kita buat sesi khusus untuk bedah SOP. Dari pihak AJI kita pelajari tentang implementasi SOP yang sudah ada, dari Komnas Perempuan akan kirim draft manual perlindungan PPHAM untuk kemudian bisa saling melengkapi. Sehingga kalau ada peristiwa yang terjadi dengan teman-teman jurnalis, baik dialami di kantornya sendiri atau saat sedang bertugas di luar termasuk pers mahasiswa di kampus, itu bisa direspon dengan tiga lembaga ini dengan lebih baik,” tandas Andy.
Dalam pertemuan Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salamppesy mengajak AJI untuk sama-sama mendorong negara mewujudkan Undang-Undang Perlindungan bagi PPHAM yang bisa menjadi kerangka besar perlindungan bagi para jurnalis.
Lalu, terkait dengan maraknya kasus kekerasan yang dialami rekan-rekan media di daerah, komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang merekomendasikan untuk AJI di setiap daerah dapat membangun kerja sama dengan forum pengada layanan. Sehingga rekan-rekan jurnalis yang menjadi korban kekerasan bisa mendapatkan akses pemulihan dari pengada layanan.
Pertemuan diakhiri dengan komitmen dan kerja sama dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual yang dialami oleh jurnalis perempuan. [EF]