Pada kunjungan kerja ke Kalimantan Timur Komnas Perempuan
mengadakan pertemuan dengan lembaga layanan dan organisasi masyarakat sipil
untuk membahas mengenai berbagai hambatan yang dialami oleh para pendamping
perempuan korban kekerasan seksual. Hambatan tersebut di antaranya adalah
keterbatasan pendanaan untuk pendampingan, aparat penegak hukum baik
kepolisian, jaksa, hingga hakim yang belum sepenuhnya memiliki perspektif
korban, dan belum terimplementasinya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS, sehingga menyulitkan korban untuk
menghadirkan alat bukti.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada 8 Desember 2022 Komnas
Perempuan melakukan kunjungan ke Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Timur.
Kehadiran Komnas Perempuan di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Kalimantan
Timur disambut hangat oleh Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda)
Kalimantan Timur Brigjen. Pol. Drs. Mujiyono, S.H. M.Hum dengan didampingi oleh
jajaran divisi lainnya yang terkait di antaranya, Direktur Reserse Kriminal
Umum Kombes Pol. Kristiaji, S.I.K., Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kombes
Pol. Yusuf Sutejo, S.I.K., M.T., Direktur Pembinaan Masyarakat Kombes Pol.
Anggie Yulianto Putro, S.H., S.I.K., serta Kepala Sub Direktorat Remaja, Anak Dan
Wanita, AKBP Dana Ananda Saputra.
Dialog dengan jajaran Polda Kalimantan Timur dibuka oleh
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad yang menyampaikan tentang profil
lembaga dan mandat Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional HAM (LNHAM), serta
maksud dan tujuan kunjungan. Bahrul menjelaskan bahwa kedatangannya
bersama dua asisten koordinator Komnas Perempuan ke Kalimantan Timur, merupakan
bagian dari agenda Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16
HAKTP) Tahun 2022 dengan tema "Ciptakan Ruang Aman, Kenali UU TPKS".
Selanjutnya Wakapolda Mujiyono memaparkan bahwa pelaporan
kasus kekerasan terhadap perempuan di Polda Kalimantan Timur relatif lebih
kecil dibandingkan dengan Polda di provinsi lainnya. Diketahui pelaporan kasus
kekerasan terhadap perempuan di Polda Kalimantan Timur pada tahun 2021 hanya 19
kasus, sementara 2022 ada 18 kasus. Ditambahkannya, faktor rendahnya pealporan
kasus kekerasan terhadap perempuan seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), ditengarai karena kondisi ekonomi di Kalimantan Timur yang cukup baik,
sehingga tidak memicu KDRT.
Sementara itu, data pelaporan kasus kekerasan seksual terhadap
anak dan perempuan yang ditangani Polda Kaltim pada tahun 2021 terhitung ada
101 kasus, dan terjadi kenaikan 10% pada tahun 2022 atau 111 kasus. Dalam
menjalankan mandatnya untuk menangani perempuan korban kekerasan seksual, Polda
Kalimantan Timur masih menggunakan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga kasus-kasus yang
terdata di Polda hanya berkisar pada persetubuhan, pencabulan, dan pelecehan
seksual. Dari data tersebut, kasus yang menjadi perhatian Polda Kalimantan
Timur adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan dengan disabilitas
dan kasus kekerasan seksual terhadap beberapa santriwati di Pondok Pesantren Lestari di
Bontang.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad
menyampaikan bahwa angka pelaporan kekerasan terhadap perempuan yang rendah
bukan berarti lingkungan telah kondusif dan aman bagi perempuan. Namun temuan
Komnas Perempuan mengungkap bahwa kasus kekerasan seksual merupakan fenomena
gunung es, yakni angka kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan banyaknya
kasus kekerasan seksual yang sesungguhnya. Pelaporan rendah bisa terjadi karena
kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kekerasan seksual belum begitu
baik, ditambah ketidaktahuan para korban harus melapor ke mana. Di sisi lain,
ketika korban mengalami trauma, terlebih pelakunya adalah orang yang dekat dan
memiliki relasi kuasa seperti atasan di tempat kerja, korban menjadi ragu atau
bahkan takut untuk melapor.
Kombes Pol Kristiaji dalam
kesempatan tersebut menyampaikan bahwa kini Polda Kalimantan Timur juga
mendorong pelaporan oleh masyarakat melalui hotline yang tersedia selama 24 jam
di nomor 110 serta Whatsapp dan pesan singkat di nomor +628115421990. Sementara
untuk penyeledikan kasus di Polda Kalimantan Timur dilakukan oleh para penyidik
yang profesional/ahli, yang sejauh ini diselesaikan dengan baik.
Tantangan Implementasi UU
TPKS dan Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyampaikan bahwa
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah mengatur enam elemen kunci
yang memuat Pelayanan Terpadu untuk Pemenuhan Hak Korban atas Penanganan,
Pelindungan, dan Pemulihan korban kekerasan seksual. Komnas Perempuan
mengingatkan kembali bahwa UU TPKS wajib diterapkan karena sangat dibutuhkan
para korban. Sejauh ini, Komnas Perempuan tengah mendorong peraturan turunan UU
TPKS dan mendorong aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Republik
Indonesia di tingkat nasional untuk menyosialisasikannya serta membuat
kebijakan internal terkait penyelenggaraan UU TPKS.
Wakapolda Kaltim Brigjen Pol. Mujiyono
mengatakan bahwa Polda Kalimantan Timur sangat siap akan hadirnya UU TPKS.
Namun tantangan yang dihadapi adalah persepsi penyidik, jaksa penuntut umum,
dan hakim di Kalimantan Timur yang belum sama dalam menggunakan hukum acara
tindak pidana UU TPKS. Oleh karenanya, Wakapolda menyarankan Polda Kalimantan Timur dapat
bekerjasama dengan Komnas Perempuan melalui Rapat Koordinasi bersama dengan
Kejaksaan dan Kehakiman untuk menyamakan persepsi tentang korban dengan
menginternalisasi UU TPKS di institusi masing - masing. Tantangan lainnya yang
dihadapi oleh Polda Kalimantan Timur adalah jumlah Polwan serta jumlah Unit PPA
yang belum memadai. Terhitung hanya ada 6 Polwan yang bertugas di Polres,
sementara di Polsek tidak terdapat satupun Polwan. Sehingga mekanisme pelaporan
kasus kekerasan terhadap perempuan semua akan dirujuk ke Polres dan Polda.
Pembahasan terakhir dalam dialog adalah tentang kolaborasi yang
dapat dilakukan oleh Polda Kalimantan Timur dengan Komnas Perempuan untuk
mencegah kekerasan seksual serta menyosialisasikan UU TPKS. Polda Kalimantan
Timur memiliki program Bantu Komunitas Wanita (BAKWAN) dengan dukungan 520
personel Babinkamtibnas yang tersebar di 1017 desa, untuk melakukan penyuluhan
dan menyelidiki permasalahan di masyarakat. Program ini dapat dimanfaatkan
secara maksimal, terlebih dalam momentum kampanye tahunan 16 HAKTP untuk mengedukasi
masyarakat tentang kekerasan seksual serta mendorong masyarakat agar berani
melapor. Kombes Pol. Yusuf Sutejo Kepala
Bidang Hubungan Masyarakat menyatakan bahwa Humas Polda Kalimantan
Timur sangat terbuka untuk kolaborasi dalam program-program pendidikan publik
dan bersedia berbagi informasi dengan Komnas Perempuan ke depan.[]