Dorong Perspektif Media, Komnas Perempuan Gelar Pelatihan dan Luncurkan Buku Saku Pemberitaan Femisida

todayRabu, 26 November 2025
26
Nov-2025
270
0

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Buku Saku Pemberitaan Femisida bertajuk “Menulis dengan Empati dan Tanggung Jawab” dan pelatihan untuk jurnalis pada Senin (24/11/2025), sebagai upaya memperbaiki kualitas pemberitaan kekerasan berbasis gender. Dalam acara ini, Komnas Perempuan menegaskan bahwa femisida bukan hanya tindak kriminal, tetapi puncak dari kekerasan berbasis gender yang kerap luput dari perhatian negara maupun media.

Komnas Perempuan menyebut femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya, suatu tindakan yang dipicu oleh rasa memiliki, kontrol, dominasi, serta kebencian terhadap perempuan. Meski fenomenanya terus terjadi, kasus-kasus femisida kerap dilaporkan sebagai kejahatan umum tanpa penelusuran konteks gender yang melatarbelakanginya.

Dalam sambutannya, Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani, menyoroti maraknya pemberitaan femisida yang dikemas secara sensasional, jauh dari prinsip etis dan berperspektif korban.

“Kawan-kawan jurnalis masih cenderung menulis isu femisida dengan muatan sensasional,” ujarnya. 

Ia mencontohkan penggunaan label seperti ‘penagih utang’, ‘PSK’, atau ‘janda’ dalam berita, yang dinilai semakin memperburuk stigma korban.

Chatarina menegaskan bahwa femisida berbeda dari pembunuhan umum karena adanya penargetan berbasis gender. Ia juga mengingatkan media untuk tidak mempublikasikan kronologi berlebihan yang dapat memicu imitasi kekerasan. 

“Kronologi yang sangat detail dan provokatif itu jangan lagi. Bisa menular ke orang yang membaca,” tegasnya.

Pembicara dari Divisi Gender AJI Indonesia, Nurul Nur Azizah, mengungkapkan bahwa masih banyak jurnalis dan media belum memahami konsep femisida secara utuh, baik secara istilah maupun perspektif. Akibatnya, pemberitaan sering kali tidak memihak korban dan justru memperkuat stigma.

“Sebagian berita masih menyudutkan korban, menormalkan tindakan pelaku, atau bahkan melakukan victim blaming,” ujar Nurul. Ia menambahkan bahwa tidak sedikit media yang mengungkap identitas korban secara tidak sensitif, sehingga memperbesar potensi trauma bagi penyintas maupun keluarga.

Komnas Perempuan mencatat sedikitnya 204 kasus femisida. Dari jumlah itu, 191 kasus (94%) berhasil diidentifikasi pelakunya, sementara 5 kasus (3%) pelakunya tidak ditemukan, dan 8 kasus (4%) tidak memiliki informasi lanjutan mengenai penanganannya. Namun, angka tersebut diyakini sebagai puncak gunung es karena banyak kasus tidak dilabeli sebagai femisida.

Femisida kerap terkait dengan lapisan kekerasan lain seperti KDRT, relasi kuasa, kontrol, dan relasi intim. Dalam banyak kasus, pembunuhan suami terhadap istri misalnya, bukan sekadar tindakan spontan, tetapi bagian dari pola kekerasan berulang yang berakar pada misogini dan ketimpangan gender. Melalui pelatihan ini, Komnas Perempuan dan AJI menekankan pentingnya analisis gender dalam setiap liputan. Jurnalis dituntut kritis dalam menelusuri sebab-akibat, memahami konteks relasi kuasa, serta menjaga empati dan kerahasiaan identitas korban.

Kerangka Hukum Belum Memadai: UU TPKS Masih Jarang Diterapkan

Hingga kini, Indonesia belum memiliki payung hukum spesifik mengenai femisida. Meski sejumlah pasal, termasuk UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dapat digunakan untuk memenuhi hak korban dan keluarga melalui mekanisme restitusi, implementasinya masih minim.

“Pemulihan keluarga korban seharusnya bisa dibantu melalui restitusi, tetapi dalam praktiknya masih jarang digunakan,” ujar Anindya Rustuviani, selaku Project Director Jakarta Feminist. Monitoring Komnas Perempuan pada 2023-2024 menunjukkan bahwa aparat penegak hukum masih belum memanfaatkan UU TPKS secara optimal untuk kasus-kasus yang mengandung unsur kekerasan seksual.

Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk mengakui femisida secara hukum, memisahkan data berdasarkan jenis kelamin, serta menyusun kerangka formal yang dapat digunakan dalam penanganan kasus dan pemulihan korban.

Acara launching ini menjadi pelatihan pertama Komnas Perempuan yang secara khusus menyasar jurnalis dan mahasiswa. Buku saku yang diluncurkan memuat pedoman pemberitaan etis: melindungi identitas korban, menghindari sensasionalisme, menggunakan bahasa empatik, dan memperluas konteks kekerasan berbasis gender.

“Pemberitaan yang tepat dapat membantu pemulihan keluarga korban sekaligus memberikan edukasi publik,” ujar Chatarina. Ia menegaskan bahwa media memegang peran besar dalam membangun pemahaman publik terkait femisida dan mendorong pencegahannya. Pelatihan dan penerbitan buku saku ini diharapkan menjadi pijakan awal untuk menghadirkan pemberitaan femisida yang lebih manusiawi, kritis, dan mendorong perubahan sistemik dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan.

Penulis: Seraphica Dewantoro

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan
accessibility_new
Menu Aksesibilitas