...
Kabar Perempuan
Gelar Konsultasi Publik, Komnas Perempuan Ungkap Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana



Kamis (27/07/23), Komnas Perempuan menyelenggarakan Konsultasi Publik Rekomendasi Kebijakan Penganggaran dalam Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender dalam Konteks Bencana. Kerja-kerja Komnas Perempuan sejak tahun 2006 telah memantau korban kekerasan berbasis gender pasca tsunami di Aceh. CATAHU tahun 2010 juga mencatat bahwa terdapat 5 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan 1 kasus pengintipan dalam pengungsian bencana Wasior di Papua.  


Dengan munculnya kondisi kekerasan berbasis gender dalam bencana, perlu langkah-langkah yang lebih konkret untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komnas Perempua Andy Yentriyanin dalam sambutannya.


“Bencana memiliki dampak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada perempuan dan kelompok rentan, mereka mengalami kerentanan yang berlapis mulai dari ketidaksetaraan dalam mengakses bantuan, KDRT dalam lokasi pengungsian, kekerasan seksual, penculikan anak, dan pelecehan seksual,” ujar Andy. 


Dalam konsultasi publik kali ini, Retty Ratnawati Komisioner Komnas Perempuan memberikan pengantar dari rekomendasi mengenai tipologi bencana dan kebijakan penanggulangan bencana.


“Kekerasan berbasis gender pada konteks bencana, sama seperti yang terjadi di ranah lainnya, pada dasarnya merupakan fenomena puncak gunung es yang membutuhkan penyikapan dari pihak pemerintah,” tegas Retty. 


Dalam konteks bencana, Retty menjelaskan bahwa kekerasan berbasis gender terjadi karena adanya beberapa faktor seperti ruang tidur yang terbuka, MCK yang terbuka, dan tidak adanya bilik mesra. Sebaliknya pada sisi pelaku, kekerasan atau perilaku negatif yang dilakukan didorong oleh adanya situasi bencana yang menyebabkan terputusnya aspek ikatan baik pada sumber daya, ekonomi maupun keluarga. 


Sementara, Komisioner Komnas Perempuan Rainy Maryke Hutabarat menambahkan bahwa dalam setiap tahapan, sudah seharusnya perempuan pengungsi dilibatkan oleh semua institusi agar menciptakan rasa aman dan nyaman sesuai dengan kebutuhan dasar laki-laki dan perempuan. Misalnya, pada kasus tsunami di Aceh, Rainy menekankan pentingnya pemerintah untuk mempersiapkan kebijakan dan sistem yang responsif untuk menghadapi masa tanggap darurat dengan memperhatikan kebutuhan spesifik perempuan dan anak. Sementara, untuk kasus di Nias, Rainy menekankan pentingnya aksesibilitas layanan medis, seperti puskesmas, bagi perempuan korban KDRT dan pelecehan seksual di pengungsian pasca bencana. 


Penulis: Ni Putu Putri Wahyu Cahyani


Pertanyaan / Komentar: