Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyaniturut membuka acara dan pameran ragam kisah perempuan Indonesia bertajuk"Kartini Negeri: Perempuan Indonesia Bangga Berkain" yangdiselenggarakan Bentara Budaya dan Kompas Gramedia di Jakarta pada Rabu, (24/4/2024).Acara yang digelar untuk memeriahkan Hari Kartini dan perjuangan perempuanhebat ini menghadirkan beragam kegiatan menarik, antara lain pameran WastraNusantara Koleksi Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) bertajuk"Cerita Wastra Nusantara - Cerita Kainku", Bazaar Wastra Nusantara,serta Pameran Lukisan koleksi Bentara Budaya bertajuk "Per-EMPU-An:Petarung Kehidupan Penuh Welas Asih)" dan akan berlangsung selama 24-27April 2024, pukul 10.00 - 18.00 di Bentara Budaya Jakarta.
Dalam sambutannya, Andy Yentriyanimenyampaikan perhatiannya pada kondisi pekerja sektor informal, salah satunyaadalah pekerja di sektor informal, yang mayoritasnya adalah perempuan. Misalnyadalam sektor pekerja rumah tangga dan pekerja rumahan, yang model usaha inijuga dikenali dalam ekosistem produksi wastra. Sebagai pekerja di sektorinformal mereka hampir tidak mendapatkan perlindungan hukum. UU Ketenagakerjaantidak menjangkau pekerja informal, sementara UU Cipta Kerja justru semakinmemudahkan sistem outsourcing yang mengurangi kewajiban perusahaan dalammemastikan pemenuhan hak-hak normative pekerja, termasuk dengan penggunaanistilah “mitra”. Akibat ketiadaan perlindungan hukum ini, pekerja informal,terutama perempuan, rentan mengalami eksploitasi dengan upah yang rendah danwaktu kerja yang panjang.
"Apalagi karena perempuan upahmereka dilihat hanya sebagai nafkah tambahan bagi keluarganya. Bagi buruh batikmisalnya, Kompas dan berbagai media pernah mengungkapkan ini, misalnya nilaiupah yang diterima dalam laporan tahun 2022 bisa berkisar hanya 500 ribu perbulan, atau kurang dari 20 ribu per hari kerja, dengan nilai bisa jadi kurangdari 10% harga jual dari tiap lembar batik tulis yang dihasilkannya," ujarAndy.
Komnas Perempuan juga menemukan adanyakasus dimana para perempuan pekerja sektor informal juga menghadapi kekerasanpsikis dalam bentuk ancaman kehilangan pekerjaan jika mengadukan atau memproteskondisinya, termasuk ketika mengalami kekerasan seksual seperti pelecehanseksual dari majikan atau pihak pemberi kerja, perantara, atau mandor, bahkansesama pekerja. Para pekerja informal juga kerap tidak mendapatkan fasilitaskeselamatan kerja.
"Pada pekerja rumahan, karenalokasi kerja adalah juga rumah maka mereka juga langsung menghadapi bebanberlipat ganda pada saat bersamaan. Mungkin saat ini pasca pandemik covid-19lebih gampang kita memahami beban berlipat ganda pada saat bersamaan ini-menjadi pekerja tapi saat bersamaan harus melaksanakan tugas sebagai ibumendampingi anak bersekolah, melayani suami yang juga bekerja di rumah, danmerawat rumah dan anggota keluarga lainnya. Ketiadaan pembedaan ruang kerja danrumah mengakibatkan kerentanan baru pada kekerasan dalam lingkup rumah tangga ketika pasanganatau anggota keluarga yang lain menuntut perhatian yang lebih di tengahpekerjaan yang harus dilakukan," tambahnya.
Di akhir sambutannya, Andy mengajakmasyarakat luas untuk sama-sama mendukung upaya perlindungan hukum bagi pekerjainformal, di antaranya mendukung pengesahan UU Pelindungan Pekerja RumahTangga, yang telah tertunda hampir 2 dekade, mendorong adanya aturan hukum bagipekerja rumahan, memastikan aturan di perusahaan, dan membangun bisnis wastrayang lebih berkeadilan bagi pekerja.
"Inilah yang sesungguhnya menjadiroh dari semangat Kartini, yang menempatkan emansipasi perempuan sebagai bagianyang tidak terlepas dari visi mewujudkan peradaban yang berperikemanusian dankeadilan," pungkasnya.
