Komnas Perempuan menerima permohonan dialog Perwakilan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh pada Selasa (20/8/2024) untuk berkoordinasi terkait penguatan rekomendasi reparasi dan memorialisasi bagi korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh terkhusus perempuan korban dan korban kekerasan seksual.
Komisioner Pekerja Perempuan KKR Aceh, Sharli Maidelina, menyampaikan bahwa hasil pengumpulan pernyataan korban pelanggaran HAM masa lalu yang dilakukan oleh KKR Aceh, ditemukan 220 kasus laporan kekerasan seksual yang sudah dianalisis. Jumlah ini kemungkinan akan bertambah karena adanya perbedaan pandangan terkait jenis kekerasan seksual dalam laporan yang diterima, dan beberapa korban masih takut untuk bersuara.
Salah satu perwakilan KKR Aceh, Fitria mengatakan KKR Aceh juga sedang menyusun mekanisme pemulihan untuk korban kekerasan seksual dalam konteks korban langsung maupun korban aduan. Selain itu KKR Aceh juga berencana pembangunan satu sub unit khusus untuk pemulihan perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu. Pemulihan dalam hal ini menyangkut pemulihan nama baik korban kekerasan seksual. Hal ini dipandang penting tidak hanya berdampak pada korban melainkan dapat berdampak pada kehidupan sosial sekitarnya.
“Kita pernah diskusi soal pemulihan sebenarnya untuk korban kekerasan seksual (dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu) terutama berkaitan dengan pemulihan nama baik, yang sebagian besar sampai saat ini umurnya sudah pada sepuh, tapi kemudian label sebagai perempuan tidak baik itu diturunkan ke generasi berikutnya,” ujar Fitria.
Ketua KKR Aceh Bustami mengungkapkan bahwa KKR Aceh juga menerapkan mekanisme pemulihan terhadap para tenaga kerja yang bertugas dalam divisi pengambilan pernyataan. Mekanisme pemulihan dilakukan dengan pengurangan dan peralihan, sebagai respon terhadap para pekerja yang mendapatkan dampak psikologis sebagai akibat dari paparan dampak psikologis yang diterima saat melakukan pengambilan pernyataan.
Dalam pertemuan tersebut, KKR Aceh dan Komnas Perempuan berdiskusi mengenai bagaimana penyusunan memorialisasi khusus perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh. Tidak hanya dalam bentuk monumen, namun memorialisasi juga diharapkan dalam bentuk museum pelanggaran HAM dapat diwujudkan oleh KKR Aceh. Selain itu, penyusunan konsep untuk pembuatan digital museum pelanggaran HAM juga sedang dilaksanakan. Sehingga museum ini dapat menjadi warisan antar generasi.
“Jika memungkinkan sejarah pelanggaran HAM masa lalu bisa masuk ke Museum Tsunami Aceh agar dapat diketahui oleh masyarakat luas,” ujar Komisioner KKR Safriandi.
Komnas Perempuan yang diwakili oleh Wakil Ketua Mariana Amiruddin beserta jajaran Komisioner Veryanto Sitohang, Theresia Iswarini, Satyawanti Mashudi, Maria Ulfah Anshor. Imam Nahe’i, menyambut baik kesempatan kerja sama antara Komnas Perempuan dan KKR Aceh mengingat kedua lembaga telah menandatangani nota kesepahaman terkait Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di tahun 2023.
Veryanto Sitohang mengatakan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaring inspirasi, sehingga kepemilikan terhadap memorialisasi tersebut akan dirasakan oleh masyarakat Aceh.
“Terkait dengan pembangunan memorialisasi, perlu diawali dengan penelusuran situs-situs sejarah pelanggaran HAM, kemudian dari laporan itu kita bisa bersama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mencoba menjaring inspirasi kira-kira dalam bentuk apa memorialisasi dibuat dan urgensinya apa sehingga kemudian bentuknya itu benar-benar berangkat dari aspirasi masyarakat khususnya korban dan keluarganya supaya kemudian rasa kepemilikan terhadap memorialisasi ini dimiliki oleh masyarakat,” tutur Very.
Berita Oleh Salsabila Ananda Nurhaliza