...
Kabar Perempuan
Kolaborasi Komnas Perempuan dan HWDI Sumut Mendorong Anggaran Desa Responsif Perempuan Disabilitas dan Lansia



Perencanaan program dan anggaran yang berpihak pada kelompok rentan diperlukan dalam rangka mewujudkan pemerataan pemenuhan hak dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas dan lansia. Pada konteks ini keberadaaan program dana desa dapat dilihat sebagai peluang yang dapat dimaksimalkan untuk kelompok disabilitas dan lansia. Komnas Perempuan bersama Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sumatera Utara berkolaborasi dalam penyelenggaraan kegiatan Pelatihan Penguatan Kapasitas Multipihak terkait Pemenuhan Layanan dengan Anggaran Desa yang Responsif terhadap Perempuan Disabilitas dan Lansia pada 19-21 Juni 2024 di Kota Medan.


Hadir dari Tim Komnas Perempuan yakni Olivia C Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan; Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan; dan badan pekerja Komnas Perempuan diantaranya Ngatini, Triana dan Yulita.


Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia C Salampessy yang menyampaikan bahwa Komnas Perempuan telah menyusun 3 modul salah satunya adalah Modul Anggaran Desa yang Responsif terhadap Perempuan Disabilitas dan Lansia. Dan pada tahun 2024 ini, wilayah penerima manfaat modul ini diperluas ke sejumlah wilayah, yaitu Medan, Banten dan Banjarmasin. Kota Medan termasuk wilayah yang juga menghadapi persoalan tingginya jumlah penyandang disabilitas, dengan jumlah 248.068 dari total penduduk kurang lebih 2,5 juta jiwa. Jumlah yang cukup besar ini patut menjadi perhatian kita bersama.


Olivia Ch. Salampessy dalam sambutannya berharap pelatihan ini dapat memantik pembahasan isu disabilitas dan lansia menjadi perhatian bersama.

“Saya yakin Pemerintah Kota Medan sudah memiliki program untuk warga disabilitas dan lansia. Begitupula kolaborasi dan sinergitas yang baik antara pemerintah dengan organisasi masyarakat sipil akan menghasilkan daya dukung yang kuat dan baik dalam pelayanan dan perlindungan perempuan disabilitas dan lansia,” kata Olivia.


HWDI Sumatera Utara dalam sambutannya menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Komnas Perempuan yang telah hadir di Kota Medan dan melibatkan HWDI sebagai mitra dalam kegiatan kali ini.


“Semoga melalui keterlibatan HWDI dalam kegiatan ini dapat menjadi langkah awal yang baik untuk lebih dapat mengenal para disabilitas dan menjadi sarana yang baik untuk berlatih dan meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kepercayaan diri kami, para perempuan disabilitas yang mandiri dan berdaya, sebagaimana visi dan misi dari HWDI,” ungkap Lindawaty, Wakil Ketua HWDI Sumatera Utara.


Turut hadir Sekretaris Dinas Pemberdayaan & Perlindungan Perempuan, Yuyun yang menyampaikan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 memperlihatkan bahwa sebanyak 11, 75% pendudukan adalah lansia. Dari hasil proyeksi penduduk didapatkan rasio ketergantungan lansia 17,08. Artinya setiap penduduk usia produktif menanggung sekitar 17 orang lansia dengan komposisi lansia perempuan lebih banyak daripada lansia laki-laki (52,82% berbanding 47,72%).

 

“Oleh karenanya anggaran yang berperspektif kelompok rentan merupakan instrumen yang sangat penting dalam memprioritaskan kebijakan dan program bidang sosial serta ekonomi untuk kelompok rentan termasuk lansia dan disabilitas,” jelasnya.

 

Sebanyak 28 peserta mengikuti rangkaian pelatihan modul Anggaran Desa yang Responsif terhadap Perempuan Disabilitas dan Lansia dengan komposisi peserta dari unsur mitra, organisasi penyandang disabilitas, lansia, organisasi masyarakat sipil, organisasi perempuan dan Pemerintah Kota Medan. Dalam pelatihan di mana Lusty (Mitra HWDI Sumatera Utara) sebagai fasilitator utama, diawali dengan kegiatan peserta diminta mengisi pre-test bersama untuk memastikan pengetahuan sebelum mengikuti pelatihan. Pada hari pertama peserta mendapatkan materi tentang konsep gender dan ketidakadilan gender, dilanjutkan dengan interseksionalitas antara gender dengan isu lansia dan disabilitas.

 

Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan dalam fasilitasinya mengajak para peserta untuk berdiskusi kelompok tentang hal-hal yang dialami peserta dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan posisinya sebagai perempuan dan laki-laki di masyarakat. Terlihat ketimpangan perempuan dan laki-laki terlebih dalam kasus lansia dan disabilitas.

 

Imel, perwakilan HWDI Sumut mengungkapkan pengalamannya sebagai perempuan disabilitas yang mengalami diskriminasi berlapis dan kekerasan.

 

“Dengan kondisi saya yang disabilitas netra pernah alami pelabelan, netra sebagai tukang pijit dan saya perempuan dianggap memijit seorang laki-laki karena posisinya keluar dari rumah,” ujarnya.


Hal yang sama disampaikan oleh Wahyu, perwakilan dari DP3AKBPP Kota Medan yang alami beban ganda.

 

“Saya sebagai anak perempuan yang masih single dan pencari nafkah, juga melakukan kerja domestik. Dan terkadang dalam hal makan, anak laki-laki dan Bapak yang lebih diutamakan padahal saya pencari nafkah utama”, ungkap Wahyu.  Setelah menemukenali bentuk-bentuk ketidakadilan gender, materi selanjutnya adalah memahami Pembangunan dan Inklusi Sosial Bersama Dr. Sri Melati, M.A atau yang biasa disaapa Imel perwakilan dari HWDI Sumut. Peserta diajak membedakan Eksklusi Sosial dan Inklusi Sosial dalam isu kelompok rentan terutama disabilitas dan lansia.



 

Hari kedua, peserta diajak dalam permainan inklusi dimana setiap orang bisa memiliki kerentanan atau berpeluang menjadi disabilitas termasuk dengan kondisi yang semakin lanjut usia (lansia). Peserta bermain dalam senyap tanpa bicara dan gerakan, dengan mengurutkan nama sesuai abjad dalam dua kelompok. Hasilnya tiap kelompok berhasil mengurutkan nama sesuai abjadnya. Dari permainan tersebut, peserta juga turut memahami interseksionalitas gender, lansia dan disabilitas sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan termasuk dalam kerja advokasinya bersama. Selanjutnya materi dilanjutkan dengan pemaparan dari Olivia C Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan yang menyampaikan tentang materi Hak Masyarakat dan Kewajiban Negara. Dalam diskusi ini peserta dibagi dalam kelompok menemukenali hak-hak konstitusi sebagai warga negara, yang juga dikaitan dengan pajak warga negara yang berkontribusi pada anggaran pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

 

Materi lainnya adalah Memahami Proses Penyusunan dan Implementasi Perencanaan dan Penganggaran di Desa melalui narasumber Bappeda Kota Medan. Perencanaan dan Penganggaran di Desa yang Responsif Gender dan Inklusif Disabilitas dan Lansia dengan narasumber Novenri dari CDRM dan Peta Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Advokasi Anggaran Responsif Gender, Disabilitas, dan Lansia bersama Veryanto Sitohang. Ketiga materi yang disampaikan pada hari kedua tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Pada hari kedua tersebut, peserta diajak untuk berdiskusi tentang mekanisme proses penyusunan dan implementasi perencanaan dan penganggaran desa melalui Musrembang. Selanjutnya peserta diajak untuk memetakan berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan isu disabilitas dan lansia serta interseksionalitasnya dengan isu gender. Dari diskusi tersebut tersebut didapatkan jumlah anggaran yang dibutuhkan dan diadvokasi bersama melalui pemetaan stakeholder baik bersama pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil dengan melibatkan pihak swasta.

 

Pada hari terakhir, peserta berdiskusi tentang strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender, Disabilitas dan Lansia bersama Rurita Ningrum, Hakim Adhoc Tipikor PN Medan. “Hal penting dalam kerja advokasi anggaran ini adalah tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, butuh kolaborasi, butuh lobi dan juga kampanye bersama”, tutur Rurita. Pada sesi selanjutnya, Komnas Perempuan melakukan sosialisasi program kampanye dan menyusun rencana tindak lanjut bersama peserta dengan program interseksi isu gender, lansia dan disabilitas. Adapun rencana tindak lanjut yang disepakati dalam pertemuan tersebut adalah adanya sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan lansia dan perempuan disabilitas yang diadakan dalam rangka Peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan serta dialog bersama dengan BPJS , Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mendorong akses kesehatan yang layak bagi perempuan disabilitas dan lansia termasuk mewujudkan anggaran yang responsif gender, disabilitas dan lansia.

 

Pada sesi terakhir, Komnas Perempuan mengajak peserta melakukan pengisian post-test dan evaluasi bersama. Dari hasil evaluasi didapatkan adanya perbaikan penengetahuan peserta terkait dengan disabilitas dan gender, salah satunya disampaikan oleh Sri dari Hapsari. “Di awal saya pikir materinya yang sudah sering saya ketahui dalam pelatihan-pelatihan sebelumnya. Namun setelah mengikuti pelatihan ini terutama pada isu disabilitas dan lansia, saya mendapatkan hal baru terlebih pada interseksionalitas dengan gender. Hal baru lainnya pada strategi advokasi anggaran responsif gender, disabilitas dan lansia ini yang ternyata juga cukup sulit. Oleh karenanya perlu kolaborasi bersama”, ungkap Sri. Di akhir kegiatan Komnas Perempuan dan HWDI Sumut berharap segala rangkaian rencana kerja yang telah disusun dapat dikawal dan diimplementasikan bersama untuk mewujudkan Kota Medan yang inklusi dan setara.

 

 

 


Pertanyaan / Komentar: